"Argh, beberapa hari ini kepala gue sering sakit" Aya sedang mengambil air di dapur. Beberapa hari terakhir ia sering merasakan sakit di bagian kepalanya, bahkan ia juga sempat mimisan.
Matanya berkunang-kunang, tapi ia juga merasa haus. Ia ke dapur dengan hati-hati. Ia mengambil air dan segera meminumnya, karena sedari tadi tenggorokan nya sudah kering.
"Apaan nih?" Monolog nya sambil mengusap pelan hidungnya. Ia merasa ada cairan yang keluar dari sana, dan benar saja hidung mengeluarkan cairan berwarna merah pekat.
"Darah lagi?" Ucapnya. Ia tak terkejut lagi melihat darah yang tiba-tiba keluar dari hidungnya, karena memang beberapa hari terakhir ia sering mimisan, namun tak ada satu pun orang yang tau.
Dengan cepat ia mengambil tisu di laci dapur, lalu membersihkan darah yang terus mengalir. Darah itu tak kunjung berhenti malah semakin banyak keluar.
Aya bergegas ke kamar mandi, lalu ia membersihkan darah tersebut. Air yang tadinya putih kini telah merah bercampur dengan darah segar yang keluar dari hidung Aya. Ia melihat pantulan dirinya di cermin, wajahnya sedikit pucat.
"Gue kenapa?" Ucapnya lirih sambil mengusap lembut pipinya yang sudah mulai tirus. "Arghh, sakit" ia meremas rambutnya dengan satu tangan, dan tangan yang lain memegang ujung wastafel.Air mata berhasil membasahi pipinya.
"Huekk...huekk..." Aya memuntahkan isi perutnya, namun begitu mengejutkannya ia muntahkan darah. "G-gue kenapa? G-gue sakit apa?" Ucapnya gemetar.
"Ada orang di dalam?" Suara Devita mengagetkan Aya yang tengah menangis. Ia dengan cepat membersihkan darah di wastafel. Ia juga mencuci muka dan merapikan rambutnya yang berantakan.
"Ada orang?" Tanyanya sekali lagi, tak ada jawaban dari dalam Devita mengetok beberapa kali pintu itu. Aya keluar dari balik pintu dengan wajah lesu.
"Aya habis ngapain? Tadi mama denger Aya nangis, kenapa sayang ada apa coba cerita sama mama hm?" Pertanyaan-pertanyaan yang di lontarkan Devita membuat Aya bingung harus menjawab apa.
"Aya nggak kenapa-kenapa ma" ucapnya. "Tapi wajahnya kok lesu banget" Devita khawatir melihat keadaan Aya.
"Aya mencret, perut Aya sakit banget, terus Aya nangis dikit hehehe" kekehnya. Ia mencoba menyembunyikan dari Devita. Ia takut Devita akan cemas dan khawatir dengan keadaannya.
"Emangnya tadi Aya habis makan apa hem? Sampai-sampai mencret"
"Nggak tau"
"Hmm lain kali jangan makan sembarangan lagi, ya udah aya istirahat ya, nanti mama bikinin obat"
"Iya ma" Aya kembali ke kamarnya dengan sakit kepala yang masih terasa. Ia menaiki anak tangga dengan hati-hati. sampai di Kamar, ia langsung mengambil obat yang biasa ia simpan di laci dekat tempat tidurnya. Ia berharap setelah ia meminum obat dan tidur besok pagi kepalanya tak akan sakit lagi.
•
Naka dari tadi masih setia dengan posisinya. Ia duduk di meja belajar dengan memegang sebuah foto, ia terus menatap lekat foto itu, "mama cantik banget ma" ucapnya tersenyum.
Ia senang akhirnya ia melihat foto mamanya. Dirunah mereka tak ada satupun gambar mira yang terpajang, jadi selama ini Naka sangat sulit menemukan foto mamanya.
Walau hanya sebuah foto lama, namun ini sangat penting dan berarti bagi Naka. Ia mengeluarkan sebuah buku berwarna coklat tua, ia membuka lembaran buku itu, disana banyak puisi dan keinginan-keinginan Naka yang ingin ia wujudkan.
1. Melihat wajah mama
2. Ketemu dan dipeluk mama
3. Punya keluarga Cemara
4. Menyatukan mama dan papaItu adalah beberapa keinginan penting yang sangat ingin ia wujudkan. Kini ia telah bisa mencoret yang nomor satu, karena ia telah melihat wajah mamanya walau hanya lewat sebuah foto.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Salah Semesta
Teen Fiction"walau aku bukan takdir mu, tapi aku akan tetap mencintaimu sampai kapanpun itu, berbahagialah semesta, aku tak akan pernah berhenti mencintai dan menunggu mu kembali pada ku"