21. Curiga

7 1 0
                                        

Zia melangkahkan kaki menuju kelas. Pagi ini dia sedikit kesiangan, dia hampir lupa membawa risol dagangannya. Sudah lama dia tidak berjualan, uang yang tersimpan pun semakin menipis, mau tidak mau Zia harus berkutat lagi dengan risol-risol ini. Sejujurnya dia tak begitu bersemangat, karena tak ada lagi Radit yang akan menemaninya. Tetapi Zia berharap, cowok itu bisa kembali peduli padanya, terlebih kemarin Radit mau mengantarkannya pulang, rasanya Zia semakin bertambah yakin perjuangannya akan berhasil suatu hari nanti.

"Zia, beli risol dong." Cewek berbando pink yang duduk di bangku depan kelas bersama dua temannya memanggil Zia yang melintas.

Gadis itu bernama Rea, teman seangkatan yang tergolong populer juga di sekolah.

"Mau berapa?" tanya Zia, dia duduk di sisi bangku yang kosong agar leluasa membuka wadah itu, dan mengambilkan risolnya dengan pencapit.

"Tiga," ujar Rea.

"Gue mau juga dua," tambah Delia.

"Oke," jawab Zia, dia membungkuskan risol itu dalam kantong plastik yang lebih kecil. "Lo enggak, Ris?" tanyanya pada gadis berambut panjang yang duduk di sebelah Rea.

"Nggak dulu," jawab Risa.

Zia mengangguk santai, dia memberikan risol itu dan menerima uang dari Rea dan Delia.

"Lo berubah banget sekarang ya, Zia," kata Risa menatap Zia cukup serius.

"Apanya?" tanya Zia tak paham.

"Katanya nilai lo makin bagus di kelas, kasih tipsnya dong," ujar Rea dengan wajah bergaya imutnya sambil mulai menggigit risolnya. "Eum... risol lo juga terkenal seantero sekolah, jelas aja sih enak banget, semua orang memuji bakat masak lo."

"Iya lagi, makin hari makin keren aja lo, Zia," tambah Delia menggangguk-angguk setuju.

Zia tersipu mendapat pujian dari ketiga orang itu. Jujur agak aneh, geng selebor ini tiba-tiba memujinya begitu, tetapi Zia rasa dia pantas mendapatkannya, toh yang ditakatan itu memang benar, tak apa 'kan sedikit sombong?

"Makin hari kelihatan makin positif. Gue sampai takjub lihat lo hari ini, masih jualan dengan semangat padahal kemarin lo habis ditolak Radit 'kan? Apa sih motivasi lo sampai bisa sepositif ini?" tanya Risa dengan wajah penuh semangat, seolah sangat penasaran.

Mendengarnya, Zia mengernyitkan alis. "Lo tau dari mana?" Senyumnya seketika meluntur.

"Lah, lo sekarang udah gak update sosmed juga, Zia? Gila keren banget, hidup lo positif banget ya, beda banget sama kita."

"Apasih maksud kalian?" Zia berubah ketus. Dia segera membuka ponselnya, dan melihat sosial medianya dipenuhi tag dan komentar pada video yang menampilkan dirinya dan Radit saat di pemakaman kemarin. Saat Zia memohon agar Radit menjadi pacarnya.

Ketiga cewek itu saling tatap dengan senyum penuh kemenangan saat melihat Zia berekspresi syok ketika melihat videonya sendiri.

"Zia, gue rasa lo udah gak pantes lagi deh dianggap Queen of Prayata. Terlalu berlebihan," ucap Rea dengan wajah berubah sinis.

Zia menatap tajam gadis itu.

"Lo gak layak, Queen apaan jualan keliling? Misqueen?"

Delia dan Risa menyambut ucapan Rea dengan tawa renyah.

"Queen itu gak cukup sekedar cantik. Mestinya harus anggun, sopan, berkelas, dan gak murahan tentunya."

"Ngomong apa lo barusan?!" Zia berdiri dengan emosi yang seketika menjulang.

"Queen juga gak budeg sih setau gue."

"Lo nyari ribut?" tanya Zia menantang.

Rea tersenyum sinis. "Queen juga gak kasar."

Jangan Jatuh Cinta (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang