13. Istri Adalah Maut

897 143 111
                                    

Erina membawa nampan berisi tiga gelas air ke ruang tamu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Erina membawa nampan berisi tiga gelas air ke ruang tamu. Kedatangan Alana cukup membuatnya terkejut, terutama Narael. Laki-laki itu sempat menutup pintu rumah ketika melihat Alana hadir di rumah mereka. Namun Erina akhirnya mempersilahkan adiknya itu masuk.

Alana duduk di sebrang Erina dan Narael dengan wajah tertunduk. Tidak ada yang memulai pembicaraan selama beberapa saat. Suasana ruang tamu terasa tegang. Hanya suara detik jam dinding yang memecah keheningan. Erina melirik Narael dan Alana bergantian, berharap ada diantara keduanya akan memulai pembicaraan, namun mereka hanya duduk kaku dengan mata tertuju pada lantai. Akhirnya, Erina berdeham pelan memecahkan keheningan.

Alana mengangkat wajahnya perlahan. Matanya tampak berkaca-kaca. "Aku... aku minta maaf," ucapnya dengan suara bergetar. "Aku tahu aku sudah membuat banyak kesalahan."

Narael mengepalkan tangannya, masih belum berani menatap Alana. Erina menghela napas panjang sebelum berbicara lagi. "Kenapa baru sekarang?" tanya Erina

Bibir Alana bergetar, "Aku takut, aku takut semua orang menyalahkan aku dan.. gak bisa menerima aku lagi."

Erina sempat marah besar dengan Alana ketika mereka bertemu beberapa waktu lalu, namun Alana adalah adiknya. Semarah apapun ia tidak bisa terlalu lama hanyut dalam emosi negatif itu. Namun Narael belum tentu, ia pasti sangat kecewa, marah, dan sakit hati dengan semua yang Alana lakukan. Tapi Narael masih cukup baik tidak langsung mencaci perempuan yang pergi meninggalkan pernikahan mereka.

"Mba Erina, aku minta maaf. Aku yang buat semua menjadi kacau, aku hancurin kehidupan kamu dan Kak Narael"

Mendengar perkataan Alana, Narael hanya tersenyum getir. "Hancur? Kehidupan siapa yang hancur?"

Narael menatap tajam pada Alana. Selama mengenal Narael, tidak pernah sekalipun ia melihat tatapan penuh kebencian dari mata Narael. Laki-laki itu selalu menunjukkan tatapan hangatnya pada siapa saja.

"Kak... Alasan apapun yang aku ucapkan mungkin gak akan bisa buat kakak memaafkan aku."

"Lo tau itu, tapi masih berani muncul." ucap Narael dengan nada sarkas

Erina menepuk paha Narael agak kuat, "Ikut gue"

Erina menarik Narael ke kamar, ia harus bicara dengan Narael. Walau jelas Narael menunjukkan kemarahan pada Alana, tapi tidak bisa disangkal laki-laki itu masih menyimpan perasaan cinta itu pada Alana. Bagaimana Erina tahu? Karena Erina pernah mengalami hal yang sama. Terlebih belum ada sebulan Alana dan Narael berpisah, tidak bisa dipungkiri jika perasaan cinta mereka mungkin masih sama seperti dulu.

Erina menutup pintu kamar perlahan, memastikan Alana tidak bisa mendengar percakapan mereka. Ia berbalik menghadap Narael yang masih terlihat gusar.

"Lo galak banget sama Alana?" ucap Erina

"Kok bisa lo ngomong begitu, bukannya lo harusnya juga sama-sama marah kaya gue?" ucap Narael menggebu-gebu

"Gue udah marahin Alana, tapi dia sebenarnya ninggalin lo bukan karena gak suka sama lo Na. Dia punya alasan yang gak bisa dibicarakan sama lo. Seperti yang dia bilang, dia takut"

BLACKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang