Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Jari-jari lentik Narael terus membelai rambut Erina yang masih tertidur, helain rambut yang menutupi wajahnya ia singkirkan agar tidak menghalangi wajah cantik istrinya. Sejak kemarin banyak yang mengganggu pikirannya termasuk sikap Alana yang ceroboh. Mengenal Alana selama lima tahun tidak membuatnya benar-benar tahu kepribadian gadis itu. Pertama kalinya Narael melihat Alana yang begitu egois. Entah dia harus menyalahkan dirinya atas semua ini atau justru menyalahkan Alana. Di satu sisi, Narael merasa bersalah namun disisi lain Alana juga salah. Pernikahan mereka bukan direncanakan satu dua bulan, Narael sudah membicarakan hal itu setahun lebih pada Alana.
Beberapa kali Alana bilang ia belum siap, tapi saat itu juga Narael memberi kesempatan untuk perempuan itu bicara. Narael sejak awal memang sangat ingin menikahi Alana, tapi tidak pernah memaksa. Sampai saat dimana Alana menyetujui jika mereka akan menikah, ia jelas bahagia dan berpikir Alana memang sudah siap. Namun salah, ternyata perempuan itu tidak siap sama sekali hingga membuat keputusan celaka seperti itu.
Ditengah pikirannya jauh ke masa lalu, Narael senantiasa memandangi Erina yang masih tertidur. Ada perasaan bersalah melibatkan Erina yang tidak tau apa-apa dimasalahnya yang rumit.
"Erina, maaf sudah buat lo di situasi rumit ini" bisik Narael amat pelan
Narael memeluk tubuh mungil Erina yang masih tertidur lelap, nafas Erina yang hangat menerpa leher Narael yang membuat laki-laki itu semakin memeluknya erat.
Narael masih belum percaya dia berada di situasi ini dalam waktu yang begitu cepat. Oleh karena itu ia yakin, bahwa memulai hubungan baru yang lebih serius dengan Erina bukan sebuah pelampiasan. Namun memang ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terutama Alana. Erina benar perihal ia harus menyelesaikan urusannya dengan Alana.
Dekapan Narael yang terlalu erat mengusik tidur perempuan itu, ia menggeliat untuk membuat sedikit jarak.
"Gak bisa nafas Narael" ucap Erina sedikit serak
"Oh maaf wife, aku terlalu gemas sama kamu"
Erina yang baru terbangun dengan mata yang setengah terbuka mendongak melihat Narael. "Morning"
Wajah Erina kala terbangun membuat Narael gemas, ia mensejajarkan wajahnya dengan Erina ingin memberi kecupan pada perempuan itu namun dengan cepat Erina menutup mulutnya. Ia bangun begitu saja dan turun dari ranjang lalu berlari ke arah kamar mandi.
Narael terkejut dengan Erina yang tiba-tiba pergi. Dari kamar mandi Narael dapat mendengar suara Erina yang muntah. Ia bergegas menghampiri Erina yang tiba-tiba muntah.
"Erina, kamu sakit?"
Erina menggeleng, namun ia terus muntah namun hanya cairan yang keluar. Saat itu juga tangan Narael tiba-tiba dingin.
"Apa kamu hamil?"
Erina yang mendengar itu langsung menegakkan badannya, ia bergegas keluar dan melewati Narael begitu saja. Ia merogoh tasnya mencari benda yang sudah ia lama simpan jika ia tiba pada situasi seperti ini.