Chapter 1

150 12 0
                                    

𝑨𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂, 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝑨𝒌𝒉𝒊𝒓𝒏𝒚𝒂, 𝒌𝒆𝒎𝒃𝒂𝒍𝒊

Kamis, 22 Oktober 2020

"Bundaa, orang disini baik baik kan?" Tanya Kavi, anak semata wayang Isha yang sedang dirangkul erat olehnya sekarang.

Isha tersenyum lalu mengangguk, "Iya dong, kan Bunda dari sini juga." Jawabnya.

Kavi yang mendengar itu ikut tersenyum lega, sebab baru pertama kali ini dia menginjak negeri orang. Dari awal Kavi lahir ke dunia, Isha sangat menjaganya dari dunia luar yang sangat jahat dianggapnya. Bukan dia mengekang, ada waktu dan masa katanya. Karena saat ini yang dia punya hanya Kavi, alasan dia tetap hidup sekarang adalah Kavi. Isha tidak akan membiarkan putra semata wayangnya itu terjerumus ke hal yang tidak baik diluar sana.

Menjadi single parent membuat Isha harus menjadi ayah serta ibu bagi Kavi, Isha memberikan kebebasan di hidup Kavi atas pengawasan darinya. Dia tidak ingin masa pertumbuhan anaknya terganggu, apalagi sejak Ayahnya meninggalkannya dan Isha 3 tahun silam. Disaat itu Kavi menjadi orang paling kehilangan, walaupun semasa hidup Ayahnya sangat jarang berbincang dengannya. Jasad terakhirnya pun Kavi yang menggiring, walau saat itu umurnya masih sangat kecil.

Isha tidak kalah terpuruknya dari Kavi, kehilangan suami bukanlah hal yang mudah baginya, tidak ada yang merealisasikan kemudahan itu tentunya. Dia sempat keluar masuk rumah sakit selama satu bulan. Sampai Hara menasehati nya, ada Kavi yang membutuhkan dirinya sekarang. Karena itu Kavi menjadi alasannya bertahan hingga sekarang.

Isha dan Kavi baru saja sampai di negara asal dirinya. Dia merangkul erat putranya yang bahkan sekarang sudah melebihi tingginya sendiri, umurnya saja baru menginjak 9 tahun. Dibayangkannya jika ia, Kavi dan Theo berdiri sejajar, Kavi lah yang paling tinggi. Keturunan siapa sebenarnya anak ini?

Mereka disambut hangat saat sampai dirumah orang tua Isha, orang tua Isha yang merindukan cucu nya selama ini sudah terbayar. Mereka sempat terkejut dengan cucunya sendiri, mungkin karena pertumbuhannya tidak main main.

"Tinggi sekali kamu, Kavi. Diberi makan apa sama Bundamu?" Tanya Papa Isha, Kavi terkekeh mendengar pertanyaan kakeknya.

"Tiang, Kek. Bunda buat sup tiang untuk Kavi!"

Seisi rumah tertawa dengan candaan Kavi, Isha melihat itu sangat bersyukur karena keluarga masih menerima dirinya dengan senang hati. Setelah ia menjadi anak durhaka yang tidak pulang ke negeri asal selama belasan tahun.

﹝𝙴𝚝𝚎𝚛𝚗𝚒𝚝𝚢 𝙻𝚘𝚟𝚎﹞

Isha berencana menginap dirumah orang tuanya malam ini, karena rumah yang dibelinya masih ada sedikit pembersihan sebelum ditempati. Kavi sudah tidur disampingnya, wajahnya sangat tenang, mirip seperti dirinya ketika tidur karena lelah bekerja seharian penuh. Tanpa permisi, air mata Isha jatuh. Tidak munafik, ia sangat merindukan ayah Kavi saat ini.

Tapi Isha tidak bisa menetap dengan kondisi seperti ini terus menerus, ia harus berusaha bangkit demi Kavi, anak semata wayangnya. Sebenarnya Isha cukup khawatir, bagaimana cara Kavi bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru ini. Kavi sudah didaftarkan di sekolah dasar tidak jauh dari rumah baru yang akan ditempati mereka berdua nanti, Isha berharap sekolah barunya memberi kesan baik kepada Kavi.

Isha berusaha memejamkan matanya, tubuhnya juga sudah cukup lelah akibat perjalanan menuju negera asalnya. Tetapi saat mencoba masuk ke alam mimpi, Isha dikejutkan dengan kejadian yang memaksanya mengingat seseorang, kondisi, dan.. Apa itu semua? Kenapa seperti pernah terjadi di masa lalu. Tapi Isha yakin, dirasanya tidak pernah mengalami itu semua.

Isha membuka pintu kamarnya, ingin menuju dapur untuk mengambil air guna menyegarkan pikiran dan mimpi buruk yang terus datang setiap kali Isha mencoba menutup matanya.

"Loh. Belum tidur, nak?" Isha dikagetkan dengan suara sang Mama dari ruang tamu.

"Eh, belum Ma. Susah tidur sepertinya, mungkin terlalu lelah karena perjalanan tadi. Mama juga belum tidur? Kenapa dari ruang tamu?"

"Mama habis melihat ke depan, dari kemarin ada suara ribut tetangga baru Sha." Mama tertawa masam, ketahuan ingin tahu masalah tetangga.

"Aduh, Mama. Mending tidur yuk sekarang, Papa bilang Mama lagi ngga enak badannya." Isha menggandeng sang Mama berjalan ke kamar tidurnya.

"Mama gini gini masih bugar, kamu tuh masih muda tapi kok insomnia."

Mereka berdua tertawa.

Esok harinya.

Semua barang sudah disiapkan, Isha baru saja menghubungi pihak perumahan yang katanya rumah Isha sekarang sudah siap huni. Isha mengajak Kavi untuk izin berpamitan dengan Kakek dan Neneknya, dan berterima kasih sudah memberi mereka tumpangan satu malam disini. Isha tau tidak mungkin orang tuanya menolak, yang ada malah mereka meminta dan memaksa Isha dan Kavi untuk tinggal di rumah mereka saja. Tapi Isha menolak dengan halus, jika Kavi pasti akan sangat menyusahkan jika tinggal disana, anak itu lagi masa masa pubertasnya. Dan juga sekolah Kavi cukup jauh jaraknya jika dari rumah Kakek dan Neneknya.

"Padahal Kakek sudah siapkan kamar untuk kamu, Kavi. Sedih nih Kakek karena kamunya ga jadi tidur di kamar itu." Kakek menunjukkan ekspresi sedihnya agar berhasil membujuk Kavi tetap tinggal disini.

Kavi mendekati sang Kakek, dan membisikkan sesuatu,

"Kavi juga ingin tetap disini, Kek. Tapi Bunda maunya di rumah baru aja." Ucap Kavi sembari mengikuti ekspresi sedih sang Kakek.

Isha yang mendengar itu tertawa, ia tidak bermaksud menolak permintaan sang Papa untuk tetap tinggal bersama cucu satu satunya. Tapi Isha juga punya alasan tersendiri.

"Kavi, kan sudah bunda jelasin.. Kavi harus sekolah loh, minggu depan sudah mulai masuk. Bisa telat nanti kamu masuk sekolahnya kalau kita berangkat dari rumah Kakek. Bunda janji deh, tiap minggu kita bakal kesini ya!" Jelas Isha kepada Kavi.

Kavi tersenyum mendengarkan penjelasan Isha, walaupun Isha tau dibalik senyum itu masih ada permohonan agar dia bisa tetap tinggal disini.

"Tuh, Kek. Bunda udah janji, nanti Kavi tiap minggu kesini!"

Kakek tertawa mendengar pernyataan Kavi, dan memeluk Kavi saat itu juga.

Isha menghampiri sang Mama dan memeluknya erat "Yaudah Ma, Pa. Isha dan Kavi pamit ya. Do'ain kami selalu."

"Hati hati ya, Nak. Kalau ada apa apa atau butuh sesuatu. Jangan segan minta ke kami."

Mobil yang dipesan Isha sudah datang, Mama dan Papanya ikut melangkahkan kaki mereka tepat di belakang Isha, mengantarkan Isha hingga depan rumah.

Isha yakin dengan apa yang akan dijalani saat ini hingga selanjutnya, tapi ketakutan itu masih ada. Ntah kenapa setelah mendiang Theo pergi, hidup Isha menjadi tidak tenang. Seperti ada yang terus memaksanya melakukan atau mengingat sesuatu, tapi Isha tidak tahu dengan jelas bagaimana cara mengatasi semua itu.

"Apa yang terjadi sebelumnya?"
















to be continues.

(Space untuk memberikan kritik dan saran)

ETERNITY LOVE - Byeon Wooseok. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang