Cuit cuit cuit kicauan burung pagi ini seakan bernyanyi, menyaksikan matahari terbit, bekas embun menetes pada dedaunan, suasana yang adem nan asri rumah di tepian sawah, tanpa tetangga di sekelilingnya membuat rumah Ratih dan Embah sangat tenang.
“Iki sarapanmu,” ucap mbah yang memberikan sepiring nasi jagung dengan lauk tempe mendoan.
“Terima kasih Mbah,” ucap Ratih “tapi, sampai kapan saya akan melakukan ritual itu Mbah?” tanya Ratih kepada mbah.
“Sampai semua yang kamu inginkan tercapai kalau, selepas itu kamu ingin menyudahinya, kamu harus siap dengan resikonya,” jelasin mbah. “Kenapa toh cah ayu? sek mikir opo?” tanya mbah kembali.
“Saya juga tidak mengerti Mbah,” sahut Ratih.
“Ya sudah jalani saja dulu, kalau kamu memang ingin berhenti tidak masalah, Sabar ya ndok,” mbah mengelus kepala Ratih.
Gadis itu hanya bisa memeluk si mbah, selepas sarapan mereka pun segera berangkat ke rumah Cipo sementara si mbah berjualan ke pasar, pagi yang cerah itu rumah tuan Han masih tertutup rapat seperti tidak ada orang yang tinggal di rumah.
Ratih pun berjalan masuk menuju pintu depan dan mengetuk rumah yang sebagian terbuat dari kayu, tok tok tok.
“Permisi,” panggil Ratih tidak lama Chao keluar membukakan pintu.
“Mbak Ratih,” panggil Chao.
“Chao, mama sama ayah ke mana?” Tanya Ratih yang hanya melihat Chao dan adiknya.
“Ayah sedang mengantar mama berobat,” jelas anak berumur 10 tahun itu.
“Oh ya sudah, kalian sudah sarapan belum?” Tanya Ratih, kedua anak itu hanya menggelengkan kepala yang menandakan mereka belum sarapan, Segera Ratih pun membuatkan mereka sarapan di dapur sambil membuka-buka jendela rumah.
Di klinik dokter Nicholas tuan Han tengah membopong istrinya sejak tadi malam istrinya lemas dan kepalanya selalu pusing. “Bagaimana keadaan istri saya dokter?” Tanya tuan Han.
“Cipo, dia baik-baik saja, hanya saja harus dijaga kesehatannya agar tidak stress. Kasihan bayi dalam kandungannya,” jelas dokter Nicholas yang menuliskan sebuah resep.
“Terima kasih Dokter,” ucap tuan Han yang keluar membawa selembar kertas berisi resep obat.
Setelah Cipo dinaikkan ke kereta kuda, mereka pun segera pergi menuju tempat pengambilan obat yang berada di tengah kantor pemerintahan, selesai dari sana mereka kembali segera karena, anak-anak sejak tadi pagi. Suara kereta kuda yang dinaiki tuan Han dan istrinya terdengar dari depan rumah, segera anak-anak berlari menghampiri ayah dan mamanya.
“Ayah!” teriak si bungsu dong-dong.
“Kamu sudah mandi? Siapa yang mandikan?” Tanya ayahnya.
“Mbak Ratih,” jawab anak kecil itu istrinya pun tersenyum karena Ratih telah mengurus anaknya tanpa harus diperintah.
“Selamat siang Tuan, Nyonya,” sapa Ratih di depan pintu.
“Terima kasih ya Ratih,” ucap Cipo yang kemudian duduk di kursi teras.
“Nyonya sakit apa?” Tanya Ratih kembali.
“Sepertinya aku lagi stress,” jawab Cipo.
“Mau saya buatkan teh melati,” ucap Ratih.
“Tapi, jangan manis ya Ratih,” pinta Cipo sementara tuan Han yang masih menggendong si bungsu, dia pun duduk di samping istrinya dan berkata, “kamu makan yang teratur, jangan banyak pikiran kalau kamu sakit begini, aku tidak tenang bekerja.” Tuan Han yang tidak mau istrinya kenapa-kenapa.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dendam nyi Ratri
Mystery / ThrillerRatri adalah kembang di desanya, bukan hanya cantik tapi juga pewaris perkebunan milik kedua orang tuanya walau, begitu tidak ada yang berani melamarnya sampai seorang pemuda bisa di bilang dia seorang saudagar yang sukses berhasil merebut hati Ratr...