FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA DAN JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK!
-
-
-
-Ashana ikut bangkit dari duduknya itu, dan kini berhadapan dengan Naresh di depannya. Pandangan Naresh tetap tertuju padanya saat Ashana terbangun dari kursinya itu.
Ashana memindahkan tangan Naresh yang sebelumnya ia genggam, menyentuh bagian pipi kanannya.
"Lu rasain, gua nggak kenapa-kenapa kan? Nggak ada perasaan yang gua sembunyiin dari lu," ucap Ashana menaikan tangan Naresh ke pipi kanannya.
Naresh merasakan pipi yang halus itu dengan tangan kanannya. Ia, menggerakan jari-jarinya untuk mengelus lembut pipi Ashana yang berada di tangannya sekarang. Tatapan Naresh tajam tetapi tidak semenakut-kan barusan, ia menatap Ashana dengan menurunkan halisnya di sertai senyum yang begitu tulus terlihat di mata Ashana.
Ashana merasakan sentuhan yang lembut itu dari tangan Naresh, ia memejamkan matanya dan ikut tersenyum lalu membiarkan Naresh merasakan pipinya yang lembut tersebut.
Naresh jauh lebih tenang dan merasa lega kala itu. Ashana berusaha meyakinkan padanya jika dia tidak seperti yang Naresh bayangkan. Mungkin Naresh berfikir, jikalau Ashana tidak berdaya dalam kondisinya saat ini, ia akan sangat putus asa dalam kejadian yang menimpanya. Terutama di bagian mata, itu salah satu hal yang terpenting dalam tubuh manusia.
Tapi lihatlah Ashana sekarang, bagaimana ia bisa menerima seluruh takdir maupun cobaan yang menimpanya. Waktu ia di tinggalkan oleh kedua orang tuanya, Ashana hanya menangis saat itu saja ... ia tidak mengeluarkan air mata itu kembali setelah 4 hari kepergian orang tuanya. Padahal itu masih dalam hari yang cukup lekat dengan kepergiannya, tetapi Ashana sangat mudah untuk menguatkan dirinya. Itu bukan takdir yang sepele, memang kehilangan kedua orang tua itu hanya hal biasa-biasa saja? Apalagi kedua orang tua Ashana pergi meninggalkannya dengan cara yang tragis.
Ia masih mampu menjalani hari-harinya tanpa sosok Ibu Yelin dan Pak Aden di sampingnya. Karena, masih ada Arsa yang harus ia perjuangkan saat ini, Ashana ingin masa depan Arsa terjamin olehnya tanpa sosok mereka berdua. Apapun keadaan saat ini, Ashana akan sangat sabar menjalaninya ... ia pasti mengetahui jika Allah memberikan cobaan, pasti ia bisa melewatinya. Tidak mungkin Allah memberikan sesuatu yang di luar kemampuannya itu, dibalik semuanya pasti ada hadiah yang Allah berikan untuk Ashana di kemudian hari.
Naresh melepaskan sentuhan tangan itu dari pipi Ashana, dia tidak ingin Ashana terlalu dalam merasakan sentuhannya.
"Lo masih kuat jalan kan Naa?" tanya Naresh sedikit bergetar saat itu.
Sebenarnya kondisi kaki Ashana tidak apa-apa, hanya terkilir sedikit akibat jatuh secara tiba-tiba saat ia berusaha bangkit dari duduknya saat itu.
Ashana mengangguk pelan, memberikan senyumannya menjawab pertanyaan Naresh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Me and The Dove [ON GOING]
Ficção AdolescenteEITSSS! FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA! TINGGALKAN JEJAK, SEPERTI VOTE AND KOMEN! CUPLIKAN BAB 12: Ashana ikut bangkit dari duduknya itu, dan kini berhadapan dengan Naresh di depannya. Pandangan Naresh tetap tertuju padanya saat Ashana terbangun dari k...