"Bang Qaid? Lagi ngapain di dapur?"
Perempuan yang merupakan istri dari Zaid itu terkejut melihat keberadaan Qaid di dalam dapur dengan memakai celemek. Bahkan di tangan kanan Qaid terdapat sutil yang digunakannya untuk membalikkan sesuatu yang sedang di goreng di dalam wajan.
"Bang Qaid kalau mau makan bisa minta tolong Zara aja. Biar Zara yang bikinin," ujar perempuan itu lagi.
Qaid sempat menoleh sebentar pada Zara yang berdiri di depan pintu dapur, "Gak perlu. Saya bisa sendiri," tolak Qaid yang kembali fokus dengan masakannya. Sesekali Qaid akan melihat ke arah jam dinding yang terpasang di area dapur. Memastikan bahwa waktu jam makan siang masih lama.
"Tapikan Bang Qaid gak bisa masak. Jadi biar Zara aja sini yang masak." Ketika Zara hendak mengambil sutil dari tangan Qaid, lelaki itu dengan sigap memundurkan langkahnya. Ia merasa cukup kesal dengan adik iparnya yang terlalu memaksa untuk membantu.
"Kamu bisa keluar? Saya gak mau ada orang yang lihat kamu berada di dalam satu ruangan dengan saya," ucap Qaid dengan tegas.
"Kenapa? Kitakan saudara ipar," jawab Zara dengan wajah bingung.
"Walaupun kamu sudah menjadi adik ipar saya, bukan serta merta kamu langsung jadi mahram saya. Karena sampai kapanpun kamu dan saya itu bukan mahram sekalipun kamu sudah menikah dengan adik saya. Jadi tolong kamu keluar dari sini," balas Qaid dengan wajah yang sedikit mengeras. Ia mulai terpancing amarah melihat kekeraskepalaan adik iparnya itu.
"Kenapa sih Bang Qaid kalau sama Zara pasti ngomongnya ketus. Sementara kalau sama A'iza Bang Qaid selalu ngomong dengan nada lembut kayak Bang Qaid ngomong sama ibu," keluh Zara tiba-tiba.
Qaid yang mendengar itu sontak menaikkan sebelah alisnya. Merasa bingung dengan keluhan tiba-tiba yang dilayangkan oleh adik iparnya.
"Saya hanya mencoba menjaga jarak dengan kamu. Karena saya gak mau adik saya salah paham." Jelas Qaid. Daripada mengurus keluhan mendadak adik iparnya, Qaid lebih memilih untuk menyusun makanan yang telah ia buat ke dalam kotak bekal. Menghiasnya dengan secantik mungkin agar A'iza menyukainya. Ya, makanan yang Qaid buat dengan susah payah berdasarkan resep dari ibunya akan ia berikan kepada A'iza. Qaid juga ingin A'iza merasakan masakannya seperti ia yang sudah pernah merasakan masakan calon istrinya itu.
"Kok di masukkan ke dalam kotak bekal? Bang Qaid mau pergi? Atau makanannya untuk orang lain?" Tanya Zara yang ternyata masih berada di dapur. Qaid pikir adik iparnya itu sudah pergi dari area dapur saat ia sudah menjawab keluhan dari adik iparnya itu.
"Untuk calon istri saya," jawab Qaid sekenanya.
"Beruntung ya, A'iza, dicintai secara ugal-ugalan sama Bang Qaid. Beda banget sama Zaid. Zaid jarang menunjukkan kalau dia cinta sama Zara," keluh Zara lagi.
"Kamu bisa membicarakan keluhan ini dengan Zaid bukan dengan saya. Karena membicarakan keluhan kamu dengan saya tidak akan ada jalan keluarnya." Balas Qaid yang berjalan menuju keluar dapur. Namun saat langkahnya melewati Zara, wanita itu tiba-tiba saja menahan pergerakan Qaid dengan memegang pergelangan tangan Qaid. Hal itu membuat Qaid menjadi sangat murka.
"Lancang kamu!" Teriak Qaid di hadapan wajah Zara yang membuat wanita itu seketika terkejut.
"Jangan berpikir kamu adik ipar saya kamu bisa menyentuh saya sesuka hati kamu! Setelah ini saya harap kamu bisa menjaga tangan kamu dan menjauhkan tangan kamu dari tubuh saya. Karena saya tidak akan pernah ridho jika tubuh saya di sentuh sama perempuan yang bukan istri dan mahram saya. Paham kamu!" Tegas Qaid. Dengan wajah memerah menahan amarah, Qaid berjalan meninggalkan Zara yang masih syok di tempatnya. Bahkan saat Qaid berpapasan dengan Zaid, lelaki itu hanya melewati adiknya dengan begitu saja. Membuat Zaid merasa heran dengan tingkah abangnya yang tiba-tiba saja tak menghiraukannya apalagi ditambah dengan wajah Qaid yang terlihat begitu marah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Berseminya Cinta Di Bawah Kubah Mesjid.
RomanceIni kisah A'iza yang tanpa sengaja bertemu dengan Qaid si laki-laki paham agama yang sering melaksanakan sholat berjamaah di mesjid yang sama dengannya. Pertemuan tanpa sengaja itu pada akhirnya membuat mereka terus-menerus bertemu di tempat yang sa...