6. Familiar

1.3K 213 58
                                    

Arthur membaca kertas-kertas ditangannya dengan seksama, di sampingnya Saveri dan Savian sibuk memakan biskuit mereka.

"Jadi bagaimana? Apakah tertarik untuk membeli ruko ini?" Seorang pria paruh baya duduk di sofa dengan Arthur.

Arthur menghela napas dan menganggukkan kepalanya, "Ya, saya jadi membeli ruko ini." Arthur mengambil amplop kuning yang dia bawa.

Arthur saat ini sedang ingin membeli sebuah ruko yang cukup besar, niatnya dia ingin mulai membangun sebuah usaha.

Arthur berniat membangun usaha sembako, untuk menjadi sumber pemasukannya.

Belakangan ini, dari ingatan Arthurias, uang yang dikirimkan ayahnya mulai berkurang sedikit demi sedikit. Meskipun uangnya tetap terhitung banyak, tetap saja berkurangnya uang itu menjadi pertanda kalau ada sesuatu yang tidak beres yang menyebabkan uang yang dikirim berkurang. Entah usaha ayahnya yang sedang lesu, atau keluarga baru ayahnya yang menyuruh.

Karena itulah Arthur ingin memutarkan uang yang diberikan ayahnya, setidaknya jika hal buruk benar-benar terjadi, Arthur masih memiliki usaha yang bisa dijadikan sumber pemasukan.

Arthur juga harus memikirkan adik-adiknya, juga hidupnya setelah lulus SMA nanti. Arthur ingin masuk ke universitas, tapi jika ekonominya goyah Arthur mungkin harus terpaksa langsung bekerja demi adik-adiknya.

Arthur bersalaman dengan si mantan pemilik ruko. Setelah pemilik ruko sebelumnya pergi, Arthur mengedarkan pandangannya mengecek seisi ruko.

"Abang..."

Arthur menunduk merasakan tarikan pada ujung bajunya, Saveri. Arthur tersenyum, "Ya?"

"Abang kenapa beli rumah ini?" Saveri memiringkan kepalanya dengan bingung.

"Iyaaa, mana mahal lagi." Savian ikut menatap Arthur bingung.

Savian heran, padahal dengan uang sebanyak itu, mereka bisa pergi jalan-jalan, makan makanan enak, dan banyak kebutuhan lainnya. Kenapa malah beli rumah baru? Kan rumah mereka juga sudah ada.

Arthur mencubit pelan pipi Saveri dengan gemas, "Ini ruko, bukan rumah. Abang beli ini karena abang mau bangun usaha, jelas dong harganya mahal, tapi itu akan terbayar kalau usaha abang nanti sukses."

"Abang memang mau bikin usaha apa? Terus kenapa bikin usaha? Kitakan udah kaya?" Savian bertanya beruntun.

Arthur lalu berjongkok, dia memegang bahu kedua adiknya, "Tidak selamanya keadaan kita akan baik-baik saja, jadi kita tidak boleh terus merasa nyaman dengan keadaan kita sekarang..."

Arthur menarik napasnya dalam, "Abang sebenarnya gamau bilang masalah ekonomi ke kalian, tapi kalian juga berhak untuk tau. Belakangan, uang yang ayah kirimkan mulai berkurang. Uang yang dikirimkan memang tetap besar, tapi kalau berkurang terus, nanti akan tambah sedikit hingga tidak lagi cukup untuk hidup kita. Entah apa yang terjadi pada ayah, tapi yang pasti kalau itu terus berlanjut, dan kita tidak memiliki persiapan apapun, itu akan jadi masalah untuk kita.

Karena itulah abang ingin memutar kembali uang yang kita punya, agar jika uang yang ayah kirimkan tidak lagi mencukupi, kita masih punya pemasukan lain."

Savian dan Saveri terdiam mendengar ucapan abang mereka. Mereka langsung paham pada inti masalahnya.

"Maaf... Tadi Vian udah nanya begitu." Savian menundukkan kepalanya, merasa bersalah karena sudah mempertanyakan tindakan sang kakak.

Arthur terkekeh, dia menggasak rambut Savian, "No... Vian gausah minta maaf. Abang justru seneng kalau Vian nanya begitu, itu artinya Vian aware sama keadaan kita, makanya Vian gamau abang menghambur-hamburkan uang."

Arthurias : Soulmate Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang