cerpen 10

7 1 0
                                    

Kamp Latihan

Suasana di sekolah terasa berbeda hari itu. Pembina pramuka berjalan dari satu kelas ke kelas lain, mengumumkan acara perkemahan Sabtu-Minggu (Persami) yang sudah lama ditunggu-tunggu oleh siswa kelas satu. Bima, seorang anak yang aktif dan selalu bersemangat dalam kegiatan pramuka, tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya.
"Hari ini kita akan berangkat untuk persami! Pastikan kalian sudah mempersiapkan perlengkapan dengan baik," ujar sang pembina saat memasuki kelas Bima.

Ketika waktu keberangkatan tiba, Bima dan teman-temannya berbaris di halaman sekolah, lengkap dengan ransel besar di punggung. Wajah-wajah mereka penuh antusiasme, menantikan petualangan di alam terbuka. Bus yang akan membawa mereka ke lokasi perkemahan sudah siap di depan gerbang.

Setibanya di lokasi, para siswa langsung bersiap mendirikan tenda. Lapangan rumput hijau di kaki bukit tampak seperti tempat yang sempurna untuk perkemahan. Setelah beberapa saat, tenda-tenda mulai berdiri tegak. Namun, setelah semua persiapan selesai, rasa bosan mulai muncul. Bima merasa aktivitas mendirikan tenda tak cukup untuk menyalurkan semangatnya.
"Eh, kita keliling desa aja yuk," ajak Bima kepada teman-temannya, yang setuju tanpa ragu.

Mereka berjalan keluar area perkemahan dan mulai menjelajahi desa sekitar. Setelah beberapa menit berjalan, mereka menemukan sebuah lapangan tanah kosong dengan beberapa gawang kayu sederhana di ujungnya. Tanpa berpikir panjang, Bima dan teman-temannya mulai bermain sepak bola di sana.

Tiba-tiba, sekelompok anak desa muncul dan mendekat. "Hei, ini lapangan kami! Kalian nggak boleh main di sini," salah satu anak desa berkata dengan nada tinggi.
Bima dan teman-temannya, yang tak ingin mencari masalah, segera bersiap untuk pergi. Namun saat mereka berbalik, seorang anak desa tiba-tiba mengejek. "Huh, dasar anak kota. Nggak bakal bisa main bola di lapangan ini!"

Mendengar ejekan itu, Bima merasa tersinggung. "Siapa bilang kita nggak bisa main di sini? Kalau berani, ayo kita tanding!" Anak-anak desa tertawa kecil. "Oke, kita terima tantangannya!" Pertandingan sepak bola pun dimulai.

Sejak peluit ditiup, anak-anak desa langsung mendominasi. Lapangan yang tidak rata, penuh batu dan debu, tampaknya sangat familiar bagi mereka. Mereka bergerak lincah, sementara Bima dan timnya sering kali kehilangan keseimbangan. Skor cepat berubah menjadi 2-0 untuk anak desa. Namun, Bima tidak mau menyerah. "Kita nggak bisa kalah kayak gini. Kita harus belajar adaptasi," bisiknya kepada teman-temannya. Pelan-pelan, tim Bima mulai menemukan cara untuk bermain di lapangan yang asing itu. Serangan mereka mulai terorganisir, dan sedikit demi sedikit mereka menyusul skor. Bima, dengan kecepatan dan kecerdasannya di lapangan, berhasil mencetak gol pertama untuk timnya. Skor jadi 2-1. Semangat tim pramuka pun meningkat. Mereka terus menyerang dengan percaya diri. Tidak lama kemudian, Bima mengoper bola kepada rekannya, dan gol kedua berhasil dicetak. Skor menjadi imbang, 2-2.

Pertandingan semakin seru. Di menit-menit terakhir, Bima mengontrol bola dengan cerdik dan menendangnya keras ke arah gawang. Gol! Tim Bima menang 3-2.
Setelah pertandingan selesai, anak-anak desa yang awalnya tampak sombong kini tersenyum. "Kalian ternyata hebat juga," kata salah satu anak desa sambil mengulurkan tangan. Bima dan teman-temannya menerima salam itu dengan senang hati. "Terima kasih. Ternyata kalian juga jago main di sini."

Setelah perkenalan singkat, mereka sepakat untuk bertanding lagi di lain waktu. Pertandingan yang awalnya penuh ketegangan berubah menjadi awal persahabatan baru antara tim pramuka dan anak-anak desa.
Mereka kembali ke perkemahan dengan hati penuh kemenangan, bukan hanya karena berhasil memenangkan pertandingan, tetapi juga karena berhasil menjalin hubungan baik dengan anak-anak desa. Hari itu menjadi kenangan yang akan selalu diingat Bima dan teman-temannya.

Cerpen (Kumpulan Cerita Pendek) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang