cerpen 12

6 1 0
                                    

Bulu kecilku

Ramainya suasana pasar menjadi keindahan tersendiri untuk jantung kota. Pembeli yang menawar, pedagang yang berkelakar, sampai kurir yang mengantar. Semua kebisingan menjadi alunan lagu yang menghidupkan roda perekonomian. Di tengah kebisingan menggema suara tangis dari seekor hewan berbulu, kecil mungil dan kelaparan. Sang hewan menangis memanggil ibunya, "meow... Meow". Sang ibu yang ia cari tak kunjung datang, perut yang semakin mengkerut membuat sang hewan kehilangan daya juang.
Roda waktu terus berjalan, tanpa mengkhawatirkan sang hewan. Sang hewan berjalan kesana kemari, menangis dan menahan rasa lapar. Sesekali ia memungut sisa makanan yang berceceran di jalanan, namun tiada yang bisa ia makan. Terbaringlah ia di atas keranjang seorang pedagang. Di dalam dunia mimpi sang hewan dihadapkan sebuah ikan yang sangat besar, dengan rakus ia melahap ikan tersebut. Aroma dan rasa ikan yang dimakan begitu nyata sampai pada akhirnya ia terbangun dari mimpi dan menemukan dirinya sedang menggigit kakinya sendiri. Ternyata kotoran yang menempel di kakinya adalah potongan daging ikan yang hancur. Namun ia tidak mencium aroma yang ia rasa pada mimpi, lalu ia menengok ke kanan kiri dan ditemukannya seekor ikan yang menindih nasi sayur pada sebuah piring. Mendekatlah sang hewan pada piring tersebut, dari arah belakang sebuah tangan bergerak cepat untuk mengamankan ikan dari jangkauan sang hewan, "Meow... Meow. " Pinta sang hewan. "Hush... Hush... " Usir pemilik tangan yang mengamankan ikan tersebut. Diriku yang melihat hal tersebut menghampiri mereka berdua. "Dia kenapa pak? ". Tanyaku sembari menunjuk sang hewan. " Dia mau memakan pesanan bapak". Jawabnya sembari menyodorkan makanan tersebut kepadaku. "Owh, tidak apa pak, saya memang memesan ikan tersebut untuk dia." Jelasku. Digelengnya kepala sang bapak tujuh kali sembari meninggalkan aku ke warungnya. Aku lalu mengambil ikannya dan memotongnya kecil kecil, agar sang hewan dapat memakan ikan tersebut. Sang hewan yang sedari tadi menangis langsung terdiam ketika ikan yang ia impikan datang menghampiri. Sang hewan mengendus dan menjilati terlebih dahulu, karena takut kalo ia sedang bermimpi lagi. Ternyata ikan yang sedang di hadapannya sekarang benar sebuah ikan. Ia lalu menyantap ikan tersebut dengan lahap. Setiap gigitan dan kunyahan memberikan tenaga bagi sang hewan. Sedikit demi sedikit semangat sang hewan mulai bangkit dan wajah riang pun terbit pada wajah sang hewan. Setelah selesai menyantap ikan sang hewan berjalan menuju meja yang sedang aku gunakan untuk sarapan. Ia menempelkan kepalanya pada kakiku, berharap ia akan diberi ikan lagi. Namun aku hanya mengelus-elus kepala sang hewan sembari menyodorkan gelas plastik berisi air. Sekali lagi sang hewan mengendus dan menjilati terlebih dahulu apa yang ada di hadapannya. Awalnya ia takut dengan benda yang ada di hadapannya, namun begitu lidahnya menyentuh ia langsung dengan cepat mengambil sebanyak-banyaknya air yang ada di gelas plastik tersebut. Rasa haus dan lapar kini telah menghilang dari tubuh sang hewan, tersiram guyuran kebaikan. Kini sang hewan tertidur pulas, menikmati kesejukan angin yang mengalir pada dirinya.
Hari demi hari ia lalui dengan mengejar diriku, meminta jatah makan seperti layaknya anak yang meminta makan kepada ibunya. Akupun dengan senang hati memberikan setiap jatah makanku kepada sang hewan sampai kejadian tidak mengenakan menimpa sang hewan.
Kejadian bermula saat aku ingin memberi makan kepada sang hewan. Namun sang hewan hanya diam dan tidur kembali ketika makanan aku sodorkan kepadanya. "Mungkin ia sudah diberi makan oleh orang lain dan tidur karena kenyang" Batinku. Lalu aku memberikan makanan tersebut ke kucing yang lain dan pergi pulang.
Keesokan harinya aku menemukan sang hewan masih di tempat yang sama dan enggan untuk bergerak. Kuangkat, aku usap, sampai aku suapi sang hewan dengan air agar sang hewan terbangun dan bersemangat kembali. Namun sang hewan kembali tidur dan mengeluarkan suara serak pada mulutnya. Seakan ia menderita sakit sampai enggan untuk bangun dari tempatnya. Melihat hal tersebut aku sangat khawatir, dan membawanya menuju klinik hewan. Sesampainya di sana aku langsung menuju meja pendaftaran, dan disambut hangat oleh seorang wanita yang bertugas pada meja tersebut. Aku menjelaskan secara singkat maksud dari kedatanganku, lalu sang wanita pun mempersilahkanku masuk ke ruang pemeriksaan. Setelah memasuki ruangan kuserahkan sang hewan kepada sang wanita, untuk ditest dan dicek apa yang sedang terjadi kepada sang hewan. Roda waktu berjalan sangat lambat, membuat kesabaranku memuncak. Setelah melewati masa pemeriksaan, sang wanita melaporkan hasil dari pemeriksaannya. Diduga sang hewan menderita patah atau retakan pada tulang lehernya, yang membuat ia kesakitan dan tidak bisa mengangkat kepalanya. Sang wanita pun memberi obat penguat tulang pada leher sang hewan, agar sedikit membantu saat ia mengonsumsi makanan. "Tiga hari lagi coba bawa ke sini ya pak, untuk melihat perkembangannya". Ucap sang wanita. Dengan penuh rasa percaya aku menganggukkan kepala. Setelah selesai berobat aku membawa pulang sang hewan ke rumahku, takut bila keadaan sang hewan menjadi lebih parah.
Daun pintu kubuka, sang hewan kuletakkan dengan hati hati. Lalu aku meracik makanan yang sekiranya nyaman untuk dimakan sang hewan. Aku suapi dengan perlahan, agar sang hewan tidak merasakan sakit. Walaupun sang hewan enggan, aku tetap menyuapinya agar sang hewan dapat pulih kembali. Setiap beberapa jam sang hewan menangis, dan mencoba menggerakkan kepala. Namun kepala sang hewan belum sama sekali bergerak. Aku merasa sedih dan kasihan melihat sang hewan. Aku lalu mencoba membantu sang hewan berdiri, agar sang hewan dapat merasakan sedikit semangat di hidupnya.
Hari berganti hari aku tetap setia untuk mengobati sang hewan, walaupun sesekali aku tinggal untuk berjualan, namun selain itu aku terus merawat sang hewan. Sampai suatu ketika aku menemukan sang hewan sedang tergeletak basah kuyup, karena kotoran sang hewan sendiri. Aku membersihkan tubuh sang hewan dan mengelap lantai yang terkena kotoran sang hewan. Ketika aku membersihkan tubuh sang hewan, kulihat tubuh sang hewan yang semakin kurus dan lemah tidak berdaya. Hatiku semakin cemas "apakah engkau sudah tidak kuat lagi? " Batinku. Aku usap, aku elus, sampai sang hewan sedikit merasakan kenyamanan. Aku meletakkan kembali sang hewan. Lalu aku menyiapkan makanan untuk sang hewan. begitu aku membuka ransel, ternyata aku lupa untuk membeli makanan untuk sang hewan, Lalu aku bergegas pergi untuk membeli makanan. Namun saat itu sang hewan terlihat aneh, wajahnya begitu sedih sampai air mata sang hewan mengalir keluar. Aku mengusap dan mengelus wajahnya "sebentar ya, aku belikan makanan dulu". Ucapku.
Hati yang tenang seperti aliran sungai bergerak menuju muara kedamaian. Hati yang tenang itu mendadak berguncang, merobohkan semangat juangku. Aku melihat sang hewan tergeletak tak bergerak. Aku sentuh dan usap sang hewan, namun tidak ada respon. Sejenak aku terdiam, tidak menyangka hari ini datang juga. Hari di mana aku harus merelakan sang hewan pergi, ke tempat yang lebih nyaman dan indah untuk sang hewan. Kuangkat tubuh sang hewan dengan hati ikhlas, karena pada akhirnya ia akan pergi juga, pergi meninggalkan dunia untuk selamanya.

Cerpen (Kumpulan Cerita Pendek) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang