Sambil terduduk memeluk lutut di cabana tepi kolam, Sarah memandangi Isak dan Viktor yang antusias memasang proyektor dan laptop untuk memutar film. Dia menyesal sekali keceplosan soal bioskop kamar di depan Lukas siang tadi.
Meski begitu, dia sedikit bersyukur karena uang sewa bakal ditanggung Hans. Termasuk biaya sewa kemarin, karena mereka memperpanjang sewa proyektornya sampai akhir pekan.
Hans, malam itu sudah kembali ke vila. Sambil duduk di cabana satu lagi, terlihat serius memilih-milih film di laptop. Sesekali melihat pantulan proyektor di dinding, memastikan gambarnya sudah cukup bagus. Langit sudah gelap, pantulan cahaya proyektor pun tampak lebih jelas. Apalagi jika lampu sekitar dimatikan.
Sarah berpikir, tidak buruk juga menonton "layar tancap" di ruang terbuka begini. Cuaca Ubud juga sedang bagus dan ada bintang-bintang bertaburan di langit, meski tidak banyak.Beth duduk di samping Hans. Sedikit berjarak dan tidak bicara sepatah katapun dari tadi. Meski Beth memang orangnya tak banyak bicara, gerak-geriknya jelas menunjukkan ada yang tidak baik-baik saja. Bahunya juga tampak tegang penuh kewaspadaan.
Sarah tak bisa menahan diri untuk bolak-balik melirik ke sana, penasaran dengan hubungan Beth dan Hans setelah kejadian tadi siang. Dia juga mengkhawatirkan Beth karena mereka berdua masih tidur satu kamar. Ia berpikir untuk menanyakannya sebelum pergi tidur, siapa tahu Beth mau bertukar tempat dengan Alex.
Ah, Alex. Sarah kembali kesal mengingat Alex yang seolah masih tidak memercayai ceritanya.
"Maaf, ya," kata Alex tiba-tiba dengan suara yang dipelankan. "Besok kita bisa kembali ke bioskop mini lagi kan, pinjam proyektor yang lain?"
Sarah tersenyum masam. "Tidak perlu. Kita nonton bareng yang lain saja di sini."
"Hm, oke," jawab Alex singkat, membuat Sarah sedikit sebal mendengarnya.
"Lagipula nggak usah minta maaf. Aku juga keceplosan tadi. Dan kita lupa mematikan proyektor waktu Viktor datang," jawab Sarah, Alex mengangguk.
"Yeaaah!! Berhasil," mendadak Viktor memekik. Perhatian Sarah dan Alex kembali pada proyektor. Rupanya Viktor dan Isak berhasil menyambungkan proyektornya dan film yang dipilih Hans bisa diputar dengan lancar. Ternyata Hans memilih film thriller klasik, Halloween.
"Lho, kok putar film begini?" sahut Isak.
"Kenapa? Di laptop ini tidak banyak film," tanya Hans.
"Pilih apa saja asal jangan yang begini."
Viktor mengernyit. "Kenapa? Kau takut??"
"Kau tahu kan aku tidak suka darah," jawab Isak.
"Ini kan cuma film," kata Viktor lagi.
"Tapi aku tidak tega lihat orang disiksa-siksa begitu."
Di tengah perdebatan Viktor dan Isak, ponsel Sarah bergetar. Ada sejumlah pesan masuk berderet yang ternyata lupa tak terbaca.
Salah satu di antara pesan berderet itu dari kakaknya, Dina.
"Sarah, persiapan nikahan kakak kayaknya harus dipercepat. Mamanya David mau pengobatan di KL awal Juli. Jadi sebelum pergi pengen semuanya udah beres. Kamu bisa minggu depan pulang buat bantu-bantu? Kalo bisa, kakak bantu pesenin flight."
Dahi Sarah berkerut membacanya. Otaknya berpikir keras mencari alasan agar bisa di Ubud sedikit lebih lama.
Pesan lainnya dari dua sahabatnya sejak SMP, Karin dan Elsa. Pesan dari mereka ternyata masuk kemrin. Dua-duanya juga menanyakan kapan Sarah pulang ke Jakarta. Dia langsung ingat obrolannya di telepon dengan Karin beberapa minggu lalu, ketika dia belum lama di Bali. Sarah janji pulang untuk ikut foto bersama sahabat-sahabatnya itu karena Lia, salah satu di antara mereka baru saja diwisuda.

KAMU SEDANG MEMBACA
Roommates for 30 Days
Любовные романы[21+] (PREKUEL "My Client is My Ex-FWB] Di sela jeda kuliahnya, Sarah menghabiskan waktu selama 30 hari tinggal bersama Alex, laki-laki yang dikenalnya di dunia maya, serta lima orang teman Alex yang lain di sebuah vila di Bali. Tanpa ikatan apapun...