Yang Lalu

233 11 1
                                        

"Kenapa, kau memasang foto-foto itu?"

Pertanyaan Alex seolah menggema di kepala Sarah. Tiba-tiba ruangan rasanya hening, padahal film yang mereka tonton masih diputar.

Langit semakin gelap karena malam kian dekat. Gambar yang dipantulkan ke dinding lewat proyektor pun seolah makin nyata.

"Kenapa kau pasang foto....foto-foto telanjangmu sendiri di situ?" tanya Alex lagi, bahkan sebelum Sarah berniat untuk menjawabnya.

Sarah bisa merasakan sepasang mata coklat kehijauan itu kini menatap dirinya. Menanti jawaban. Sekuat tenaga dia menahan diri untuk tak menoleh balik.

"Sudah jelas, bukan?" jawab Sarah sambil tersenyum getir, dengan mata masih menatap ke depan.

Alex tak langsung menjawab, paham bahwa Sarah memang punya libido yang tinggi. Saat ini masih seperti itu.

Meski hanya jeda sebentar, menanti respons Alex terasa seperti berjam-jam bagi Sarah.

"Apa kau tidak takut?" tanya Alex. "Misalnya ada orang yang menyebarkan foto-fotomu atau menggunakannya untuk hal-hal buruk?"

Sarah menggeleng dengan ragu. Pertanyaan itu sebetulnya sering mmuncul di kepalanya sendiri. "Tidak ada wajahku di foto. Terserah saja mau orang-orang apakan itu... Mereka tidak kenal aku, aku tidak kenal mereka."

Pandangan Alex lalu kembali berpindah ke layar.
Mereka sama-sama kembali mengikuti cerita meski sudah tak lagi fokus. Bagi Sarah, suara bising dari film itu sedikit membuatnya lebih tenang untuk membicarakan topik-topik pribadi dan sensitif seperti ini. Keberanian untuk bicara lebih banyak pun muncul.

"Kau tahu... Gara-gara itu juga aku jadi mengerti, orang bisa aneh-aneh kalau sedang horny," Sarah melanjutkan dengan suara parau, tidak ada kesan keriangan yang biasa ditunjukannya.

"Seorang follower pernah mencetak fotoku, dari leher sampai pinggang. Tanpa pakai apa-apa. Eh, kurasa foto itu juga pernah kukirimkan padamu," lanjutnya, kini bicara lebih lancar. "Orang itu bukan pamer karena sudah mencetak fotoku. Tapi dia mau menunjukkan foto itu sudah berlumuran cairan putih. Yah, kau tahu kan apa itu? Hampir tertutupi seluruhnya. Dia pakai fotoku untuk masturbasi. Dia bilang itu."

Alex diam. Memberikan ruang bagi Sarah untuk cerita lebih panjang. Dia sangat ingin merespons, tapi isi pikirannya campur aduk. Banyak yang ingin ditanyakan, tapi berujung tak menyampaikan apa-apa.

"Kau tahu apa reaksiku saat itu?" tanya Sarah. "Pura-pura kaget. Entah kenapa, saat itu, hal-hal begitu nggak membuatku jijik, malah semakin ketagihan. Adrenalinku rasanya terpacu. Aku juga heran. Mungkin aku haus perhatian? Aku suka orang-orang mengagumiku...maksudku, tubuhku. Meskipun kedengarannya menjijikan. Apa aku aneh?"

Keadaan hening sejenak. Sarah tahu pertanyaan tadi bukan untuk dijawab dan tidak perlu jawaban juga. Dia cuma ingin cerita banyak pada laki-laki dari dunia maya yang sudah cukup lama dikenalnya itu.

"Dan dia..bukan satu-satunya. Ada banyak foto dan video sejenis. Aku bahkan sampai bosan lihat foto penis," Sarah tertawa miris. "Tapi saat itu aku malah ingin mencoba lebih banyak hal lagi. Entah kenapa. Mungkin karena aku tidak benar-benar merasakan fisiknya? Tidak ada yang saat itu menyentuhku secara fisik. Fantasi-fantasi itu cuma ada di kepalaku."

Mereka lalu hening lagi. Kali ini agak lama, lebih dari dua menit. Langit di luar sudah semakin gelap. Hanya sinar dari pantulan proyektor yang menyinari ruangan kamar mereka.

"Aku...minta maaf. Minta maaf kalau itu membuatmu jijik.. Aku cuma ingin cerita," ucap Sarah, kemurian menoleh ke arah Alex. Tatapannya berbalas, tapi Alex tak menjawab apa-apa. Hanya menggelengkan kepala lalu tersenyum tipis.

Roommates for 30 Days [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang