Sore harinya, semua orang berkumpul di depan kolam renang, menyaksikan film. Aktivitas yang sudah mereka lakukan selama beberapa hari terakhir. Suara speaker bising memenuhi vila dengan adegan di film action yang mereka tonton.
Di sela menonton, Sarah beberapa kali mencuri pandang ke arah Lukas. Mengumpulkan keberaniannya untuk bilang bahwa ia terpaksa sudah cerita soal Beth pada Alex. Dia mengabaikan pesan Lukas beberapa hari lalu untuk tidak cerita pada siapa-siapa. Tapi sedari tadi, Isak terus duduk di sebelah Lukas dan Sarah tidak mungkin membahasnya di depan Isak.
Setelah 15 menit berlalu, Isak bangkit dari tempat duduknya di cabana itu untuk mengambil bir lagi. Sarah perlahan bergeser dan mengisi tempat tersebut, sambil memastikan yang lain tak memerhatikannya. Ia lalu menyapa Lukas.
"Hi," sapa Lukas ramah, seperti biasa. Poni tipis yang membingkai mata coklatnya bertiup-tiup lembut tersapu angin sore. "Sudah selesai dengan pekerjaanmu?"
"Hmm, yup," jawab Sarah singkat, enggan memancing obrolan bahwa itu hari terakhirnya bekerja paruh waktu.
Mereka hening sesaat. Pandangan Lukas lurus ke arah layar sembari sesekali menyesap tehnya. Sementara Sarah, pura-pura fokus pada layar meskipun kepalanya sedang merangkai kata-kata yang tepat. Dengan gugup ia memainkan ujung-ujung jarinya sendiri.
"Uhm, Lukas."
"Ya?"
"Aku..mau minta maaf," kata Sarah dengan volume suara yang dikecilkan. Kedua matanya kembali melihat sekeliling, memastikan tidak ada yang memerhatikannya.
"Untuk?" dahi Lukas mengerut heran.
"Aku...cerita soal Beth pada Alex."
"Oh," mata Lukas sekilas membesar, sebelum kembali tenang. Seolah sudah menduga hal itu sebelumnya, tapi ada sedikit rasa kecewa.
"Cuma "oh" saja?"
"Lalu harus apa?" Lukas terkekeh.
"Maksudku, maaf karena aku sebelumnya janji merahasiakan dulu soal ini pada Alex?"
"Yup. Aku cuma menyarankanmu. Tapi aku tahu kau pasti tak tahan menceritakannya pada Alex."
"Begitu? Maaf, ya."
"Hei, tak usah khawatir," ucap Lukas. "Lalu apa katanya?"
"Aku membujuknya untuk bilang pada Hans soal ini, dan yah, sebenarnya jauh sebelum kemarin itu aku sudah pernah bilang. Tapi dia menolak. Kemarin juga begitu. Dia bilang itu urusan pribadi, dia mau jaga perasaan dan suasana, apa lah. Katanya itu baru mungkin ditanyakannya setelah pulang ke negara kalian."
"Tidak terlalu salah," Lukas mengangkat bahunya.
"Kenapa??"
"Kalau Alex mengonfrontasi Hans, barulah aku akan heran. Itu hal yang hampir tidak mungkin dilakukan oleh seorang Alex."
Sarah melempar pandangan heran pada Lukas. Kedua bibir mungilnya membuka seolah mau bicara sesuatu, tapi urung dilakukannya. Sementara air muka Lukas tampak santai saja.
"Maksudku, jawaban itu bisa dipahami," lanjut Lukas mengklarifikasi. "Dan, yah, kita bisa santai untuk sementara waktu karena sepertinya mereka sedang baik-baik saja."
"Siapa? Beth dan Hans?"
Lukas mengangguk. "Mungkin saat ini kita bisa tidak khawatir dulu. Mereka tampak sudah memperbaiki hubungannya dan mesra lagi."
"Bagaimana kau tahu?"
"Kau lupa keduanya temanku?"
"Ah..benar juga," Sarah mengangguk dan mengatupkan bibirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Roommates for 30 Days
Romansa[21+] (PREKUEL "My Client is My Ex-FWB] Di sela jeda kuliahnya, Sarah menghabiskan waktu selama 30 hari tinggal bersama Alex, laki-laki yang dikenalnya di dunia maya, serta lima orang teman Alex yang lain di sebuah vila di Bali. Tanpa ikatan apapun...