🍁051🍁

1.2K 174 7
                                    

"Dad, masih hidup kan?" tanya Aqua dengan nada malas sambil melihat ke arah Clovis yang terbaring di atas meja operasi.

Cedric, yang sedang bersiap untuk memulai operasi pada tangan Clovis, melirik sekilas ke arah putranya tanpa mengubah ekspresi seriusnya. "Dia hanya terluka di bagian tangan. Kenapa kamu di sini? Keluar sana. Ini bukan tempat untukmu," ucap Cedric tegas, dengan nada yang tak mengizinkan bantahan.

Aqua mendengus kesal, tapi dia tahu lebih baik untuk tidak membantah ketika ayah tirinya dalam mode profesional seperti ini. Dia berbalik keluar dari ruang operasi, menutup pintu dengan suara sedikit lebih keras dari yang seharusnya, lalu berjalan menuju lorong rumah sakit. Di sana, ia bertemu dengan saudara-saudaranya, yang baru saja tiba bersama para ayah mereka.

"Masih hidup?" tanya Dexter tanpa basa-basi, melirik ke arah Aqua dengan wajah datar.

"Masih," jawab Aqua datar sambil mengerutkan keningnya, tidak suka dengan nada tanya itu.

"Sayang sekali," balas Dexter sambil menampilkanwaja sendu yang langsung membuat Aqua mendidih. Tanpa berpikir panjang, ia melayangkan pukulan ke kepala Dexter.

"Aw!" keluh Dexter, memegangi kepalanya yang memerah akibat pukulan itu.

"Kamu nanya biar dapet mayat gratis, kan? Kurang ajar emang! Dasar anak satu ini!" seru Aqua kesal, matanya menyala-nyala menatap saudaranya.

Dexter tertawa kecil meski masih memegangi lengannya. "Kapan lagi dapet mayat pria cantik," katanya dengan nada tak acuh, meskipun dia sedikit mundur, takut mendapat pukulan lagi.

Aqua hanya memutar matanya, malas menanggapi lebih lanjut. Ia melirik ke arah pintu ruang operasi yang masih tertutup rapat, berharap semuanya segera berakhir dengan baik. Meski ia sering terlihat acuh, jauh di dalam hatinya, ia khawatir pada keadaan Clovis. Cedric memang dokter yang luar biasa, tapi situasi ini tetap membuatnya tak nyaman.

"Di mana Mommy?" tanya Verleon dengan raut wajah bingung, matanya mencari sosok ibunya yang tidak terlihat di sekitar mereka.

"Katanya ada urusan yang harus diselesaikan. Ada apa?" jawab Klause dengan nada acuh, pandangannya fokus pada luka di tangannya, seolah pertanyaan itu bukanlah hal penting.

Verleon mengerutkan dahi, sedikit ragu sebelum melanjutkan, "Apa wajah Daddy Clovis terluka?" tanyanya lagi, kali ini dengan nada lebih serius.

Klause mengangguk kecil. "Ya, ada sedikit goresan. Tidak parah," sahutnya datar, seolah luka itu bukan hal yang perlu dibesar-besarkan.

"Hmm... pantas saja Mommy marah," gumam Verleon sambil menyeringai, seolah ada sesuatu yang lucu dalam situasi itu.

Klause mengangkat alis, sementara Sebastian yang sejak tadi diam, kini menatap putranya dengan rasa penasaran. "Marah? Kenapa Mommy marah?" tanyanya, matanya menelusuri wajah Verleon, mencari jawaban yang tersembunyi di balik senyum anaknya.

Verleon terkekeh kecil sebelum menjelaskan, "Mommy itu sayang banget sama wajah cantik Daddy Clovis. Siapa pun yang berani merusak wajah Daddy pasti akan kena amukan Mommy." Ia berhenti sejenak, mengingat sebuah kejadian, lalu melanjutkan, "Kayak waktu itu, Daddy Klause gak sengaja melukai wajah Daddy Clovis, dan Mommy langsung menghukum Daddy Klause dengan 'puasa' sampai luka di wajah Daddy Clovis sembuh."

Verleon tertawa kecil mengingat peristiwa itu, sementara Klause mendesah panjang. Sebastian pun tersenyum samar, membayangkan bagaimana galaknya Virgo ketika melindungi Clovis dari segala bentuk cedera.

"Ya, aku ingat kejadian itu. Mommy kalian benar-benar gak main-main soal hal ini," gumam Klause, setengah menyesali insiden kecil yang ternyata berujung pada 'hukuman' yang cukup berat baginya.

Im Sorry I Cant be PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang