🍁055🍁

491 86 7
                                    

Clasia terkejut saat menemukan dirinya kembali bertemu dengan Virgo dalam mimpi. Pemandangan di sekitarnya terasa magis—Virgo duduk di atas batang pohon yang tumbang, dengan aliran air jernih mengalir di bawah kakinya. Udara terasa sejuk, dan langit di atas mereka memancarkan semburat cahaya keemasan senja.

"Biasanya, kalau di novel-novel ketemu cuma sekali. Kamu belum bisa naik ke surga?" tanya Clasia, menatap Virgo sambil merendam kakinya di aliran air yang menenangkan.

Virgo, yang tampak seperti sosok kuntilanak cantik dengan gaun putih panjang, hanya tersenyum. Aura angker dan misteriusnya kontras dengan keindahan wajahnya. Gaun putih itu berkibar lembut, mirip pakaian yang sering dipakai oleh sosok-sosok arwah dalam cerita horor.

"Banyak pertanyaan yang ingin kamu tanyain, kan?" tanya Virgo sambil tersenyum samar, suaranya tenang tapi menusuk seperti angin malam yang dingin.

Clasia mengangguk pelan. Ada begitu banyak hal yang ingin dia ketahui dari Virgo. Terutama tentang kehidupan Virgo dan hubungannya dengan keluarga mereka.

"Bagaimana dengan keluargamu?" Clasia bertanya, ingin tahu lebih banyak tentang hubungan Virgo dengan orang-orang yang seharusnya menjadi pelindungnya.

"Ah, keluargaku?" Virgo tertawa pahit. "Nggak ada yang bagus. Cuma Levi dan Noah yang benar-benar peduli padaku. Selain mereka? Anak perempuan seperti aku nggak pernah diinginkan. Kedua orang tua kita juga nggak peduli. Dan kakek tua itu—dia lebih baik mati saja. Dia benci banget sama aku. Kamu harus menjauh dari mereka, Clasia. Kalau mereka tiba-tiba jadi baik, percayalah, mereka cuma mau memanfaatkanmu," jelas Virgo dengan nada dingin dan getir. Senyumnya miring, seolah menyimpan kebencian yang mendalam.

Clasia merenung sejenak, mengingat apa yang dikatakan Levi. "Tapi Levi bilang, kakek tua itu yang mendanai pencarianmu selama ini. Dia ingin kamu kembali ke keluarga besar. Aku sih nolak tawaran itu, tapi menurut kamu gimana?" tanya Clasia sambil mengamati wajah Virgo yang kini tertawa sinis.

"Hahaha! Kakek tua biadab itu cari aku? Apa dia udah kena gegar otak?" balas Virgo dengan nada sarkastik, tawanya terdengar seperti cemoohan.

Clasia terdiam, heran melihat betapa dalamnya kebencian Virgo terhadap keluarganya. "Benci banget kamu kayaknya," gumam Clasia sambil menatap mata Virgo yang dingin.

"Ya iyalah. Aku selalu dihina, nggak dianggap, nggak dinafkahi, dan nggak diurus. Mereka emang nggak pernah nyiksa fisik, tapi mental aku tersiksa. Jujur, aku lebih benci keluarga besar daripada suami-suami kita. Jadi, bagus kalau kamu nggak nerima tawaran mereka," balas Virgo dengan kilatan kebencian di matanya.

Clasia bisa merasakan penderitaan yang disimpan oleh Virgo. Iris hijau Virgo memancarkan kebencian yang mendalam, seakan semua rasa sakit itu tak akan pernah hilang. Bunuh diri tampaknya adalah jalan terakhir yang Virgo pilih untuk mengakhiri semua penderitaannya.

"Kamu nggak bisa masuk surga gara-gara bunuh diri, kan? Makanya kamu masih di sini?" Clasia akhirnya menyuarakan pertanyaan yang terlintas di benaknya.

Virgo hanya mengangguk pelan. "Iya, nggak bisa masuk surga karena hal itu. Tapi waktuku di dunia ini juga nggak lama lagi. Aku memilih untuk bereinkarnasi di dunia lain. Dunia ini cuma kasih aku penderitaan," jelas Virgo, kali ini dengan nada lebih tenang. Tubuhnya mulai bergerak, berjalan di atas aliran sungai seperti makhluk dari dunia lain.

Clasia yang awalnya terpesona oleh keindahan sosok Virgo, tiba-tiba tergelak. "Keturunan Naruto kah? Kamu kayak ninja yang bisa jalan di atas air," selorohnya.

Virgo memutar bola matanya, "Seriuslah, Clasia!"

"Hehe, maaf. Oke, soal anak-anak kamu deh. Kamu nggak sayang mereka?" Clasia bertanya dengan penasaran.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 11 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Im Sorry I Cant be PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang