🍁047🍁

1.4K 154 2
                                    

Setelah pertempuran yang brutal di kota Betera, suasana hening menguasai medan pertempuran. Reruntuhan bangunan dan kendaraan lapis baja yang terbakar menciptakan lanskap apokaliptik, sementara Sebastian, Klause, Lucien, Cedric, dan Clovis berdiri dengan tubuh berlumur keringat dan darah musuh.

Mereka baru saja memenangkan pertempuran, tetapi perasaan tegang tak kunjung surut. Cedric mengamati puing-puing di sekitar mereka sambil mengatur napas, mencoba memulihkan tenaganya. "Ini terlalu mudah," gumamnya lirih, matanya tetap waspada.

Sebastian, dengan pedang masih di tangannya, melangkah maju dan memandang ke arah pusat kota Betera yang sekarang sunyi. "Betera seharusnya tidak jatuh secepat ini. Ada sesuatu yang lebih besar sedang menunggu kita."

Klause, yang berdiri di atap reruntuhan gedung, tiba-tiba merasakan getaran di tanah. Gerakannya cepat saat ia melompat turun, bergabung dengan yang lain. "Kalian merasakannya?" tanyanya dengan nada serius. "Ini bukan pergerakan biasa."

Tiba-tiba, udara di sekitar mereka berubah menjadi dingin. Langit yang sebelumnya cerah kini tertutup oleh awan hitam pekat, disertai suara gemuruh yang semakin keras. Dari arah horizon, sebuah siluet raksasa perlahan muncul. Sebuah pesawat induk raksasa, lebih besar dari apa pun yang pernah mereka lihat, melayang di langit, menutupi sinar matahari dan menciptakan bayangan besar di seluruh kota.

"Astaga... itu apa?" tanya Clovis, tertegun melihat ke arah benda tersebut. Pesawat induk itu dilengkapi dengan meriam laser besar yang tampaknya mampu menghancurkan seluruh kota dengan sekali tembak. Bentuknya seperti kapal perang luar angkasa yang dirancang untuk satu tujuan: memusnahkan.

Lucien mencengkram pistol berlapis emasnya lebih erat, matanya menyipit ke arah pesawat induk tersebut. "Ini adalah bagian dari pertahanan paling rahasia Levi, sesuatu yang bahkan kita tidak pernah dengar. Sepertinya dia serius kali ini."

Sebastian menggeram, menggenggam pedangnya lebih kuat. "Jadi ini ancaman sesungguhnya? Pesawat induk raksasa itu bukan halangan yang mudah dihancurkan."

Dalam hitungan detik, dari pesawat induk tersebut, ribuan drone tempur otomatis diluncurkan ke langit, masing-masing dilengkapi dengan senjata otomatis dan misil pintar. Mereka bergerak cepat, memenuhi udara seperti awan maut yang siap menghancurkan apa pun di bawahnya.

"Ribuan drone? Ini bukan pertarungan biasa lagi!" teriak Cedric sambil mengeluarkan pisau pendeknya. "Ini adalah perang total!"

Seketika, tembakan laser dan misil mulai menghujani mereka dari langit. Klause bergerak cepat, melompat di antara reruntuhan gedung dengan kelincahan luar biasa, menghindari tembakan dari drone-drone yang mengejar. Dengan akurasi mematikan, dia menembak jatuh drone satu per satu, tapi jumlah mereka seakan tak ada habisnya.

Sebastian, di sisi lain, dengan kekuatan brutalnya mengayunkan pedangnya ke arah drone-drone yang mendekat. Setiap tebasannya menghasilkan ledakan besar, menghancurkan drone dalam jumlah banyak sekaligus. Dia melompat ke sebuah bangunan yang masih berdiri, dari sana dia meluncurkan misil bazoka ke arah pesawat induk di atas.

Ledakan mengguncang langit saat misil itu menghantam salah satu sayap pesawat induk, tetapi itu hanya menggores permukaannya. "Sialan! Pelindungnya terlalu kuat!" geram Sebastian, frustrasi.

Clovis dengan cepat menunduk di belakang sebuah dinding, ponsel di tangannya sibuk meretas sistem pesawat induk tersebut. "Aku mencoba mematikan sistem pertahanan mereka, tapi ini bukan level yang mudah. Aku butuh waktu!" serunya sambil mengetik cepat di layar.

Di tengah kekacauan itu, Lucien dengan gesit berlari di antara ledakan-ledakan yang menghujani tanah. Setiap gerakannya terukur, ia menembak drone yang menghalangi jalannya dengan mudah. "Kita harus mencari cara untuk menjatuhkan pesawat itu sebelum seluruh kota berubah menjadi abu!"

Im Sorry I Cant be PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang