Concieve

2.6K 144 1
                                    

Setelah kelulusan Justin hari-hari kami tidak lagi sama. Justin berhasil untuk membuat Jeremy memberikannya kesempatan untuk memulai usahanya sendiri. Berkat saran dariku, akhirnya Justin bersama beberapa orang rekannya mulai membuka usaha otomotif -mengingat ia sangat suka mobil dan semacamnya. Oleh karena itu,sudah dua bulan terakhir Justin menghabiskan banyak waktu untuk kantor yang baru saja dibangun.

Sedangkan, aku mendapatkan pekerjaan impianku. Sudah 1 bulan aku bekerja untuk sebuah majalah fashion Amerika. Fancy. Aku mengisi salah satu rubrik khusus yang mengulas seri terbaru keluaran brand terkemuka atau ulasan dari peragaan busana dan semacamnya. Bisa dibilang aku masih asisten bagi penulis senior rubrik ini. Aku bekerja bersama Mrs. Arquette. Ia adalah seorang wanita berumur 40 tahunan yang bisa menjadi begitu pengertian dan mencintai kedisiplinan dalam bekerja. I could literally die with her so called deadline.

"Catania" panggil Justin dari dalam closetnya ketika aku sibuk menata rambutku.

"Yeah" balasku tidak sepenuhnya fokus.

"Dimana kau meletakkan dasi strip hitam milikku?" teriaknya masih dari dalam closetnya.

"Wait a minute" balasku.

"Catania"

"Just a sec"

"Catania. I'm in hurry"

"Cat-"

"Damn it,Justin"

Aku melepaskan satu tanganku yang sebelumnya berusaha menguncir satu seluruh rambutku, dengan cepat segera menghampiri closet Justin. Ia berdiri membuka salah satu lemari dasinya. Dan aku bisa melihat dasi itu berada tidak jauh dari tangannya berada saat ini.

"Here. Justin" Aku merengkuh dasi yang dimaksudnya dengan erat. Dan menariknya keluar dengan kasar."Here is your tie"

Justin memamerkan senyum tidak berdosanya dan aku menjadi kesal bagaimana ia bisa begitu menyebalkan hanya untuk memintaku mengambilkan dasi yang berada tepat didekatnya.

Aku menyipitkan mataku dan melipat kedua tanganku didada. "Kenapa kau mencari dasi ini? Aku sudah menyiapkan semua pakaianmu"

Justin menggedikan bahunya. "Aku tidak suka pilihanmu yang sebelumnya"

"Mulai besok kau tentukan sendiri pilihanmu!" aku tidak bisa menyembunyikan kekesalan dalam nada suaraku.

Justin terkejut -sangat terkejut dari reaksinya yang dengan sigap menahanku. "Woah. Easy there. How can you say that?"

"Kenapa aku tidak bisa berkata seperti itu?!Maksudku -kau bahkan sudah tidak menghargai usahaku. Aku telah menyiapkan seluruh pakaianmu. Hanya sekedar info aku tidak sekedar memasangkannya secara asal. Dan tiba-tiba kau mengganti dasinya hanya karena kau tidak suka. Tapi tidak sampai disitu,kau juga memintaku dengan tergesa-gesa untuk mengambilkan sesuatu yang bisa kau ambil sendiri hanya karena kau terlalu malas untuk mencarinya!"

Setelah secara tidak terkendali aku memprotes Justin. Aku melihat wajahnya akan reaksiku. Sesuatu yang mengatakan kebingungan. Seakan-akan kerutan dikeningnya mengatakan. 'Wow,ini hanya karena sebuah dasi. Sebuah dasi dan gadis ini menggila.'

Aku menjadi kesal pada diriku sendiri. Astaga,Justin pernah menolak pilihan pakaian yang aku siapkan dan aku sama sekali tidak keberatan. Tentu saja ia kaget dengan emosiku yang mendadak meledak.

Aku menghela nafas dan meraih dasi yang menggantung dileher Justin dan mulai menyimpulkan. "I'm sorry. I have cramp and backache since this morning.It just.... "

"Oh baby" katanya prihatin. "PMS-ing. I should know that. I'm sorry,okay?"

Aku bersyukur bagaimana secara ajaib Justin mengerti menanganiku ketika aku diserang PMS. Dia akan terbiasa dengan aku yang tidak sabaran atau menggerutu setiap saat. Ia terbiasa dengan perubahan moodku ketika PMS dan dia tahu bagaimana mengatasi ini.

The Heir On The WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang