Week 22

3.2K 134 23
                                    

Week 22

Catania Bieber

Suhu dikota Winnipeg kembali menurun hari ini. Ditambah langit yang enggan membiarkan sinar matahari menyelinap masuk diantara gumpalan awan membuat orang-orang berlalu lalang dibalik coat atau sweater yang mereka kenakan. Musim gugur benar-benar masa peralihan.
Dari balik jendela aku berdiri memperhatikan kumpulan pria keluarga Bieber menyebar dihalaman depan,membersihkan pekarangan dari daun-daun yang telah meluruh dari pepohonan.
Sudah 2 hari aku dan Justin berada di Winnipeg bersama dengan keluarga besar Justin berkumpul untuk merayakan ulang tahun kakek Bieber. Namun,ayah Justin baru akan tiba disini sore nanti.
Perayaannya sendiri akan diadakan malam ini. Sebuah makan malam khusus keluarga dipekarangan rumah, sangat sederhana. Sejujurnya aku tidak menyangka,aku kira keluarga Bieber terbiasa dengan perayaan besar dan mewah.

"Aku telah melakukan ini untuk waktu yang lama"
Aku menoleh, agak terkejut mendapati Rose —nenek Justin sudah berdiri disisiku.

"Melakukan apa?" tanyaku tidak mengerti.

"Melakukan ini"jawabnya masih menatap keluar jendela,pada keramaian dipekarangan. "Kau tahu?"

Ia beralih padaku sembari tersenyum."Setiap tahun dipenghujung musim gugur,aku selalu menyaksikan mereka dari jendela ini. Justin dan saudara-saudaranya sibuk mengumpulkan daun-daun kering yang berserakan"

Pandanganku beralih memperhatikan Justin memegang garpu taman  mengais-ngais daun kering dan menumpukkannya pada gundukan besar ditepi pekarangan.

"Sepertinya baru kemarin aku melihat kumpulan anak laki-laki berlari dan sekarang mereka sudah menjadi kumpulan pria"lanjutnya lagi.

Aku mengerti,saat ini aku membayangkan jendela dihadapanku bagaikan layar TV yang memainkan kilasan ingatan nenek Justin dan pasti ia menyadari betapa banyak waktu telah terlalui.

"Setiap tahun selalu ada yang berbeda. Dan kurasa beberapa tahun mendatang dia akan ikut menghiasi pemandangan ini" Rose tersenyum penuh,tertuju kearah perutku untuk sesaat.

Ucapan Rose menghadirkan senyum ketika aku mencoba membayangkannya. Secara otomatis aku melakukan hal yang akhir-akhir ini sering kulakukan,menempatkan kedua tanganku disekitar perutku.

"Kuharap aku masih ada untuk melihat hal itu terjadi" imbuhnya tertawa rendah.

"Of course you will be there,grandma" balasku tersenyum menatap Rose dengan yakin,sementara kedua ujung mataku bergejolak untuk menitikan air mata.

Rose merangkul bahuku,ia kembali mengulas senyuman lembut dan mengungkapkan hal yang menyentuhku sebelum ia berlalu dariku

"Aku sangat bahagia karena Justin mendapatkanmu,Catania"

Tak lama berselang, Justin menghampiriku yang masih berdiri didepan jendela.Dengan sibuk ia menggosok kedua telapak tanganya. Ia sudah melepaskan kedua sarung tangan dan beanie yang sebelumnya melekat ditubuhnya.

"Diluar dingin sekali"komentarnya sembari meniup-niup kepalan tangannya.

Wajah Justin menjadi aneh saat ini,ujung hidungnya memerah dan garis wajahnya terlihat kaku. Aku tersenyum lalu ikut menggosok kedua telapak tanganku, lalu menempatkannya di kedua sisi wajah Justin.

Tempraturnya benar-benar kontras.Aku bisa merasakan dingin dipermukaan kulit Justin ikut merambat ditelapak tanganku yang hangat.

"Lebih baik?" tanyaku.

Ia menggeleng dengan bibir mencibir membuatku tertawa melihat reaksinya yang menggemaskan. Aku mengeratkan kedua tanganku diwajahnya, berjinjit dan mendaratkan bibirku dengan cepat dibibirnya.

The Heir On The WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang