Mulai peduli?

29 6 0
                                    

Perkataan Jevin semalam terus menghantui pikiran Faisal pria itu sampai tidak bisa tidur semalaman karena memikirkannya.

Hisyam? Kenapa anak itu memenuhi pikiran dia sekarang, anak sangat dibenci.

"Sialan!"

Faisal mengambil jaket serta kunci mobil pergi keluar rumah dengan langkah terburu-buru. Kebetulan rumah sedang sepi, Jenita pergi ke minimarket, semua anak-anak sedang berada disekolah.

Faisal terus berjalan dengan tergesa melewati banyak sekali lorong-lorong rumah sakit ingin datang ke tempat seseorang.

Saat sampai didepan ruang rawatnya Faisal sempat ragu buat masuk ke dalam. Dari jendela dia mampu melihat seseorang terbaring dengan berbagai alat ditubuhnya, tidak ada yang menemani sama sekali jadi tidak ada saksi bahwa Faisal datang ke tempat ini.

Faisal sudah berada di dalam melihat dengan jelas seseorang itu kini ada didepan matanya. Faisal duduk di kursi sembari melihat wajah yang terpasang sebuah oksigen dan penuh perban itu dengan seksama.

"Sial, perasaan macam apa ini. Kenapa begitu sakit dan sesak melihat kondisi anak sialan ini sekarang?"

Faisal memegangi dadanya terasa sesak seperti terhimpit sesuatu yang besar. Tanpa sadar juga air mata ikut mengalir, Faisal mencoba menggenggam tangan penuh dengan infus dan alat bantu.

"Kau memang anak pembawa sial. Aku terkadang ingin sekali kau pergi dari hidupku, pasti akan lebih tenang rasanya!"

"Tapi ... Melihatmu terbaring koma di brangkar rumah sakit dipenuhi alat-alat seperti ini saja hatiku terasa sakit. Kau ... Menyebalkan sekali!"

"Cepatlah sadar! Agar aku bisa menghukum lagi seperti biasa. Aku—lebih baik melihat kau membangkang daripada terus diam seperti ini ..." ada sebuah rasa tidak rela ketika Hisyam—harus pergi meninggalkannya.

Perasaan darimana dia masih bingung pada semuanya. "Aku mohon cepat sadar," Faisal tidak kuat berada di ruangan itu lebih lama. Semakin berlama disana semakin sesak pula perasaannya, ia takut kalau ada orang datang dan melihatnya menjenguk anak yang selama ini dibenci semua keluarganya sendiri.

Saat ingin keluar Faisal melihat kehadiran Aira berada jauh beberapa meter dari tempat ia berdiri. Tak mau ketahuan Faisal memilih bersembunyi di sebalik tembok, menunggu putrinya masuk.

Lima menit berlalu Aira sudah masuk ke dalam ruang rawat Hisyam. Faisal sedikit mengintip di dekat jendela kaca, menatap penuh kerinduan pada sosok perempuan yang sangat dia sayangi.

Didalam Aira merasa ada orang tengah memperhatikannya melirik ke jendela kaca tidak ada siapapun disana. Mungkin hanya perasaan saja, dia meletakan bunga di nakas adiknya.

"Cepat sadar ya, kakak kangen sama kamu. Jangan tidur terus,"

"Kakak akan tetap menunggu kamu sampai sembuh,"

****

Jourel berjalan bersama kedua sahabatnya setelah sepulang sekolah mereka ngga langsung pulang. Melimpir bentar sudah jadi kebiasaan mereka bertiga, sekarang lagi asik nongkrong di warung bakso tak berada jauh dari rumah Darrel.

"Eh lo pada tahu ngga!" Jevin menghentikan suapannya seperti bau-bau gosip terbaru dari mulut si manusia suka cosplay jadi ibu-ibu ini.

"Apa?!"

"Lo pernah lewat rumah kosong disana ngga? Katanya ya rumah disana tuh angker, bekas orang bunuh diri. Terus ada yang pernah lihat kalau tuh arwahnya jadi arwah penasaran," sambil cerita Jourel juga menunjukan rumah dimaksud diujung jalan sana.

"Kaga usah ngadi-ngadi jadi manusia. Ntar parno sendiri, gua kaga ikutan!" celetuk Darrel padahal dia tahu Jourel manusia penakut, pake ngomong setan segala ntar kalo ke panggil terus tiba-tiba muncul ngga lucu sumpah.

"Terserah lo lah!"

"Bagus, abis pulang sekolah bukannya balik malah mampir di warung. Gua kabarin Ayah kayanya seru nih!" teriak Jeaden melihat adiknya malah mampir di warung bakso bukan langsung pulang.

"Apa sih bilang aja kalo iri, lagian cuma mampir bentar doang. Sibuk banget jadi manusia,"

"Berani menjawab, baik gua telpon Ayah —"

Darrel mengambil handphone milik kakaknya dengan lincah. Dia menjulurkan lidah saat melihat Jeaden bergelatuk kesal, lagian udah dibilang harus diam malah kekeh jadi terima nasib saja.

"Ngga usah sok ngaduan ye, lo juga sering ngerokok kan bareng temen-temen lo diam-diam. Gua aduin balik, mampus!" Jeaden melotot karena terkejut saat Darrel tahu rahasianya. Mampus, kalo ketahuan ngerokok diam-diam bisa habis dia sama Ayah. Ayah paling ngga suka kalau anaknya harus fokus sama pendidikan menjadi anak nakal seperti itu, ngga Darrel ngga boleh kasih tahu bisa kena hukuman nanti.

"Jangan diaduin ya anjing!"

"Boleh, tapi ada syaratnya!"

Perasaan Jeaden tidak enak melihat Darrel tersenyum lebar menunjukan sisi menyeramkan. "Bakso ini lo yang bayar semua!" Jeaden menganga gila. Masalahnya, terlihat ada enam mangkok melihat kembali isi dompet mulai menipis maklum akhir bulan jadi duit agak seret.

"Oke, tapi balikin dulu handphone gua!" dengan senang hati Darrel kembali handphone milik Jeaden lalu mengajak kedua temannya untuk pergi.

"Alamak bangkrut gua! Mana akhir bulan lagi,"

"Alamak bangkrut gua! Mana akhir bulan lagi,"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

09-10-2024

TBC.

Pembaca gelap mending hus hus deh☺️ tolong ya buat mikir alur tuh susah, susah bgt perasaan nekan vote doang.

My Guardian Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang