Dendam?

15 5 2
                                    

Hisyam menyeka keringat bercucuran akibat cuaca panas hari ini. Ia kena hukum karena terlambat masuk kelas, hukumannya adalah berdiri di tengah lapangan dan hormat di bendera.

Sebentar lagi masa hukuman akan selesai jadi dia harus bersabar untuk menunggu. Tepat setelah itu bel istirahat berbunyi artinya hukuman nya pun telah selesai, kaki lemas itu berjalan ke sisi lapangan menselonjorkan sambil terus menyeka keringat masih bercucuran.

Belum ada tiga menit ia istirahat seseorang menarik lengan panjang itu begitu kasar. Hisyam kebingungan tidak dapat melihat wajah si penarik dengan jelas, ia dibawa menuju lantai paling atas sekolah artinya menuju rooftof sekolah.

Sampai di rooftof seseorang itu membuka penutup wajahnya waktu seakan berjalan lebih lambat Hisyam mematung melihat tatapan penuh dendam dari orang didepannya.

Jevin—menatap ia penuh amarah dan terlihat ada dendam besar di kelopak matanya.

"Kamu kenapa bawa aku kesini?" bukan di jawab Jevin menarik kerah seragam Hisyam kencang sekali sampai pemuda itu merasakan sesak napas.

"Lo—lo udah celakain Mama, jadi lo harus ngerasain hal sama. Bahkan gua mau lebih!"

Hisyam terlihat bingung nyakitin Jenita? Mungkin sewaktu liburan kemarin ya, tapi dia tidak tahu apapun apalagi tega menyakiti orang lain.

Cengkraman Jevin berubah menjadi cekikan dileher hingga membuat Hisyam susah payah mengambil napas panjang. Wajah Hisyam memerah kehilangan banyak oksigen untuk bernapas, Jevin hanya tersenyum miring saat melihat korbannya hampir mati karena tidak bisa bernapas.

"Lo lihat disini tinggi banget kan? Bukankah akan bagus, kalo lo lompat dari sini terus mati!" senyum Jevin menyeramkan sekali seperti seorang pembunuh yang senang korbannya menderita.

"Kamu mau aku mati?!" tanya Hisyam tersendat-sendat setelah dilepaskan cekikan nya.

"Ya, gua mau lo hidup di neraka. Itu lebih pantas buat orang jahat kaya lo!"

Bukan marah Hisyam malah tersenyum membuat Jevin keheranan dia tidak takut? Baguslah untuk akan sangat mudah untuknya.

"Kamu bisa bunuh aku, aku tidak akan benci kamu karena masalah ini. Tapi harus kamu ingat, bukan aku orang telah membuat Tante Jenita koma—"

"Aku sendiri tidak tahu kenapa ada di dalam hutan jauh dari Villa, aku dipukul di bagian belakang jadi aku tidak sadar. Kalau pun aku mati! Aku bukan pelaku sebenarnya!"

Hisyam menatap dalam mata kelam masih membara amarahnya. "Kita akan selamanya menjadi sahabat. Makasih telah menjadi teman aku!"

Jevin malah semakin marah mendorong Hisyam sampai ujung rooftof, sedikit lagi pemuda itu akan terjatuh hanya sejengkal saja dia bisa terjun bebas ke tanah.

Jevin dikuasai emosi serta dendam besar tanpa pikir panjang lagi mendorong Hisyam sampai terjun bebas ke tanah. Sura teriakan nyaring para murid melihat seseorang jatuh dari atas.

"Lo pantas mati!"

Jevin segera pergi dari sana sebelum ada yang melihat kehadiran nya disini.

Dugaan pemuda itu salah ada seseorang pemuda lain berdiri di tempat yang tidak terlihat. Dia adalah saksi mata tersembunyi, begitu terkejut melihat Hisyam didorong hingga terjatuh.

§§§§

"Kita ini sahabat jadi apapun yang terjadi kita harus saling memaafkan? Kalau ada masalah harus saling cerita, bukan begitu?" gumaman Jourel mendapat anggukan setuju dari ketiga pemuda yang bersamanya.

"Terimakasih telah mengajak aku untuk masuk dalam lingkaran persahabatan kalian. Setidaknya sekali dalam hidup aku, aku pernah merasakan bagaimana dicintai dan disayangi dengan sahabat begitu tulus!"

Jevin merangkul pundak Hisyam lalu tertawa kecil. "Kita bakal slalu bareng, lo emang sepantasnya masuk ke persahabatan kita. Jadi ngga perlu sungkan anggap kita keluarga,"

Mereka tertawa, tawa bahagia yang mereka rasakan. Bahagia baru Hisyam rasakan membuat kehangatan hatinya.

"Kita harus banyak buat kenangan terindah yang belum pernah kita rasain. Jadi harus terus bersama, jangan sampai pisah!" kata-kata Jourel disetujui pula sama mereka.

Mereka berjanji akan terus bersama apapun yang terjadi.

****

Jevin mengajak Hisyam duduk didekat halaman rumah belakang. Rumah dulu menjadi tempat pulang anak itu, rumah yang menjadi saksi dimana Hisyam merasakan penderitaan pedih serta kata-kata kebencian terucap dari mulut keluarganya sendiri.

"Gua ngga nyangka kita saudara tiri? Selama empat tahun Mama menikah jujur sama sekali gua belum tahu lo jadi saudara gua!"

"Dunia sesempit itu ternyata," sambungnya

"Bukannya kamu dilarang berdekatan sama aku? Aku takut kamu di marahi Papa,"

Jevin melirik sekilas lalu kembali menatap ke depan. "Lo takut bukan karena gua dimarahin tapi lo sendiri kan? Papa pasti bakal marah besar sama lo kalo ketahuan masih berteman sama gua!"

Memang, memang itu Hisyam takutkan. Hampir empat tahun ia terbebas dari kekejaman mereka, kini bertemu ternyata masih sama mereka masih membenci Hisyam.

"Ngga apa-apa gua bakal coba ngomong pelan-pelan sama Papa. Siapa tahu bisa sedikit ngerti," Jevin meredakan kekhawatiran hati Hisyam.

"Lo bakal jadi saudara dan sahabat terbaik gua. Jadi gua bakal lindungi lo!"

Hisyam percaya bahwa Jevin akan menepati ucapannya. Menaruh kepercayaan besar tanpa takut dikecewakan lagi.

19-10-2024

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


19-10-2024

TBC.

My Guardian Angel [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang