Niat awal Almathea mulai padam. Jiwa antagonisnya bungkam seiring waktu dia memutuskan untuk mengubah tujuan nya.
Dia sempat... Mengatakan ingin jadi seorang antagonis atau villain. Itu cita-cita semua orang menurutnya.
Jangan tanya, manusia baik itu ilusi dari jiwa liar mereka.
Untungnya ada agama.
"Jadi villain itu second choice." Ucap Almathea sambil nyengir dan tersenyum pada kembaran nya yang lain.
Almire cukup senang dengan itu. Dia orang yang berhati lembut. Dia jelas tidak senang dengan keputusan Almathea.
Memang, mereka bertiga dulu membayangkan betapa keren nya menjadi seorang penjahat. Tapi setiap Almire akan melakukannya, dia takut akan tanggung jawabnya.
Azelyn? Dia terlalu malas untuk bernafas. Apa yang dia lakukan? Tidur, membantu. Selama itu membuat dia menjadi kaya.
Omong-omong, mereka mulai mengembangkan keahlian yang sebelumnya tidak mungkin mereka kembangkan di Bumi.
Almire tertarik dengan membuat ramuan, sedangkan Almathea tertarik pada kemampuan bersenjata, dan Azelyn? Dia bersemangat untuk belajar sihir.
Dengan Edrick sebagai guru, mereka bertiga mulai belajar yang juga akan berguna untuk melepaskan Antares dari cengkraman benang hitam.
Tentunya mereka melakukannya dengan diam-diam. Antares akan semakin kalap jika tau adik-adiknya mencoba-coba hal yang bahkan mereka dulu tidak ingin lihat.
Kalau sekedar hidup saja dituduh menjadi gadis dalam ramalan, apalagi belajar banyak hal.
Bagaimana dengan bisnis? Antares sudah tau. Tapi Almathea mencegah Antares dengan cara... Klasik.
Sarkasme.
"Itu hal yang naif untuk dilakukan mengingat kalian bahkan tidak ingin bergerak dari meja rias kalian."
Begitulah tanggapan Antares.
"Aku memang cukup naif belajar dari lipstik dan bedak beracun ku bagaimana mengatur sebuah usaha."
Dan ini adalah tanggapan Almathea.
Sebenarnya, Antares sudah berulang kali mencoba membunuh adiknya. Lewat bedak, lipstik dan seluruh hal yang diracuni.
Tapi ntah karena apa, itu seperti tidak berefek dan tidak ada yang tau.
Tentu apa yang dikatakan Almathea membuat Antares bungkam. Dia tidak ingin bahas itu lebih jauh. Itu berbahaya bagi reputasi nya.
Apalagi dia mengenal adiknya suka play victim.
"Agak repot euy menjahit di jaman seini." Almire mengeluh, menatap ke jendela. Azelyn langsung setuju, begitu juga Almathea.
"Enak zaman kita, pakai mesin. Semua alatnya sudah ada. Ini masih pakai tangan. Mana gaun zaman sekarang gede-gede." Azelyn menanggapi. Pakai mesin saja sudah cukup repot. Belum lagi jika salah jahit dan harus mendedel.
Pakai tangan? What the hell author aja kebas duluan.
"Iya lagi, semuanya masih manual. Aku ngarep reinkarnasi ke zaman kek di Moriarty The Patriot. Udah ada lokomotif, udah ada kapal, udah ada senapan, pokoknya menyentuh moderenisasi walaupun belum revolusi industri." Almathea mengomel.
Masalahnya... Mereka merasa benar-benar terjebak dalam ketidaktahuan.
Mengatasi masalah juga perlu lebih ribet daripada di zaman mereka.
"Duh buat apa punya duit sebanyak ini kalau gabisa cod toko Oren." Almire mendengus dan merengek lirih. Bawaan mereka tu... Ingin mengeluhkan segalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angan-angan Di Negeri Sang Pemimpi
Ficción históricaTentang tiga sekawan yang selalu punya rencana mereka untuk menentang dunia. Bereinkarnasi dan menjadi menjalani hidup di dimensi lain! Hidup yang awalnya tidur-tiduran jadi sebuah petualangan yang membanting otak. Tiga sekawan Wibu ini menemukan al...