26. Dia Hilang

126 40 75
                                    

Raganya masih utuh, tapi jiwanya? Telah hilang.

Nayla membuka knop pintu ruangan ICU, wajahnya tampak murung, tidak seperti dirinya. Matanya telah membengkak, ia telah kehilangan banyak air mata. 

"Nayla? Kamu kenapa sayang? Aska kenapa?" ucap Maya, wanita itu menahan tubuh Nayla yang hendak merosot ke lantai. 

"Nay, lo gagapa kan? Aska masih hidup kan?" lanjut Arul dan kekasihnya bersamaan. 

"Jawab Nay! Jangan buat kita khawatir," sambut Naufal.

Suara di sekitar Nayla hanya samar terdengar, seperti bisikan angin yang lewat. Pikirannya kosong, tenggelam dalam kekosongan. Segalanya terasa hampa, seperti dunia di sekelilingnya perlahan memudar menjadi bayang-bayang tak berwujud. 

"Jangan diam aja Nayla." Maya mengguncang tubuh Nayla yang sudah tidak berdaya. 

Nayla tidak bisa menahan kesedihannya lagi. Dengan tubuh yang lemas, ia langsung terjatuh dalam pelukan Maya, seakan kenyataan pahit itu tak lagi sanggup ia tanggung sendiri. Wanita itu mendekapnya erat, memberikan kehangatan yang Nayla butuhkan. 

"Aska tante, Aska udah lupain Nayla, Aska lupa ingatan tante ..." lirih Nayla, air matanya telah mengering. Hanya suara serak yang tersisa. 

Maya diam sejenak sembari menepuk pundak Nayla. Perasaannya datang bersamaan, sedih dan senang, berputar-putar dalam hatinya. Di satu sisi, ada rasa sakit yang tak bisa dihindari. Namun di sisi lain, ada kebahagiaan yang tak terbendung, setelah mengetahui anak semata wayangnya itu masih bertahan hidup. Ia tak tahu harus menangis atau tersenyum, karena keduanya hadir dalam satu waktu.

Semua orang di depan ruangan itu berkumpul di sekeliling Nayla, mencoba menenangkannya. Wajah-wajah penuh kekhawatiran menatapnya, tangan-tangan lembut menyentuh bahunya, memberikan sedikit rasa nyaman. Mereka terus berkata, "Semuanya akan baik-baik saja" dengan nada penuh keyakinan. 

"Ini cuma mimpi kan? Aska gak mungkin lupain Nayla, Aska masih ada janji sama Nayla, dia gak mungkin ingkar janji kan? Tante." Nayla melepaskan dekapannya, ia menggenggam kedua tangan Maya, ia sangat berharap Maya menjawab kalau ini hanya mimpi. 

"Keluarga pasien atas nama Askara?" tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang ICU, suaranya terdengar jelas namun lembut di tengah keheningan lorong rumah sakit. Semua kepala serentak menoleh ke arahnya, mata-mata penuh harap menunggu apa yang akan dikatakannya selanjutnya "Keluarga harap tenang, pasien hanya kehilangan sebagian ingatannya, ini merupakan hal yang normal, hanya sementara," ucapnya. 

Setelah mendengar kata-kata itu, semua orang serempak menghembuskan napas lega. Wajah-wajah yang sebelumnya tegang kini tampak sedikit lebih tenang, meskipun sisa-sisa kekhawatiran masih samar terlihat di mata mereka. Setidaknya, untuk saat ini, mereka bisa merasa sedikit lebih tenang.

"Semua akan baik-baik saja sayang, kamu pulang dulu ya, lihat wajah cantiknya udah bengkak gini, gimana Aska gak kenal coba?" ucap Maya, ia mengusap lembut pipi gadis itu. 

"Ayo Nay, pulang sama kita," ajak Shelvia, dan dibalas anggukan oleh Nayla. Mereka bergegas meninggalkan beberapa orang yang masih betah di depan ruangan itu. 

***

"Aska... plis jangan lupa sama gue," teriak Naufal ketika memasuki ruang rawat inap, suaranya penuh keputusasaan. Aska, terbaring lemah di ranjang, menoleh pelan, matanya yang lelah berusaha menampung kehadiran Naufal, Arul, dan Azzof. 

"Ribut bangsat!" suara pria itu masih lantang ketika mengumpat, seperti biasanya. Aska memutar matanya malas, tidak kuasa melihat wajah ketiga temannya itu.

ASKARALA: OF COURSE NAYLA [SEGERA TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang