4. Teman Toxic

79 20 0
                                    

Kisa tak pernah lupa bagaimana desahan di malam itu mengisi ruang. Panas yang dibagi berdua. Erangan yang kian memuncak ketika kenikmatan untuk kesekian kalinya didapat. Orang hebat itu takluk dibawah surga dunia. Tubuhnya terus meminta sehingga Kisa pun luput di bawah belaiannya.

Malam itu menjadi malam yang indah namun setelah kesadaran menjemput, sirna sudah. Kisa meninggalkan orang hebat itu. Sebelum tahu dia adalah Ginan Hartama, Kisa menyangka dia hanya pria nakal yang suka mabuk-mabukan.

Sekarang, bagaimana Kisa bisa bertemu lagi dengannya? Kisa tak akan minta pertanggung jawaban. Demi Tuhan, Kisa hanya ingin cari jalan keluar terbaik untuk masalah ini. Ia takut menyimpan dosa seorang diri. Dia juga harus tau dosa yang diperbuatnya mulai tumbuh di rahim ini.

"Sa, aku boleh minta tolong?" Tiba-tiba Sarah bicara.

"Kenapa?" sahut Kisa. Jujur Kisa kecewa pada mereka. Semenjak kejadian itu Kisa jarang komunikasi dengannya.

"Hari ini Ibu ku kemari. Sekarang sudah di stasiun. Aku mau jemput tapi pekerjaan ku tinggal dikit lagi."

Oh sekarang Kisa tau mau dibawa kemana arah pembicaraan ini. Intinya dia ingin minta tolong agar Kisa menyelesaikan pekerjaannya. Dasar! Kisa baru tahu selama ini hanya dimanfaatkan. Mentang-mentang Kisa tidak enakan. Seenaknya saja dia!

"Maaf ya. Kerjaan ku juga masih banyak. Kenapa tidak minta tolong sama Loly atau Merry?"

"Mereka lagi ada problem. Aku tidak enak mau minta tolong mereka. Ya? Tolooong banget. Ibu sudah menunggu dari tadi."

Apa sebaiknya Kisa tolong saja? Toh Kisa pun anak rantau yang sangat senang jika orangtuanya menjenguk kemari. Baiklah, ini yang-

"Tidak tau malu sekali. Kamu mau jemput Ibu mu atau bertemu pacar mu?" Siska melepas earphone. "Lihat make up mu. Seperti topeng monyet saja!"

"A-aku mau menjemput Ibu ku. Memang aneh kalau ingin terlihat cantik di depan orangtua?!"

Mereka saling menatap sengit. Astaga, Kisa benar-benar berada di tengah mereka.

"J-jangan bertengkar." Baiklah! Kisa harus memastikan ini yang terakhir. "Sarah, aku akan mengerjakan tugas mu. Dengan syarat, Loly dan Merry harus membantu."

"Ha?! Aku sedang ada masalah! Tidak bisa!" sahut Merry telak.

"Aku juga!" disusul Loly.

Katanya teman. Tapi urusan pekerjaan mereka benar-benar jadi orang asing. Huh! Kisa menyesal pernah satu sirkel dengan mereka.

"Kalau begitu aku juga tidak bisa bantu. Pekerjaan ku masih banyak dan aku tidak mau hanya mengerjakan tugas mu sendiri."

Kali ini Kisa tidak mau dirugikan lagi. Toh, jika diingat-ingat mereka tidak pernah membantu pekerjaan Kisa.

"Kisa ku mohon." Dia mengatupkan tangan dengan wajah memohon.

Lalu tanpa sepengetahuan Kisa. Siska menelepon seseorang. Dan Kisa tak pernah menyangka dia bisa mengancam dengan metode bar-bar seperti ini.

Dia memanggil kepala bagian administrasi untuk menggantikan Sarah mengerjakan tugasnya. Sarah pun tampak pucat. Tak menyangka atasannya yang akan maju. Dengan begitu dia bisa pergi. Tentu saja hatinya tak tenang. Keadaan mulai kondusif lagi. Dan tak lama dari itu, Kisa mendapat pesan dari Sarah yang isinya :

"Jahat kamu Sa!"

Memilih tak peduli, Kisa membiarkan teks pesan itu. Kalau Kisa yang dulu mungkin akan merasa tidak enak hati dan minta maaf dengan cara apapun. Kini tak ada lagi Kisa yang bisa dimanfaatkan seenaknya!

Tak terasa waktu begitu cepat berlalu. Detiknya terus berpacu sehingga jam dinding itu kini sudah menunjukan angka setengah sembilan malam. Lampu-lampu sudah dinyalakan. Dari sini Kisa bisa melihat city light meriah seolah di bawah sana sedang ada festival lampion. Nyatanya hanya ruas jalan yang sedang dipenuhi kendaraan.

Satu notifikasi terdengar. Kisa segera merogoh handphone. Dilihatnya pop up layar. Ada nama Handika Sayang yang berisi :

"Keluar gih, aku di depan bawa martabak special."

Astaga, Handika tak pernah gagal membuat Kisa jatuh cinta ribuan kali. Semakin hari bukan rasa bosan, hubungan ini justru semakin berkembang.

"Mau kemana, Sa?" sahut Siska ketika Kisa hendak ke lobi depan.

"Emm, mau ambil paket." Tak bisa disembunyikan semu merah pipi sehingga Siska pun hanya mengangguk-angguk saja.

"Boleh titip kopi kemasan? Mulut ku tidak cocok dengan kopi hitam."

"Oke."

Tak sabar, Kisa berlari kencang. Menaiki lift yang sepertinya sangat lambat. Hingga ia tiba di parkiran. Kisa celingukan mencari Handika yang tak kelihatan.

"Di mana kamu?" Kisa mengetik sebuah pesan yang langsung di read oleh pemilik seluruh ruang di hatinya.

"Tengok ke belakang." Balasnya.

Sesuai instruksi, Kisa menoleh dan mendapati senyum Handika yang memabukan. Pancaran bahagia seolah terpatri nyata.

"Sayang ku kelihatan capek banget. Kerjaan masih banyak?" tanyanya penuh perhatian.

Kisa menggeleng. Lelahnya Kisa tak sebanding dengan lelahnya Handika yang saat ini tengah menjalani training perusahaan. Pasti ada banyak orang yang menyusahkan. Kisa tak boleh mengeluh. Walaupun kini pundaknya seakan bisa runtuh kapan saja.

"Nih..." Handika menyerahkan bungkusan plastik. Kisa segera menerimanya. Angin malam ini cukup untuk menghantarkan aroma manis yang membuat Kisa sontak memegangi mulutnya.

Ugh!

Ini bukan yang pertama Kisa merasa mual. Di kosan, entah sudah berapa kali makanan dalam perutnya berontak keluar. Janin ini sensitif sekali dengan makanan. Apalagi dengan makanan manis. Mencium aromanya saja kepala Kisa langsung keliyengan.

"Sayang, kamu kenapa?" Handika tentu saja khawatir. Ia tak tahu apa-apa tentang janin itu.

"Ti-tidak apa-apa. Mungkin sedikit lelah. Hehe." Sebisa mungkin Kisa melebarkan senyum. Demi Tuhan, Kisa belum siap menerima tatapan kebencian dari Handika.

"Anginnya lumayan nih. Masuklah. Kamu bisa masuk angin." ditepuknya pundak ini. Begitu lembut sampai enggan rasanya beranjak. Handika adalah sumber semangatnya. Seolah matahari yang menghangatkan relung hati. Namun bersamaan dengan itu, Kisa menyadari betapa hinanya tubuh ini. Mendambakan cinta namun diri sendiri tak bisa menjaga diri.

"Hum. Jaga diri ya. Kamu masih sering narik ojol?"

Handika mengangguk. "Iya nih, lumayan buat tambah-tambah tabungan mahar."

DEG!

Ya Tuhan. Sesak sekali. Bagaimana keadaan ini bisa menimpa ku? Apa salah ku?

"Han, aku tidak menuntut banyak. Bisa bersama mu itu saja sudah cukup. Semampu mu saja."

"Tidak bisa. Aku berusaha sampai seperti ini karena ingin memberikan yang terbaik. Kamu spesial sayang. Mana mungkin aku tidak mengusahakannya. Tunggulah, setelah tabungan ku cukup. Aku akan datang ke rumah mu bersama dengan Ayah dan Ibu."

Getar bibir Kisa. Matanya panas. Oh tidak bisa! Kisa tidak boleh menangis. Karena itu akan membuat Handika khawatir.

"Terimakasih Han. A-aku masuk dulu ya. Makasih martabaknya." Kisa melambaikan tangan seraya menabur senyum dipaksakan. Setelah tubuh Handika tak terlihat lagi. Barulah Kisa luruh ke lantai. Ia menangisi keadaan ini. Ia menyesali semua yang sudah terjadi.






Handika ini tipe yang so sweet banget. Tipe yang bakal ngusahain apapun. Gimana yaa perasaannya kalo Handika tau Kisa berbadan dua?

Btw, kalian masih percaya cowok kayak handika ada di dunia nyata? Yang cintanya luar biasa.

Kalo ada. Tolong share nomornya. Hihi

Oh ya ges. Cerita ini part nya bakal pendek2 yaa. Karna lagi ngejer target. Hehe. Harap maklum dan diusahain bakal up tiap harii

Hidden Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang