7. Sekretaris Robot

131 20 2
                                    

Segar air tawar itu membalut sekujur tubuh yang hanya memakai celana pendek. Tangannya bergantian mengayuh sehingga kolam renang dengan luas lima belas kali tiga puluh meter itu berhasil dilalui.

Selagi punya waktu bersantai, Ginan tak pernah absen dari berenang, marathon dan nge-gym. Bentuk tubuhnya mencerminkan bagaimana ia sangat menjaga kebugaran tubuh.

Bentuk sempurna perutnya terumbar tatkala ia selesai mengarungi kolam renang. Ia menyugar rambutnya sehingga wajah paripurna itu menampakakkan pesona jantan. Alis tebalnya dihinggapi butiran air. Bulu matanya menukik ke bawah karena basah. Bola matanya menangkap seseorang berdiri di samping kursi baring. Seperti biasa, wajahnya serius seolah selera humornya hilang entah ke mana.

“Aku berharap apa Tuhan? Ku pikir wanita cantik yang datang. Ternyata robot sekretaris ku yang datang,” ejek Ginan. Sesekali ia memasuki candaan diselingi sindiran agar si Heru tak melulu bersikap kaku.

Ayolah, mereka sudah lama bersama. Sebelum jadi sekretaris, Heru adalah adik tingkat selama Ginan menyelesaikan study di Oxford University. Dan… memang! Dari orok wajahnya sudah seperti itu. Settingan pabrik yang tidak bisa diubah.

Walau tampangnya seperti robot buatan Cina. Diam-diam dia itu digilai banyak wanita. Tak jarang Ginan mendapati Heru mencampakkan wanita. Entah apa yang ada dalam pikirannya. Kalau tidak homo ya mungkin suka coli.

“Maaf saja Tuan. Walau dibayar mahal. Saya tidak mau cosplay jadi wanita.”

Ginan terkekeh. Heru itu walau kelihatannya sopan, sebenarnya mulutnya tajam. Apalagi kalau Ginan tiba-tiba merubah jadwal dadakan. Ngambek nya bisa sampai dua harian. Heru adalah definisi sistematis yang tidak bisa menerima perubahan impulsive. Sedangkan Ginan seorang yang fleksibel mengikuti keadaan.

Bertemulah dua orang yang saling bertolak belakang. Bisa dibayangkan bukan, se-effort apa Heru menyesuaikan sifat Tuannya?

“Aku jadi terbayang wajah mu yang dipoles riasan dan memakai WIG. Ku pikir itu cocok. Mungkin di acara social berikutnya aku bisa mendadani mu dari pada menyewa perempuan.”

“Ditolak Tuan. Saya tidak sudi memenuhi fantasi liar Tuan. Lebih baik saya resain jika Tuan kekeuh ingin saya berdandan seperti wanita,” ucapnya datar.

“Hahaha, ayolah Her. Aku hanya bercanda. Jika ku lakukan itu sama saja memberi makan reporter gila. Aku juga tidak mau membuat video klarifikasi nantinya. Astaga, itu jadul sekali.” Ginan keluar dari kolam renang. Berjalan ke arah handuk yang kebetulan berada di dekat Heru.

“Dari pada membuat video klarifikasi, Tuan bisa mengundang reporter itu ke acara pernikahan Tuan. Ingatlah umur Tuan sudah tiga puluh tahun. Mau menunggu kapan lagi?”

Abai, Ginan sibuk mengelap tubuhnya. Ia kalungkan handuk itu ke badannya. “Ibu saja tidak pernah secerewet kamu.”

“Benar apa yang dikatakan Heru. Itu juga demi kebaikan mu,” seruduk seseorang. Mau tidak mau Ginan menoleh ke sumber suara dan mendapatkan Mirza Handaru Atmaja. Bisa dibilang dia itu perusak suasana. Ketika Mirza datang, mood Ginan langsung hancur seketika.

Kenapa?

Entahlah, sejak dulu sudah begitu. Ditambah adiknya yang tergila-gila. Astaga, rasanya risih jika bertemu dia! Tapi anehnya dia selalu nempel. Selalu dapat informasi di mana Ginan berada.

“Heru, kamu kenal dia?” ejek Ginan. Menyepelekan.

“Tidak Tuan. Saya terlalu sibuk mengurusi perusahaan yang Tuan tinggalkan sampai lupa dengan sekitar.” Dan Heru pun ikut menyindir Ginan.

“Ayolaah, ada apa dengan kalian? Kita cukup dekat untuk saling berpelukan.” Mirza mendekat. Tentu saja Ginan langsung menghindar.

“Pulanglah, tidak lihatkah kamu di depan gerbang sudah ditulis anjing dilarang masuk?!”

“Astaga, dua tahun di Amerika, ucapan mu semakin pedas saja. Aku kemari hanya ingin menyambut kedatangan mu. Ku dengar kamu akan aktif lagi di perusahaan? Syukurlah aku tidak kesepian lagi. Aku akan sering-sering mam—“

“Maaf menyela.” Heru bicara. “Ini keadaan gawat, Tuan.”

Ginan menatap lekat. Membaca maksud dari ucapan sekretarisnya. Tidak ada keadaan gawat selama Ginan di sini.

“Ada apa?”

“Saya dapat kabar dari bagian IT kalau database kita diserang malware.”

“Shit! Siapkan mobil!” Ginan segera ke kamar guna memakai pakaian pantas. Sedangkan Mirza terlihat kebingungan. Ia ditinggal sendirian.

Di dalam mobil, Ginan membuka Ipad-nya sedangkan Heru sudah siap dengan kemudinya.

“Tujuan ke kantor ya, Tuan.”

“Hum. Ah, terimakasih bantuannya. Berkat mu aku bisa bebas dari nyamuk berisik itu.”

“Sama-sama. Lagi pula saya tidak berbohong bahwa database kita sedang diserang. Semenjak Tuan pergi dua tahun lalu. Ada ratusan malware yang menyerang setiap hari. Beruntung saya merekrut seseorang yang kompeten. Tuan tinggal terima beres saja.”

Oh, rupanya Heru masih dendam dengan keputusan Ginan untuk rehat sejenak di Amerika? Karenanya, waktu itu Ginan memberikan semua tugasnya ke Heru.

“Baiklah, baiklah. Kamu marah karena aku menghilang dua tahun kan? Tidak perlu menyindir ku terus.”

“Saya tidak menyindir Tuan,” ucap Heru datar seraya menyalakan mesin mobil. Roda-roda mobil SUV itu bergerak perlahan keluar gerbang.

“Ya, terserah kamu saja. Antarkan aku ke ruang IT. Aku ingin melihat seberapa banyak malware yang menyerang kita selama dua tahun aku pergi.”

Kepadatan lalu lintas tak seberapa intens. Biasanya jam empat sore sebagian orang akan memenuhi ruas jalan. Syukurlah, Ginan bisa sampai lebih cepat ke kantor. Harusnya ini bukan jadwalnya muncul di kantor. Ia sudah merencanakan hadir di anniversary perusahaan. Sekalian mengumumkan kembalinya ia menjadi pemimpin perusahaan.

Redup sinar ketika mobil memasuki area garasi menukik ke dalam. Setelah benar-benar berhenti, Ginan keluar menggandeng Ipad kebanggaan. Mereka pun menuju ruang IT. Memperbaiki apa yang harus diperbaiki. Ginan juga melihat perbaikan sistem SAP. Ada banyak fitur baru yang belum Ginan pahami.

“Oke. Kerja bagus semua.” Ginan kembali berdiri setelah beberapa menit duduk mengamati. Pun mendengarkan penjelasan para IT professional ini.

“Saya berterimakasih banyak atas bantuan Bapak-bapak semua. Untuk ke depannya, semoga saya mendapat kinerja terbaik dari kalian semua. Jika ada sesuatu yang dibutuhkan. Segera hubungi Heru. Dia yang akan mengurusnya.”

Ucapan Ginan mendapat respon positif dari lima orang yang bertugas menjaga perusahaan dari pencurian data illegal. Kriminal tak lagi di dunia saja. Nyatanya, di dunia maya banyak sekali berbagai macam tindak kriminal yang bisa merugikan seseorang. Ginan tak mau menjadi korban. Berkat bantuan Heru, ia sudah memiliki professional.

“Tuan akan kembali ke rumah atau….”

“Aku mau ke ruangan ku dulu. Kamu tidak merubahnya sedikit pun kan?”

“Saya tidak berani, Tuan."

“Bagus!”

Langkah Ginan berhenti. Koridor ini memang sepi. Tapi… ini terlalu sepi sampai Ginan berhalusinasi ada suara wanita menangis.

“Kamu mendengarnya?” ucap Ginan. Tak mau hanya dia saja yang ketakutan.

“Hum. Suara perut keroncongan, Tuan.”

“Hais! Bukan itu!” Ginan menempelkan jari telunjuknya ke bibir. Mempertajam pendengaran. Dan ternyata ini bukan sekedar khayalan. Seseorang sedang menangis di ujung koridor ini. Tanpa sadar Ginan mencari sumber tangisan itu.

Dan dari sinilah Ginan bertemu untuk ke dua kalinya. Gadis yang menjebak Ginan. Gadis yang ingin sekali Ginan hancurkan harga dirinya!

“Dia… si gadis club!”







Jadi ini pov nya ginan yaa

Hidden Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang