10. Ruang Derita

117 22 1
                                    

Ruang ini selalu sama sejak dua tahun lalu ketika pemiliknya memutuskan pergi ke Amerika. Seenaknya melimpahkan segudang pekerjaan yang membuat Heru terpontang panting.

Tak ada kata santai selama dua tahun Heru ditinggal. Malamnya selalu bersama berkas-berkas persetujuan. Pun Heru tak bisa memutuskan langsung. Apapun itu, ia teruskan ke Tuan. Namun, si pemilik singgasana JH Group itu malah hengkang. Kadang menghilang seharian. Mau tidak mau Heru harus berusaha maksimal.

Banyak yang mengira Heru adalah keturunan Hartama. Sebab kedekatannya dengan Ginan sejak lama. Namun, ada cerita di balik itu semua. Dan Heru tak mau membahasnya.

“Sudah jam sepuluh siang tapi si pemalas itu belum datang juga?! Tck! Kalau tidak ada aku, mau jadi apa JH Group.” Heru menanggalkan pandangannya pada arlogi. Berjalan tegas menuju lift yang akan diarahkan ke lantai dua puluh satu.

“Pasti dia minum sampai mabuk! Hais! Apa dia lupa hari ini ada janji temu dengan Tuan Arima?” dengus Heru. Tak sungkan mencemooh Tuannya sendiri.

Heru ingat tadi malam Tuannya ingin minum. Mungkin karena lingkungan Amerika yang terlalu bebas sehingga kini Tuannya itu sangat ketergantungan dengan alkohol. Yang pastinya Tuannya tidak akan repot-repot pergi ke Club sepeti waktu itu. Dia menikmati wine seorang diri di rumah utama. Jadi Heru tak perlu khawatir dia hilang kendali seperti terakhir kali.

Lupakan itu, masih ada satu jam sebelum pertemuan. Heru harus mempersiapkan berkas kerjasama. Walau terlihat santai, Tuannya itu sebenarnya sangat berdedikasi dengan perkembangan bisnis.

Ting!

Heru keluar dari lift. Kaki jenjangnya menapaki koridor lantai dua puluh satu. Tak ada halangan apapun kecuali satu!

“Gadis itu kenapa?” Mata Heru menyipit. Seorang gadis dengan blouse cream pastel tengah tertatih. Sepertinya dia tidak baik-baik saja. Kalau begitu kenapa dia—

“Astaga!”

Beruntung Heru masih sempat menangkap gadis ini. Jika tidak, entah apa yang terjadi sebab di belakangnya pas ada pot ukir yang ujungnya tajam.

“Hei, kalau sakit ke ruang kesehatan saja! Kenapa keliaran di sini.”

Sepertinya percuma saja Heru bicara. Kesadaran gadis ini semakin menipis. Sorot matanya hampir redup.

“Tck! Ada-ada saja. Aku terlalu sibuk mengantar mu ke ruang kesehatan tau!” Heru masih mendumal. Untuk alasan tertentu, ia jengah dengan wanita. Sifatnya yang gampang baperan membuat Heru tidak leluasa. Apalagi kalau sudah bertemu kolega wanita. Sebisa mungkin Heru menjauh.

Malas. Heru membawa gadis pingsan ini ke ruang Tuannya. Toh dia tidak akan ke kantor. Pasti minta dijemput di rumah utama.

“Aku harus memaggil seseorang untuk mengurusnya” ucap Heru setelah repot-repot menaruh gadis itu berbaring di sofa.

“Ah, benar. Ada di bagian mana dia?” Tanpa mengurangi rasa sungkannya, Heru melihat name tag. Membaca informasi yang tertera di sana.

“Kisa Aulia Putri. Bagian administrasi.” Jeda sejenak. Heru menggali memorinya sejenak. Nama perempuan ini tidak asing.

“Bukankah dia wanita yang menjebak Tuan? Apa dia kemari minta tanggung jawab? Haah, sayang sekali Tuan tidak ada. Sekali-kali aku ingin melihat Tuan ditampar oleh wanita. Haha, mana mungkin gadis ini bisa. Kalau pun dia melakukannya, itu berarti dia tidak tau malu.”

Drrt Drrt Drrt

Getar handphone terasa. Heru meraih benda pipih itu dan layar pop up pesan dari Tuannya kentara.

Hari ini pertemuan dibatalkan.”

Tck! Kebiasaan buruknya kumat lagi. Sering membatalkan janji secara mendadak.

Apa Tuan yang membatalkannya?” balas Heru.

Aku tau kamu akan mengomeli ku panjang lebar jika ku bilang Ya. Sayangnya Tuan Arima harus pulang ke Jepang karena anaknya mengalami kecelakaan. Tck! Makanya jangan asal tuduh! Dasar perjaka tua!”

Tangannya mengerat. Tuannya ini sangat lihai memancing emosi seseorang.

“Perjaka tua? Hei sadar! Aku lebih muda dari mu tiga tahun. Tck!”

“Ummh….”

Heru mengabaikan pesan laknat itu. Ia terperangah dengan gadis yang tengah mengumpulkan sisa-sisa kesadaran.

“Kamu berada di ruang CEO kalau kamu ingin tau.” Heru menyambar duluan. Seolah tau apa yang ingin ditanyakan gadis ini. Namun, sepertinya dia sedang mencerna sejenak. Matanya menelusuri sekitar sampai akhirnya Heru bertatapan dengannya.

“P-Pak Heru?”

Jadi yang menyelamatkan Kisa Pak Heru? Batin Kisa.

“Kamu mencari Tuan?”

Kisa terperanjat. Bagaimana dia tau? Ah, apa kabarnya sudah sampai ke telinga mereka? Pasti begitu.

“Hum,” jawab Kisa sebisanya. Kepalanya masih terasa pusing. Perutnya apalagi. Namun pada taraf ini, Kisa bisa menahannya.

“Tuan tidak ada. Dia masih ada keperluan di luar,” dusta Heru dan ia mendapati wajah gadis ini pias. Wah kalau begini Heru semakin yakin dia datang meminta pertanggung jawaban.

“O-oh, begitu ya. Baiklah. Emm, terimakasih sebelumnya sudah menolong saya. Hari ini sangat berat jadi saya tidak memperhatikan kondisi tubuh. Itu… emm, kalau boleh tau, kira-kira jam berapa Pak Ginan ke kantor?”

“Saya kurang tau. Beliau belum sepenuhnya aktif di kantor. Tapi… jika kamu ingin bertemu saya akan memberitau beliau.”

“Benarkah? Terimakasih Pak.”

Aneh, wanita ini terlihat senang sekali padahal harusnya dia datang dengan rasa menggebu-gebu. Memang wanita jaman sekarang melabrak orang dengan senyum lega seperti ini ya? Ini tidak seperti yang Heru bayangkan.

“Kalau begitu izinkan saya menunggu di luar Pak. Hari ini pekerjaan saya tidak seberapa banyak. Saya akan menunggu sampai Pak Ginan datang.”

“Tunggu di sini saja. Toh di luar tidak ada kursi.”

“Ba-baiklah.”

Kisa menunduk. Aduh, padahal Kisa bisa bebas pergi ke kamar mandi dan menuntaskan rasa mual ini. Kalau di sini, Kisa tidak bisa leluasa.

“Kamu ingin minum sesuatu?” tawar Heru. Rasanya tidak nyaman jika hanya diam saja.

“Ti-tidak Pak. Saya lagi mengurangi kopi dan sebagainya.”

“Hmm.” Padahal Heru ingin tau lebih. Kenapa dia melakukan itu? Apa karena dia ingin hidup sehat? Atau memliki penyakit tertentu. Atau…dia sedang hamil?

ASTAGA! Heru harus mencari tau. Jika benar dia hamil. Keadaan Tuannya akan semakin runyam. Karena Heru yang paling mengerti, dia benci hal seperti ini. Mungkin hal itu juga yang membuat Tuannya nekat meninggalkan Indonesia. Dia ingin melupakan peristiwa itu.

“Ehem, sudah berapa lama kamu kerja di sini?”

“Umm, kurang lebih dua tahun Pak.”

“Dua tahun ya…”

Eh! Tunggu! Bukankah Tuan pergi ke Amerika dua tahun lalu? Lalu bagaimana gadis ini tau wajah Tuannya jika dia baru bekerja setelah Tuan pergi?

Dari media social?

Sepertinya tidak mungkin mengingat Tuan tidak pernah upload wajahnya di mana pun. Dia itu seorang yang sangat berhati-hati dengan identitas diri. Yah, wajar saja karena beliau orang yang bisa saja diincar siapa pun.

Dari orang kantor?

Hmm, sepertinya bukan. Tuan juga sangat mewanti-wanti potonya tersebar luas. Dia selalu menolak diajak poto dengan karyawan atau penggemarnya.

Jangan-jangan Tuan salah orang!






Heru nih pikirannya tajem. Ga kayak si ono. Nelen informasi mentah2. Jadinya Salah paham deh. Siapa nih yg ga sabar Kisa 'memasak' Adeen? Hihi.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 22 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hidden Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang