8. Hukuman Si Penipu

93 24 3
                                    

Redup sinar kala itu tak menyurutkan ketajaman mata untuk mengenali wanita yang pernah ia rasakan hangat tubuhnya. Bergemul di selimut yang sama dengan ratusan peluh cinta. Mengecap bibirnya yang entah kenapa masih terasa sensasinya. Ginan tak pernah selengah malam itu sebelumnya. Logikanya buntu oleh pengaruh obat perangsang dan tubuhnya ikut menyemarakkan eforia nikmat dari terlampiasnya hasrat.

Ginan masih ingat bagaimana ia meminta lagi dan lagi. Dengan kendali penuh, Ginan menindih gadis itu dengan atau tanpa persetujuannya. Membuat Ginan menggila di atas jeritan disertai desah milik gadis dalam rengkuhannya. Sekeras apa Ginan mencoba tak peduli. Nyatanya bayang gadis itu terus berkelana di tiap ruang otaknya.

Wajahnya yang terus mengernyit kesakitan. Rintihannya yang berhasil membuat Ginan ‘berdiri’ walau hampir dua bulan waktu terlewati. Hangat nafasnya. Detak jantungnya. Panas tubuhnya. Dan Ginan tau bahwa ia telah mengambil perawan wanita setelah melihat bercak merah di sprei. Astaga, hingga detik ini pun Ginan masih ingin mencicipi tubuhnya. Tapi… tidak boleh! Ginan punya harga diri. Ia tidak serendah itu untuk tergila-gila pada wanita.

Ingatkan sekali lagi bahwa laki-laki pemilik singgasana JH Group adalah seorang yang pernah bersumpah tidak akan jatuh hati pada gadis rendahan.

“Ini Tuan.” Heru meletakan berkas di meja Ginan. Berkas yang ia minta untuk dicarikan. Ginan ingat sekali dengan wajah itu. Wajah yang mengernyit dengan peluh.

“Oke, terimakasih.” Ginan membuka dokumen itu. Selembar identitas diri. Tentu saja hal itu menimbulkan tanya dalam benak Heru.

“Apa ada yang salah dengan gadis itu?” tanya Heru.

Ginan masih sibuk membaca data diri Kisa Amalia. Membolak-balik biodata itu lalu tersenyum remeh. Ia tatap wajah Heru yang dipenuhi tanya.

“Kamu tau? Aku pikir gadis yang menjebak ku dari kalangan atas. Minim-minimnya artis atau selebgram. Ternyata hanya karyawan dan ironinya bawahan ku sendiri.” Ginan melempar biodata itu. Poto Kisa yang sedang tersenyum formal dengan background merah itu terlihat.

“Dia menggali lubang kuburnya sendiri. Ingin naik jabatan dengan cara kotor, ha?!” Gemertak giginya samar terdengar. Sorotnya tajam ke depan. Seolah gadis pembuat onar itu ada di depannya.

Sedangkan di samping—Heru mengerutkan kening. Ia tak tahu menahu kejadian malam itu. Yang jelas, waktu itu Tuannya pergi sendiri. Ada satu waktu, Tuannya butuh waktu sendiri. Heru pikir ia tak perlu menyusul. Eh tapi malah berakhir dijebak oleh wanita ini.

Heru menatap lamat-lamat gadis bernama Kisa itu. Dari segi wajah, sepertinya dia wanita baik-baik. Haaah, sayang sekali dia sudah membuat seorang Hartama marah. Apalagi Taunnya ini kalau sudah dendam tidak bisa diganggu gugat. Heru ikut prihatin atas apapun yang menimpa gadis ini nanti. Dan ia tak ingin ikut campur. Toh, salah siapa bermain-main dengan api!

“Tuan akan memecatnya?”

“Pikiran mu terlalu dangkal, Her. Pemecatan saja tidak cukup! Sudah ku bilang kan? Aku akan menghancurkannya. Mempermalukannya dan menjatuhkan harga dirinya sebagai wanita!”

Tck! Sialan! Walau perasaan kesal ini seolah bisa menggerogoti dari dalam. Nyatanya, Ginan masih ingin mengulangi malam panas itu lagi. Tentu saja dengan gadis bernama Kisa ini.

Lihat saja! Ginan akan membuangnya setelah selesai bermain-main dengannya! Untuk sekarang Ginan hanya ingin menunggu. Kapan gadis itu kemari sambil menangis minta pertanggung jawaban.

“Saya dengar dia melakukan kesalahan yang mengakibatkan beberapa karyawan tidak terbayar.” Heru ingat ada kejadian itu. Namun sampai detik ini belum ada penanggulangan.

Hidden Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang