3. Bussiness Man

104 21 0
                                    

“Bagaimana? Kau sudah dapat wanita itu?”

“Maaf Tuan, pengunjung Club terlalu ramai hari itu. Saya harus menyelidiki satu-satu agar mendapat informasi yang Tuan mau.”

Lelaki itu berdecak. Menaruh wine dan bangkit dari sofa. Ia berjalan ke arah dinding kaca yang menampakan city light. Penthouse ini selalu menjadi tempat favoritnya.

“Kota ini adalah teritori ku. Sudah hampir dua bulan berlalu dank au belum menemukan tikus kurang ajar itu. Aku meragukan profesionalitas mu, Heru.”

Lelaki berjas dengan nama Heru itu mengerutkan kening. Tubuhnya reflek membungkuk sebab segan dengan orang di depannya.

Siapa yang tidak mengenal keluarga Hartama. Pengendali bisnis di belakang layar. Disebut sebagai salah satu pilar yang menyokong Negara. Gurita bisnisnya menjamur di mana-mana.

JH Group sendiri memiliki anak perusahaan diantaranya bisnis elit property, furniture, marketplace, dan ekspedisi. Empat anak perusahaan berdiri kokoh di bawah naungan seorang Hartama. Penyandang nama Hartama adalah sosok yang disegani di kalangan elit bisnis. Namun pria ini bisa melampaui Hartama lainnya.

Dia berdiri di puncak kesuksesan. Adipati Ginan Hartama namanya. Sosok alpha dari segala alpha. Dia adalah srigala tunggal yang pandai menggerakan pion. Dialah pemilik saham terbesar JH Group. Orang yang tak boleh diabaikan eksistensinya.

“Maaf, saya akan berusaha lebih—“

“Tidak usah. Toh dia akan datang sendiri pada ku.”

Heru meneleng. Tak mengerti maksud Tuannya.

“Dia menjebak ku dengan obat perangsang. Tentu saja dia mendapat apa yang dia inginkan dan suatu hari dia akan mengunjungi ku untuk meminta pertanggungjawaban. Haha, klasik sekali. Aku tidak akan tertipu begitu saja.”

“Lalu apa yang akan Tuan lakukan ketika wanita itu datang?”

Dia berbalik. Handuk kimononya tak terpasang sempurna sehingga tubuh bagian depan itu terekspos. Menampakan otot kokoh yang terbentuk akibat rutin gym hampir setiap hari.

“Tebaklah apa yang akan ku lakukan,” tantang Ginan.

Bosnya ini memang gemar bermain teka-teki. Membuat orang lain terhipnotis ikut alur pembicaraan. Sebenarnya, Heru ke sini hanya untuk menyampaikan hasil penyelidikan terhadap wanita club yang waktu itu menjebak Tuannya. Ia tak bermaksud berlama-lama karena pekerjaannya sebagai sekretaris pun masih menumpuk di meja.

“Tuan akan mengusirnya?”

“Tidak, itu terlalu remeh untuk seseorang yang menjebak ku.”

“Apa Tuan akan menjebloskannya ke penjara atas pasal penipuan?” Menurut Heru, itu yang paling masuk akal dan sudah cukup membuat seseroang jera.

Terdengar kekehan. Gigi rapih itu menampakkan eksistensinya.

“Aku akan menuruti kemauannya.”

“Ha?”

Sumpah! Tuannya ini sulit ditebak.

“Kenapa Tuan justru ingin menuruti tuntutannya? Bukankah Tuan yang dirugikan? Aku masih tidak mengerti.”

Pria tangguh itu berjalan. Kembali mengambil gelas wine kosong. Sadar akan itu, Heru langsung mengisinya. Hampir lima tahun bekerja, ia sudah biasa dengan kebiasaan Tuannya.

“Wanita seperti ini tidak bisa dibalas instan. Aku akan bertanggung jawab. Memberinya ikatan pernikahan yang diinginkan. Setelah itu aku akan membuangnya begitu saja. Mempermalukannya dan menginjak-injak harga dirinya.” Seringainya nampak menakutkan. Heru tahu Tuannya sangat murka dengan wanita yang menaruh obat perangsang itu.

“Saya tau Tuan kesal dan ingin membalasnya. Tapi saya mohon tolong berhati-hati dengan media. Mereka sangat pandai mencari topik hangat. Itu bisa mempengaruhi citra Tuan.”

“Aku tahu. Sudah larut. Pulanglah. Aku tidak mau reporter mengangkat kisah cinta dua lelaki yang terus menghabiskan waktu bersama.” Ginan menyeringai geli.

Kehidupan ini tak luput dari senggol menyenggol. Apa itu hidup tenang? Selama kau di atas, angin akan berhembus semakin kencang. Yah, lagi pula Ginan menikmatinya. Ia bukan tipe orang yang suka mengejar ketenangan. Kehadirannya saja sudah seperti badai.

“Akan ku pastikan hal itu tidak akan terjadi,” sahut Heru kemudian beranjak keluar. Ia juga muak dengan reporter gila yang mengangkat isu-isu melenceng. Ah, mungkin karena Tuannya ini belum menikah di usia hampir kepala tiga. Dia terlalu asik dengan dunianya sampai mengabaikan kebutuhan biologisnya.

Tapi… zaman sekarang wanita malam kan sudah menjadi hal yang normal. Heru tak tahu menahu apakah Tuannya pernah mencicipi kupu-kupu di dunia malam. Dari apa yang terjadi dengannya di Club. Sepertinya dia enggan menyewa wanita bekas. Setahu Heru justru banyak wanita yang sukarela memberi mahkotanya. Gratis. Mulai dari artis sampai selebgram.

Namun, Tuannya punya harga diri. Alasan dia tidak menikah hingga detik ini mungkin karena kejadian dua tahun silam.

Satu notifikasi tertera. Heru menyipit karena tak memakai kacamata. Setelannya dia menghela nafas, “Haaah, sepertinya aku harus membersihkan isu miring Tuan lagi.”

****

Air conditioner menunjukan angka enam belas derajat celcius. Dingin merayap seluruh ruang di jam setengah enam sore. Dinding kaca yang hordennya sengaja diikat itu menunjukan pemandangan kota dengan senja sebagai pusat perhatian. Kilau keemasannya seolah pelipur lara yang mampu memusnahkan letih.

Kisa beranjak dari kursi untuk mengubah suhu agar tak sedingin ini. Jujur saja ia tak suka dingin. Hidungnya terasa pedih saat menghirup udara terlampau dingin.

“Dua puluh tujuh, Sa. Heran, sepertinya yang manusia Cuma kita aja deh Sa. Yang lain siluman salju,” sarkas Siska kepada tiga orang di sana, seperti baisa mulutnya sepedas cabe rawit.

“Maaf sih, tadi dari luar. Kamu juga gitu kan? Mentang-mentang senior, jangan seenaknya dong,” sahut Sarah. Di antara yang lain, dia paling berani.

“Heh, saya keluar sesekali ya. Kalian? Jangan sampai saya laporkan kalian ke kepala bagian! Saya diam karena kasihan. Tolong kerjasamanya!”

Bukan Siska kalau tidak melawan balik. Benar dia adalah senior. Tak ada yang mau berurusan dengannya. Kisa pun menambah suhu ruang agar tak sedingin tadi. Lagi pula ini sudah sore, tidak sepanas tadi siang.

Hari ini Kisa lembur sampai malam. Biasalah, tutup buku akhir bulan. Kalau sudah begini, paling Kisa bisa pulang di atas jam sepuluh atau Kisa akan menginap di kantor. Seolah tau betapa sibuknya bagian admin saat tiba tutup buku, perusahaan menyediakan kasur lipat yang bisa digunakan kapan saja.

“Pulang atau nginap?” tanya Siska tiba-tiba.

“Oh sepertinya nginap. Kerjaan ku masih banyak.”

“Hmm.”

Canggung. Sumpah! Kisa tak tahu kenapa mejanya harus sampingan dengan Siska. Dia itu tidak bisa ditebak. Kalau moodnya sedang baik, dia bisa sangat perhatian. Tapi kalau moodnya sedang anjlok, jangankan bersuara, bergerak saja Kisa takut.

Ah sudahlah. Kisa harus fokus. Rekapan gaji tenaga kerja harus segera di input. Di kantor ini ada lima admin yang merekap gaji tenaga kerja. Sesuai job desk-nya, Kisa kebagian merekap gaji tenaga kerja anak perusahaan Marketplace. Semua data ini akan diserahkan bagian accounting supaya bisa diproses dan hasilnya bisa akan menjadi salah satu acuan untuk rencana ke depan.

Kisa masih mending ada di posisi ini. Bagian accounting lebih bar-bar lagi. Selip satu, mereka tidak akan tidur sampai menemukan titik kesalahan. Sebagai pekerja biasa, kadang Kisa takjub dengan mereka yang berada di atas.

Bagaimana bisa mereka menghasilkan begitu banyak uang? Bayangkan saja, gaji tenaga kerja yang Kisa rekap saja bisa mencapai ratusan juta. Itu baru satu anak perusahaan. Dan hanya di bagian gaji pekerja saja. Bagaimana dengan pengeluaran iklan dan biaya operasionoal yang mungkin tak bisa Kisa bayangkan.

Pantas saja JH Group digadang-gadang sebagai penyokong Negara. Dan ironisnya Kisa justru berurusan dengan orang sehebat Adipati Ginan Hartama.





Mauu jadi bini Ginan. Tapi syaratnya disayang sampe bucin maksimal. Kalo cuma jadi bahan pelampiasan mending lo kawin aja sama lonte sana!

Hidden Wife Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang