Kira-kira hampir tiga tahun Handika menjalin hubungan asmara dengan Kisa. Selama itu, tak pernah sekali pun surut cintanya pada gadis bermata teduh. Justru semakin ke sini Handika semakin yakin. Membuatnya terus berusaha sampai mendapat restu semesta.
Walau kadang Handika dibuat bertanya. Pantaskah diri ini mendapat gadis seperti Kisa.
Dia cantik, ramah, dan pintar. Handika selalu kagum ketika dia mengungkapkan pendapatnya selama debat presentasi berlangsung. Selama kuliah, tak hentinya Handika mencari celah untuk mendekati Kisa.
Bagaikan pungguk merindukan bulan. Handika sadar dari segi apapun ia tak pantas bersanding dengan Kisa. Handika hanya mahasiswa biasa. Ketika mata kuliah sudah selesai, ya pulang. Berbeda sekali dengan Kisa yang saat itu aktif mengikuti salah satu organisasi internal kampus.
Di tengah rasa inferior tak berkesudahan. Di ujung jalan penantian. Semester akhir. Tepatnya saat penyusunan skripsi. Tiba-tiba semesta mempertemukan Handika dan Kisa dalam satu kelompok dosen pembimbing skripsi.
Selama prosesnya, Handika semakin dekat dengan Kisa. Apalagi penyusunan skripsi tak boleh hanya sekedar nyomot bacaan di internet. Handika membantu Kisa. Begitupun sebaliknya. Mungkin dari situlah awal kedekatan mereka menjadi sebuah hubungan yang tak bisa diungkapkan dengan kata.
Tepat setelah sidang komprehensif selesai. Handika memberanikan diri menyatakan rasa. Ia membawa sebuket bunga yang mungkin terlihat wajar untuk dihadiahkan pada mahasiswa yang baru selesai ujian.
Sialnya, waktu itu Handika terlampau gugup sampai kata yang telah ia siapkan buyar seketika. Akhirnya, Handika beralih ke plan B. Menyelipkan kata cinta di buket bunga. Semoga saja Kisa membacanya.
Tak disangka. Malamnya Handika mendapat chat dari Kisa. Kabar baik menerpa mereka. Walau tak secara langsung, mereka resmi menjadi pasangan kekasih. Kisah mereka dimulai dari sana hingga kini rasa yang dulu ada tak lagi sama.
Entah kenapa, Handika merasa akhir-akhir ini Kisa sedikit menghindar. Bukan hanya karena pekerjaan. Ada sesuatu yang membuatnya perlahan menjauh.
Ditatapnya lama handphone yang beberapa saat lalu terhubung dengan kekasihnya. Pantulan dirinya di kaca sudah menampilkan sosok rapih dengan outfit sesuai selera. Handika berbohong pada Kisa yang mengatakan tidak apa-apa setelah ia mendeklarasikan untuk membatalkan janji temu.
Kadang Handika berpikir setelah menikah, Kisa resain saja dari kerjaannya. Tapi… tidak mungkin kan? Handika adalah saksi nyata perjuangan Kisa dalam mencari kerja sampai akhirnya diterima di JH Group.
“Cuci motor aja deh,” ucap Handika. Satu persatu outfitnya dilepas. Digantikan dengan baju sehari-hari.
***
Lift menuju lantai tujuh belas. Monitor masih menunjukan angka lima belas. Masih ada dua lantai lagi dan Kisa harus menahan kecamuk pikiran yang menggerayanginya layaknya parasit.
Ya ampun. Dua tahun kerja di sini, tidak pernah Kisa membayangkan mengalami kesalahan fatal seperti ini. 30 gaji karyawan tidak terbayar.
Mikir apa sih kamu Kisa!
Karenanya Kisa harus ke bagian accounting. Memeriksa sekali lagi laporan yang ia buat tempo hari dan sudah diserahkan bagian accounting. Ia yakin tidak membuat kesalahan.
Pintu lift terbuka. Kisa melangkah percaya diri ke pintu di mana bagian accounting berada.
Sebenarnya sudah menjadi hal lumrah ketika bagian administrasi berselisih paham dengan bagian accounting. Kebanyakan pihak accounting yang protes akan adanya kesalahan input dari administrasi. Sehingga tak jarang bagian administrasi dipanggil kemari.
Saat ini, tiada angin tiada hujan, Kisa datang membawa badai. Ia tak tahu letak salahnya di mana karena ia ingat betul sudah menyelesaikan pekerjaan dengan bersih. Selip satu dua masih manusiawi. Ini ada tiga puluh karyawan tidak terbayar. Bagaimana ceritanya?
Kisa tak sebodoh itu untuk membiarkan dirinya dalam masalah besar. Pasti ada kesalahan dari pihak accounting.
“Permisi Kak, boleh minta waktunya sebentar?” ucap Kisa sopan. Walau pikirannya berisik. Ia harus professional.
“Kenapa?”
“Saya mau lihat laporan keuangan bulan lalu Kak. Ada sedikit masalah dan saya ingin melihat berkas laporan yang sudah saya serahkan ke Kak Angel.”
Tatapannya berubah sinis. “Masalah apa?” tanyanya dengan nada tak sabar. Terpaksa Kisa menjelaskan.
“Oh, jadi kamu. Tck! Kamu ini. Gara-gara kamu saya rombak semua laporan saya. Gara-gara kamu juga meeting internal tertunda. Astaga, selama saya kerja. Baru kali ini dapat kasus menggemparkan satu kantor.”
“Saya butuh laporan itu. Sebentar saja Kak. Atau kalau Kakak sibuk, saya bisa cari sendiri.”
“Kamu itu ya! Saya pusing sekarang ya gara-gara kamu. Sadar diri dong. Sudah sana. Minta tanda tangan atau ganti pakai uang mu sendiri. Saya tidak mau tau karena itu kesalahan mu. Bagian accounting hanya menginput sesuai laporan mu.”
“Makanya saya kemari Kak. Saya ingin melihat laporan yang saya buat kemarin. Setiap tutup buku saya selalu mencatat hasil akhirya di buku pribadi saya sebelum saya serahkan ke bagian accounting. Makanya saya ingin mencocok—“
BRAK!
“Kamu curiga saya yang ubah hasil akhirnya? Gila kamu ya! Seumur-umur saya tidak pernah berbuat curang.” Teman di sampingnya tampak menahan tubuh Angel agar tak maju mendekati Kisa. Wajahnya merah padam. Dia marah luar biasa.
“Sudah, kamu pergi dulu sana,” ucap temannya kemudian.
Kisa pikir akan mendapat bantuan di sini. Ah Kisa lupa dia hanya seorang diri. Masuk kemari pun dengan usaha sendiri. Berbeda dengan mereka yang punya jalur cepat orang dalam. Sudahlah, ini adalah usaha terakhir Kisa sebelum memilih antara membayar denda yang nominalnya sampai ratusan juta atau minta tanda tangan Adipati Ginan Hartama.
Koridor sepi ia lewati. Bagian IT. Lantai ini selalu sepi karena hanya dihuni beberapa orang saja. Kisa tak sengaja salah tekan tombol. Ia telalu malas mengubahnya. Biarkan saja lift membawanya kemana. Dan di sinilah Kisa.
Ia duduk seorang diri. Memikirkan pilihan terbaik namun hanya jalan buntu yang ia temui. Mengganti uang ratusan juta? Yang benar saja! Tabungan Kisa bahkan belum cukup mencapai angka itu. Dan jika tanda tangan, itu berarti Kisa siap diberi surat peringatan pertama sekaligus berhadapan langsung dengan Ginan. Saat itu tiba, ketakutan terbesar Kisa adalah Ginan tak mengingat kejadian itu.
Itulah sebabnya Kisa maju mundur menemui Ginan. Jika demikian, hanya ada malu yang Kisa dapatkan.
“Apa yang harus ku lakukan?” matanya semakin memburam. Bibirnya bergetar.
“Ada aja cobaan.”
“Haaah, hari apes tidak ada di kalender.”
Ya Tuhan, mau ditahan gimana pun. Air mata ini tak bisa mengikuti kata hati. Luruh begitu saja. meninggalkan jejak pilu di pipi. Kisa menyerah. Persetan dengan dewasa. Ia ingin menangis saja. Tanpa melakukan apa-apa. Biarkan begini untuk sementara.
Tangisan itu terdengar pilu. Sampai mengundang atensi seseorang yang baru saja keluar dari pusat kendali IT. Dia mencari sumber suara dan ketemu.
Seorang gadis menangis sendirian. Menangis sejadi-jadinya tanpa peduli sekitar. Dia penasaran. Hendak mendekat sebelum sadar satu kenyataan.
Matanya membelalak lebar. Langkahnya berhenti di tempat.
"Aku ingat. Dia… si gadis Club!”
Omagaah. Ginan udah tau Kisa niih. Tinggal eksekusi gak sii?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hidden Wife
RomanceKisa hanyalah pegawai biasa di sebuah perusahaan. Dengan segudang masa depan yang telah ia rencanakan bersama Handika, ia yakin akan menempuh hidup bahagia. Namun, semesta ingin kisah hidup Kisa tidak sesederhana itu. Alkohol memberinya efek halusin...