Jejak di Antara Dunia

6 3 0
                                    

...........................

Devin terbangun di loteng, tergeletak di antara debu dan kenangan yang bercampur menjadi satu. Jantungnya berdebar kencang, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Kenangan tentang malam terakhir bersama Elsa masih menyengat di otaknya—suara teriakan, wajah ketakutan Elsa, dan perasaannya yang tak berdaya. Dalam kebisingan suara hujan di luar, dia mendengar detak jantungnya sendiri, seolah berusaha menenangkan pikirannya.

"Bersiaplah, Devin," bisik sebuah suara lembut di dalam hati. Suara itu terdengar familiar, namun tak bisa ia pastikan apakah itu Elsa atau hanya ilusi dari rasa rindunya yang mendalam. Dia meraih kalung bulan sabit itu, menggenggamnya erat, berharap bisa menghubungkan dirinya dengan dunia Elsa.

Saat ia bangkit, pandangannya tertuju pada cermin yang berdebu di sudut ruangan. Cermin itu memantulkan wajahnya yang murung dan lesu. "Hidup harus terus berjalan," ucapnya pada diri sendiri, berusaha Memeyakinkan hati yang penuh luka.

Devin menghabiskan hari-harinya mencoba melupakan masa lalu yang menyakitkan. Ia kembali ke rutinitas sehari-hari—berangkat ke sekolah, berinteraksi dengan teman-teman, dan mencoba tersenyum di depan orang-orang terdekatnya. Namun, senyumnya tak pernah mencapai matanya. Rasa kehilangan yang menggerogoti jiwanya selalu membayangi setiap langkah yang diambilnya.

Namun, hari itu terasa berbeda. Saat ia melangkah ke sekolah, suasana di dalamnya terasa mencekam. Teman-temannya tampak terasing, seolah menghindarinya. Tak lama, ia melihat Dinar, adik tiri Elsa, berdiri di tengah kerumunan, dikelilingi oleh teman-teman sekelas yang tertawa dan berbincang. Senyumnya yang polos hanya menyimpan rahasia kelam. Devin merasakan aura gelap mengelilingi Dinar, seolah ia tahu sesuatu yang tak seharusnya.

"Hey, Devin! Apa kabar?" Dinar menyapanya dengan suara manis, tetapi di balik kata-katanya tersimpan ketidakberdayaan. "Sudah lama tidak lihat kamu. Semua orang khawatir padamu."

"Aku baik-baik saja," jawab Devin dengan suara datar, mencoba menghindari tatapan Dinar. Sebuah perasaan tidak nyaman menggelayut di benaknya. Ia bisa merasakan ada yang tidak beres dengan Dinar—sebuah kecenderungan manipulatif yang membuatnya waspada.

Hari-hari berlalu, dan Devin mulai menemukan petunjuk-petunjuk yang mengarah pada kematian Elsa. Ia merasa ada yang mengawasinya, seolah seseorang ingin menghalanginya menemukan kebenaran. Saat berkeliling sekolah, ia mendengar bisikan-bisikan yang menyebut namanya dan Elsa. Bisikan itu semakin mengganggu pikirannya, dan ia mulai meragukan siapa sebenarnya teman-temannya. Apakah mereka benar-benar peduli padanya, ataukah mereka hanya terpengaruh oleh Dinar?

Malam hari, saat pulang sekolah, Devin kembali ke loteng. Ia berharap artefak kalung bulan sabit itu bisa membantunya menemukan jawaban. Dengan jantung berdebar, ia duduk di tengah loteng, menggenggam kalung itu erat-erat. "Elsa, jika kamu masih ada, tunjukkan dirimu padaku," pintanya, harap-harap cemas.

Tiba-tiba, lampu ruangan berkedip, dan suasana menjadi dingin. Suara Elsa kembali terdengar, bergetar dalam kegelapan, "Devin... aku di sini." Suaranya menembus jiwanya, membuatnya merinding. Dalam sekejap, bayangan Elsa muncul, tidak lebih dari sekadar embun tipis yang melayang di udara.

"Bantu aku, Devin. Dinar tahu lebih banyak daripada yang dia katakan. Dia menyimpan rahasia," suara Elsa terdengar lemah namun jelas.

"Rahasia apa?" Devin hampir tak mampu berbicara. Rasa takut dan rindu bercampur aduk dalam hatinya. Ia ingin Elsa kembali, tetapi di saat yang sama, ia takut akan kebenaran yang mungkin harus dihadapi.

"Dinar..." suara itu mulai menghilang, "dia... dia tidak sepolos yang kamu pikirkan. Cari tahu... cari tahu kebenaran tentang kematianku. Jangan biarkan dia... menguasai segalanya."

Devin merasakan sejumput ketakutan menyelimuti dirinya. Ia harus segera menemukan jawaban. Dalam jiwanya, sebuah keputusan lahir—ia tidak akan membiarkan Dinar merusak kenangan Elsa lebih jauh lagi.

Dengan semangat yang baru, Devin bersumpah untuk mengungkap semua misteri yang mengelilingi kematian Elsa dan melindungi ingatan tentang cinta mereka. Namun, jalan di depannya akan penuh dengan rintangan, dan ia tahu bahwa Dinar tidak akan membiarkannya pergi dengan mudah.

In The Grip Of Darkness ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang