Bayangan yang Kembali

5 3 0
                                    


Pagi itu, suasana desa masih terasa tenang, tapi ada sesuatu yang ganjil di udara. Seolah-olah desa ini sudah tidak lagi menjadi tempat yang aman seperti sebelumnya. Ketiga sahabat, Dinar, Devin, dan Memey, belum bisa menghilangkan kegelisahan dari malam sebelumnya. Mereka terus memikirkan kegelapan yang sempat mereka hadapi, dan rasa takut bahwa itu belum sepenuhnya hilang menghantui mereka.

Dinar berjalan menyusuri jalan setapak menuju sekolah, pikirannya melayang-layang. Ia merasa ada yang mengawasi, tapi setiap kali ia menoleh, tidak ada siapa pun di sana. Memey, yang biasanya ceria, pun kini tampak lebih pendiam. "Din, kamu gak ngerasa aneh ya akhir-akhir ini?" tanyanya pelan saat mereka berdua berjalan bersama.

"Jelas banget. Gue ngerasa kita belum sepenuhnya keluar dari masalah ini," Dinar menjawab dengan suara pelan. "Kayak ada yang masih ngintai kita."

Devin menyusul di belakang mereka. Dia masih tampak tertekan, mungkin karena terus terbayang tentang Elsa dan pengorbanan yang dilakukan gadis itu. "Kayaknya ada sesuatu yang salah... gue nggak bisa ngejelasin, tapi gue rasa kegelapan itu belum selesai," gumamnya dengan nada berat.

Di sekolah, suasana juga terasa berbeda. Banyak siswa yang mulai membicarakan hal-hal aneh yang terjadi di sekitar desa. "Kemarin malam, ada yang liat bayangan di belakang sekolah. Tapi pas dicari, gak ada siapa-siapa," salah satu siswa berbisik saat mereka lewat.

Dinar, Memey, dan Devin saling pandang. "Kayaknya ini mulai serius, Din," ucap Memey sambil menelan ludah. "Bayangan yang kita lawan kemarin... mungkin masih ada di sekitar sini."

"Ya, tapi sekarang kita harus hati-hati. Jangan gegabah," Devin menambahkan, wajahnya serius. "Gue rasa, ini lebih besar dari yang kita bayangkan."

Tiba-tiba, dari kejauhan, seseorang mendekat. Itu adalah salah satu siswa baru yang belum pernah mereka lihat sebelumnya. Rambutnya panjang, wajahnya pucat, dan dia tampak asing di antara kerumunan. Tanpa mengatakan sepatah kata pun, dia berhenti di depan mereka, matanya penuh dengan sesuatu yang tidak bisa dijelaskan.

"Kalian yang melawan kegelapan, kan?" tanya gadis itu dengan suara datar tapi menusuk. Dinar, Memey, dan Devin terkejut.

"Siapa lo?" tanya Dinar dengan nada penuh kecurigaan.

"Aku tahu apa yang kalian hadapi. Dan aku tahu kalau kalian belum menyelesaikannya," jawab gadis itu, tatapannya tajam menembus mereka.

"Lo siapa?" Memey bertanya, penasaran sekaligus waspada.

"Aku cuma seseorang yang tahu apa yang terjadi. Kalian belum sepenuhnya mengalahkan kegelapan. Sebenarnya, kalian baru membuka jalan bagi sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih gelap," jawab gadis itu dingin. "Kalian gak akan bisa kabur dari apa yang datang. Karena bayangan itu akan terus mengikuti kalian."

Dinar merasa jantungnya berdetak lebih cepat. "Apa maksud lo?"

Gadis itu tersenyum tipis, sebuah senyum yang tidak memberikan rasa nyaman sama sekali. "Semua ini baru permulaan. Bayangan itu akan terus datang, semakin kuat. Dan kalian mungkin tidak akan bisa mengalahkannya kali ini."

"Kenapa lo bilang begitu? Dan lo dari mana bisa tahu semua ini?" Devin bertanya, nadanya serius dan sedikit gugup.

Gadis itu tidak menjawab. Ia hanya menatap mereka dengan pandangan yang sulit dijelaskan, kemudian berbalik dan pergi tanpa menambahkan apa-apa lagi. Ketiganya berdiri terpaku, kebingungan, tapi juga merasa ketakutan. Malam harinya, mereka bertiga memutuskan untuk berkumpul di rumah Dinar. "Gue gak bisa berhenti mikirin cewek tadi. Siapa dia, dan kenapa dia tahu banyak soal kegelapan?" tanya Memey sambil melipat tangannya.

"Gue juga gak tau, tapi dia kayaknya tahu lebih dari yang kita tahu," Dinar menjawab. "Gue rasa kita harus nyari tahu lebih jauh soal bayangan itu. Kita gak bisa cuma diem."

Devin yang biasanya tenang, kini tampak lebih tegang dari biasanya. "Apa pun yang terjadi, kita gak boleh lengah. Kita udah tahu betapa bahayanya kegelapan itu. Kalau dia bener, berarti kita harus siap buat sesuatu yang lebih besar."

Malam semakin larut, dan mereka berusaha mencari informasi lebih lanjut. Tapi kegelapan yang mereka hadapi seolah lebih cerdas dari yang mereka duga. Setiap kali mereka merasa mendekati jawabannya, sesuatu yang aneh terjadi di sekitar mereka.

Pada malam berikutnya, desa menjadi semakin sunyi. Tidak ada satu pun cahaya yang tampak dari jendela rumah-rumah, dan jalanan terasa sangat sepi. Dinar, Devin, dan Memey sekali lagi berkeliling, berharap menemukan sesuatu yang bisa memberi mereka petunjuk. Namun, justru yang mereka temukan adalah semakin banyak keanehan.

Langkah kaki mereka berhenti ketika bayangan besar mulai terbentuk di dinding salah satu rumah. Sebuah suara rendah dan berat terdengar dari arah itu. "Kalian tidak akan pernah bisa kabur. Kegelapan selalu ada. Kalian tidak bisa mengalahkannya."

Bayangan itu mendekat, merayap seperti makhluk hidup, mencoba meraih mereka. Dinar, Memey, dan Devin berlari secepat mungkin, berusaha menghindari cengkeraman kegelapan itu. Tapi di saat yang sama, mereka tahu bahwa ini hanya awal dari pertempuran besar yang akan datang.

In The Grip Of Darkness ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang