Seminggu berlalu ...
Rashi memakai cepat jaket, bergegas keluar kamar dan menguncinya. Tujuan utama gadis itu kini adalah kamar Azkia dan Pak Irman. Hendak meminta izin setelah mendengar kabar mengejutkan dari Ibu Panti beberapa menit lalu.
Belum sempat mengetuk pintu kamar Azkia, daru jauh Safir juga baru saja keluar kamar.
"Bang Safir."
"Ada apa, Rash? Kayaknya kamu panik?"
"Bang, tolong izinin sama Tante dan Om ya, aku ada keperluan mendadak ke panti."
"Loh, ada apa? Buru-buru banget? Ini masih pagi buta loh."
"Ada problem sedikit, Bang. Tolong ya, aku nggak punya banyak waktu." Interaksi Rashi dan Safir kini mulai hangat, Rashi mulai mau banyak bicara pada lelaki itu. Dan merasa ia menemukan sosok seorang kakak di diri Safir.
"Ooh ya udah, aku antar aja yuk."
"Nggak usah, Bang. Nanti yang izinin aku siapa?"
"Kan ada Rahsya."
Sejenak Rashi berpikir, menunggu taxi tidak mungkin, sementara membawa mobil keluarga itu pun ia tak berani. Ia sadar posisinya. Setelah diam sebentar, gadis itu akhirnya mengangguk. "Oke, Bang."
Safir kembali ke kamar, mengambil jaket lalu kembali keluar menemui Rashi. Dari atas tangga, Rahsya melihat interaksi dua orang itu dengan hati jengkel.
"Mau ke mana Lo." Tanya nya dingin pada Rashi saat sampai di anak tangga paling bawah.
"Ada urusan penting." Rashi menjawab sekena nya.
"Sama Gue aja." Tawar Rahsya. Entah mengapa ada rasa tak suka melihat abangnya bersama sopir cantik mamanya itu.
"Ribet. Yang ada nggak nyampe-nyampe."
Rashi bergegas keluar, di susul oleh Safir yang sebelum pergi meninggalkan pesan agar menyampaikan kepergian mereka pada sang Mama.
Bugh!
Rahsya meninju tembok, "dia kenapa nggak sadar diri banget sih. Udah tahu Bang Safir punya tunangan."
(Cemburu, Bang? 😁😁)
Rahsya menaiki anak tangga, berlari menuju balkon lantai dua untuk melihat kepergian sang kakak dengan Rashi.
"Sejak kapan Bang Safir ngizinin cewek lain naik motornya. Bukannya cuma Ce Sherine yang boleh."
***
"Rashi."
Rashi memeluk ibu panti dengan perasaan gundah, "Bu, apa yang terjadi?"
"Nak, maafkan ibu. Ibu bersalah padamu."
"Ibu kenapa?" Rashi mengurai pelukannya, menatap penuh tanya pada wanita baya itu.
"Suami ibu."
"Kenapa dengannya? Datang lagi? Apa yang dia lakukan pada ibu?"
"Dia mengambil semua uang pemberian Pak Irman, Rashi. Dan pemilik tempat ini meminta ibu dan anak-anak pergi kalau tidak dibayar hari ini." Tangisan Ibu Panti membuat Rashi mengepalkan tangan. Tatapannya menajam.
Pandangan Rashi beralih pada punggung tangan Ibu Panti yang memar serta bagian pelipis yang memerah kebiruan.
"Dia ngapain Ibu?"
"Enggak, Nak. Nggak papa."
"Jangan bohong sama Rashi, Bu. Ini Ibu memar semua. Dia pukulin Ibu lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
R A S H I (Sequel Of Cinta Khanindra)
Ficción GeneralHidupku berantakan setelah seseorang dengan teganya memisahkan aku dari orang tua serta saudari kembarku saat usia kami baru menginjak 5 tahun. Kehidupan keras karena dipaksa tinggal di sebuah panti asuhan di ibu kota membentuk karakterku menjadi ga...