Rashi mematung di depan pintu Panti mendengar perdebatan sengit antara ibu panti dengan sang suami.
Rahsya tak bisa menghentikan langkah Rashi yang perlahan mendekati dua orang paruh baya di ruang tamu itu.
"Jadi selama ini, yang misahin aku dari orang tua aku itu Ibu." Ibu Panti menoleh cepat.
Wanita itu menganga melihat kehadiran Rashi. "Rashi." Suara wanita itu seperti tercekat di tenggorokan. Tak ada kalimat yang keluar selain air mata nya yang semakin deras membasahi wajah tua nya.
"Jawab Rashi, Bu."
"Nak, Ibu--"
"Empat belas tahun lalu, di tengah hujan deras Ibu menolongku yang tengah kedinginan. Ibu memelukku, membawaku pulang ke rumah ini dan merawatku penuh kasih sayang. Lantas ini apa, Ibu? INI APA?!"
Rahsya bergetar melihat Rashi jatuh bersimpuh di lantai. Dibantunya gadis itu berdiri lalu memeluknya penuh kasih sayang.
Untuk pertama kali nya Rahsya melihat Rashi begitu rapuh dan tak berdaya.
"Rashi, tenang." Rahsya menangkup wajah sembab gadis itu. Beberapa saat lalu ketika mereka sampai di depan panti, adik-adik kecil tengah berada dalam lindungan Erlang. Pemuda itu mengadu pada Rashi melalui tatapan mata nya.
Belum sempat Rashi menjejakkan kaki di alam rumah, perdebatan sengit Ibu panti membuat ia seperti kehilangan tenaga.
"Saya tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tolong, untuk saat ini Rashi butuh kekuatan untuk menerima kenyataan. Saya mohon, Ibu sebaiknya menjauh darinya."
"Tapi, Den. Saya perlu menjelaskan."
"Tolong, Bu."
"Kau ini siapa anak muda? Tidak seharusnya kau ikut campur."
"Saya calon suaminya." Tegas, dan tak terbantahkan. Kalimat Rahsya membuat ibu Panti dan suaminya itu bungkam.
"Ayo, Rashi." Seperti tanpa beban, Rahsya mengangkat tubuh Rashi ke dalam gendongannya. Meninggalkan Panti tanpa sedikit pun memberi kesempatan pada semua orang di sana untuk sekedar mendekati gadisnya.
"Puas kamu?! Puas sudah membuat Rashi marah padaku. Semua ini karena ide gilamu, Dharma."
"Setidak nya aku sudah berhasil membuat sakit hatiku terbayar lunas. Khanindra merasakan apa yang kita rasakan."
"Tuan Khanindra tidak bersalah. Kalau saja kamu tidak membuat kegaduhan. Putri kita tidak akan sampai meninggal!"
"Jaga mulut kamu, Kinasih. Aku melakukan itu untuk kesejahteraan kita."
"Kesejahteraan katamu? Dengan mengorbankan putri kamu begitu?! Aku bersumpah, Dharma. Kalau sampai Rashi lepas dari tanganku, kau akan menanggung akibatnya."
"Kau kira aku bodoh! Aku belum membuatnya menderita, jadi aku tidak akan membiarkan dia bertemu orang tua nya!"
"Kau benar-benar tidak punya hati, Dharma. Apa salah Rashi padamu."
"Salahnya adalah, dia anak dari Khanindra. Orang yang sudah menghancurkan harga diriku dan membuat putriku kehilangan nyawa."
"Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiranmu, Dharma. Pergi kau dari sini!"
"Tentu saa, Kinasih. Anak muda itu telah membuka jalanku untuk membuat Rashi semakin menderita."
Dharma, suami ibu panti melenggang dengan santai keluar dari panti asuhan itu setelah ia membuat kegaduhan.
***
"Hei, Bintang nya aku udah dong nangis nya." Rahsya mengulurkan sekuntum mawar pada Rashi yang masih duduk melamun di bangku taman.
KAMU SEDANG MEMBACA
R A S H I (Sequel Of Cinta Khanindra)
General FictionHidupku berantakan setelah seseorang dengan teganya memisahkan aku dari orang tua serta saudari kembarku saat usia kami baru menginjak 5 tahun. Kehidupan keras karena dipaksa tinggal di sebuah panti asuhan di ibu kota membentuk karakterku menjadi ga...