Pagi-pagi sekali, Rahsya membuka pintu balkon yang menghubungkan langsung dengan taman depan. Senyum tipis terbit di bibir lelaki itu saat di suguhi pemandangan manis di bawah sana.
Rashi, dengan telaten membantu Azkia belajar berjalan di tengah rerumputan taman. Kegiatan pagi yang mulai rutin di lakukan sejak 4 hari lalu.
Semangat Azkia bangkit atas dorongan Rashi, dan wanita itu kembali yakin bisa berjalan lagi jika mau berusaha keras meski telah bertahun-tahun lamanya duduk di kursi roda.
Rahsya bergegas mandi, hari ini ia akan melancarkan aksi pendekatannya terhadap Rashi.
"Gue pasti bisa," ucapnya menyemangati dirinya sendiri.
***
"Tante di sini dulu ya, Rashi ambilkan teh hangat." Azkia mengangguk. Tak salah suaminya memilihkan sopir seperti Rashi, gadis itu tak hanya fokus pada satu pekerjaan. Melainkan juga benar-benar melimpahkan kasih sayang untuknya.
"Pagi, Ma." Rahsya mencium pipi kanan-kiri Azkia bergantian.
"Tumbenan udah wangi, Sya. Mau ke mana?" Azkia heran memandang putranya yang telah rapi dengan stelan kaos putih panjang, celana pendek selutut serta rambutnya yang dibiarkan acak-acakan.
"Dih, emang nggak boleh ya kalau Sya rapi pagi-pagi."
"Mimpi apa semalem?" kekeh Azkia.
"Mama." Rahsya memanyunkan bibirnya.
"Duuh, anak mama satu ini gantengnya kok kelewatan ya." Azkia melayangkan cubitan lembut di pipi Rahsya.
"Dulu Mama ngidam apa?"
"Enggak ngidam apa-apa sih, cuman dulu tuh Mama punya sahabat pas waktu di Surabaya."
"Oh ya? Siapa namanya?"
"Khanindra."
"Wiihh, Om Khan yang sering Mama ceritain dulu?"
"Heem."
"Seganteng apa sih Ma orang nya?"
"Ganteng banget. Dulu, mama pernah suka. Tapi, mama salut sama dia karena begitu mencintai wanitanya."
"Istrinya?"
"Waktu itu belum. Sempat juga mereka cekcok gara-gara mama. Tapi, cinta mereka begitu kuat."
"Terus sekarang gimana? Masih suka hubungan?"
"Udah belasan tahun enggak. Kabar terakhir yang mama dapat, mereka punya anak kembar perempuan. Malah, dulu Nara, istrinya Om Khan pernah nyeletuk pengen jodohin anak mereka sama anak mama. Padahal, waktu itu hamil aja belum."
"Dih, nggak mau. Iya kalau anak nya cantik. Kalau enggak."
"Dasar! Nggak boleh gitu, pasangan itu nggak selamanya harus cantik. Yang penting hatinya baik. Cantik itu bonus, Sya."
Rahsya tersipu, "kalau gitu, pilihan Rahsya nggak salah kan, Ma?"
"Pilihan? Pilihan yang mana?" Goda Azkia.
"Iih! Mama pura-pura." Rahsya merajuk, membuat Azkia tertawa kecil.
"Kamu sudah yakin?"
KAMU SEDANG MEMBACA
R A S H I (Sequel Of Cinta Khanindra)
Narrativa generaleHidupku berantakan setelah seseorang dengan teganya memisahkan aku dari orang tua serta saudari kembarku saat usia kami baru menginjak 5 tahun. Kehidupan keras karena dipaksa tinggal di sebuah panti asuhan di ibu kota membentuk karakterku menjadi ga...