Kota yang sibuk tidak pernah tidur, dan malam ini tidak berbeda. Aluna melangkah keluar dari kafe, menyeka keringat di dahi. Suasana di luar cukup nyaman, angin malam membawa aroma kopi dan suara musik dari kafe yang ramai. Namun, di dalam hatinya, badai sedang melanda. Hubungan antara dirinya dan Elzio semakin rumit, dan perasaannya mulai membara kembali.Satu bulan berlalu sejak kehadiran Elzio dalam hidupnya, dan Aluna tidak bisa mengabaikan ketertarikan yang semakin tumbuh. Setiap senyuman Elzio membuatnya merasakan hangat yang tidak biasa, dan saat mereka berbagi tawa, dunia seolah menghilang. Namun, di balik semua itu, bayang-bayang masa lalu menghantuinya. Kenangan akan patah hati membuatnya ragu untuk melangkah lebih jauh.
Suatu malam, saat Elzio menyanyikan lagu di panggung kafe, Aluna duduk di sudut, terpesona. Suara Elzio yang dalam dan melodius menggetarkan hatinya. Setiap lirik yang dinyanyikannya seolah ditujukan khusus untuknya. Saat Elzio menatapnya, matanya bersinar dalam cahaya lampu, dan Aluna merasakan getaran yang dalam. Apakah ini cinta?
Tetapi, kenangan pahit dari hubungan yang hancur mengingatkannya akan risiko yang mungkin dihadapi. Ia tidak ingin kembali ke dalam kegelapan yang pernah melanda hidupnya. "Aku tidak bisa lagi," bisiknya pada diri sendiri.
Setelah penampilan selesai, Elzio datang menghampirinya. "Kau menikmati penampilanku?" tanyanya, senyumnya cerah. Aluna merasa jantungnya berdegup kencang, namun ia mencoba bersikap santai.
"Ya, suaramu luar biasa," jawabnya, mengalihkan pandangan agar Elzio tidak melihat keraguan di matanya.
"Terima kasih," Elzio berkata, duduk di sebelahnya. "Aku ingin tahu lebih banyak tentangmu. Kenapa kau memilih untuk tinggal di kota ini?"
Aluna menatap Elzio, merasakan kedekatan yang hangat di antara mereka. Namun, ia juga merasakan dinding yang harus dibangun agar tidak terluka. "Aku hanya ingin mencari jati diri," jawabnya. "Menulis adalah impianku."
Elzio tersenyum, dan Aluna merasakan kilatan harapan. "Kita semua mencari sesuatu, bukan?" katanya. "Tapi, kadang kita juga harus mengambil risiko."
Ambil risiko. Kata-kata itu menghantui pikirannya. Aluna ingin percaya pada Elzio, tetapi ketakutannya terus membelenggu. Apakah aku benar-benar siap?
Malam-malam berikutnya di kafe selalu diwarnai dengan tawa dan percakapan yang hangat antara mereka. Aluna mulai merasakan betapa menyenangkannya memiliki teman seperti Elzio, tetapi setiap interaksi juga membawa keraguan yang lebih besar. Ketika Elzio bercerita tentang mimpinya menjadi musisi, Aluna ingin mendukungnya, tetapi di sisi lain, hatinya merasa terancam.
Ia mulai menghabiskan lebih banyak waktu menulis, berusaha menyibukkan diri. Namun, setiap kali ia melihat Elzio, hatinya bergetar. "Ini tidak baik," bisiknya, tetapi setiap kali Elzio mengajaknya berbicara, ia tak bisa menolak.
Suatu malam, setelah bekerja lembur di kafe, Aluna duduk sendiri, meratapi kebingungannya. Dia mencurahkan isi hati ke dalam catatannya, menulis tentang semua yang ia rasakan. Kenapa rasanya begitu sulit untuk melupakan? Ia menggenggam pensilnya dengan erat, merasakan ketegangan di dalam dirinya.
Tiba-tiba, pintu kafe terbuka, dan Elzio masuk. Aluna mengangkat kepala, dan mata mereka bertemu. Ada kerinduan dan harapan di antara mereka, tetapi juga rasa takut. "Kau di sini sendirian?" Elzio bertanya, mendekat.
"Ya, hanya ingin menulis sedikit," jawab Aluna, berusaha menyembunyikan kegugupannya. Elzio duduk di sampingnya, dan mereka terdiam sejenak.
"Menulis adalah cara yang bagus untuk mengeluarkan perasaan," kata Elzioo, menatap catatan Aluna. "Apa yang kamu tulis?"
"Cuma... hal-hal tentang hidup," jawab Aluna, merasa canggung.
Elzio mengangguk, lalu tiba-tiba berkata, "Kau tahu, aku suka cara kamu melihat dunia. Ada keindahan dalam tulisanmu."
Aluna merasa jantungnya berdegup kencang. Apakah itu pujian? "Terima kasih," ia menjawab, namun suaranya bergetar. "Tapi, aku masih belajar."
"Mengapa tidak mencoba berbagi tulisanmu?" Elzio menyarankan. "Kita bisa mengadakan malam baca puisi. Aku bisa menyanyikan lagu, dan kau bisa membaca ceritamu."
Mendengar itu, jantung Aluna berdebar. Malam baca puisi? Ini akan memberi kesempatan untuk berbagi, tetapi juga membuatnya merasa rentan. "Aku tidak yakin," jawabnya, mencoba menolak gagasan itu.
"Kau bisa melakukannya, Aluna. Kita semua butuh keberanian untuk menunjukkan siapa diri kita," Elzio berkata dengan serius, dan ada sesuatu dalam suaranya yang mendorongnya untuk berpikir lebih dalam.
Aluna terdiam, merasakan ketegangan di antara mereka. Mengapa aku merasa terjebak? Ia ingin mendekat, tetapi di sisi lain, ketakutan menghalanginya. Akhirnya, ia berkata, "Mungkin... aku akan berpikir tentang itu."
Saat Elzio pergi, Aluna merasakan campuran kegembiraan dan ketakutan. Apakah ini adalah kesempatan atau sebuah jebakan? Ia memutuskan untuk tidur, berharap besok akan membawa kejelasan.
---
KAMU SEDANG MEMBACA
Aluna Adrienne
Teen FictionAluna Adrienne adalah seorang perempuan muda yang terjebak dalam konflik keluarga yang berkepanjangan, mempengaruhi kesehatan mental dan emosionalnya. Setelah mengalami pertengkaran hebat, ia memutuskan untuk meninggalkan rumah dan memulai hidup bar...