The Beginning of It All

5 1 0
                                    


Aluna menghela napas panjang, menatap kota yang asing di depannya. Bandung, dengan segala hiruk-pikuk dan gemerlap lampunya, tampak begitu menakutkan dan menjanjikan di saat yang bersamaan. Ini adalah hari pertama dia benar-benar sendirian. Tidak ada lagi keluarga, teman, atau siapa pun yang bisa diandalkan. Semua kenangan buruk yang dia tinggalkan di belakang menjadi alasan kuat baginya untuk memulai dari awal.

Dengan langkah kecil, Aluna mulai berjalan menyusuri trotoar yang ramai. Pikirannya kalut memikirkan bagaimana dia harus bertahan di kota besar ini tanpa dukungan apa pun. Dia butuh tempat tinggal dan pekerjaan secepatnya.

***

Sehari sebelumnya, Aluna duduk di sebuah kafe kecil dengan sisa uang yang ada di dompetnya. Di depannya, layar ponsel memperlihatkan berbagai lowongan pekerjaan yang dia cari sepanjang hari.

"Ini gak mungkin gampang," gumamnya pelan. Tangannya mengetuk-ngetuk meja, mencoba menahan rasa cemas.

Saat dia sedang menatap satu iklan lowongan sebagai resepsionis, tiba-tiba notifikasi pesan masuk ke ponselnya. Nomor tak dikenal. Aluna membuka pesan itu dengan hati-hati.

"Saya dengar kamu lagi cari tempat tinggal. Coba datang ke alamat ini jam 5 sore. Ada kamar kosong buat kamu. - Ika"

Aluna menatap pesan itu dengan penuh curiga. Siapa Ika? Dari mana dia tahu Aluna butuh tempat tinggal? Namun, di saat yang sama, dia tahu bahwa dia tak punya pilihan lain. Uang sewa kos yang dia incar terlalu tinggi untuk kantongnya, dan kamar yang ditawarkan mungkin saja kesempatan terbaiknya.

***

Sore itu, Aluna tiba di alamat yang diberikan Ika. Rumah kecil di gang sempit, terjepit di antara bangunan-bangunan besar. Dia merasa ragu, tapi segera mengetuk pintu.

Tak lama kemudian, seorang perempuan muda berambut pendek membuka pintu. "Aluna, kan?" Perempuan itu tersenyum lebar. "Aku Ika. Masuklah!"

Aluna mengangguk pelan dan masuk. Rumah itu kecil, tapi hangat dan bersih. "Terima kasih udah mau nerima aku tinggal di sini."

Ika tertawa kecil. "Jangan makasih dulu. Kita lihat kamu cocok atau nggak sama tempat ini. Kamar yang kosong di lantai atas, kecil, tapi cukup buat satu orang. Nanti kita ngobrol soal harga sewanya, gak usah khawatir."

Aluna mengangguk lagi. Rasanya masih seperti mimpi, tapi setidaknya dia punya atap untuk sementara waktu. Satu masalah selesai.

Malam itu, setelah berkeliling melihat-lihat kamarnya, Aluna duduk di kasur tipis yang terletak di pojok ruangan. Hatinya masih gelisah. Dia belum menemukan pekerjaan, dan uang di dompetnya tinggal sedikit.

"Aku harus kuat," Aluna membatin. Semua ini adalah bagian dari rencananya, memulai dari nol, meskipun tak ada yang mudah.

***

Esok paginya, Aluna kembali melangkah keluar untuk mencari pekerjaan. Satu demi satu tempat dia datangi, mulai dari toko, kafe, hingga minimarket. Semua menolak atau bilang posisi sudah penuh. Setiap penolakan membuat rasa percaya dirinya semakin goyah.

Sampai dia berhenti di sebuah kedai kopi kecil di sudut jalan. Dengan nekat, dia masuk dan bertanya pada seorang pelayan di sana. "Permisi, apakah kalian butuh tambahan pekerja?"

Pelayan itu menatapnya sejenak, lalu melirik ke arah seorang pria yang tampaknya pemilik kedai. Setelah berbincang sebentar, pria itu mendekati Aluna.

"Kamu bisa kerja mulai kapan?" tanya pria itu tanpa basa-basi.

Aluna hampir tak percaya. "Saya bisa mulai kapan saja, Pak."

"Baik, besok kamu datang jam 8 pagi. Lihat dulu gimana kerjamu."

Aluna tersenyum lega. Meski pekerjaan ini mungkin tak ideal, setidaknya dia bisa mulai mendapatkan penghasilan. Sedikit demi sedikit, dia mulai membangun hidupnya kembali di kota ini.

***

Malam itu, sebelum tidur, Aluna menatap langit-langit kamar sambil tersenyum kecil. Hari-hari ini penuh tantangan, tapi entah bagaimana dia merasakan sedikit harapan. Di tengah kesulitan, ada secercah cahaya yang membuatnya ingin terus melangkah.

"Ini baru awal," pikirnya.

Aluna Adrienne Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang