Kali ini rumah Haechan menjaid tempat bermain keempat sekawan yang sekarang sudah bisa disebut sahabat. Sebuah pertemuan yang tidak disengaja ketika masa orientasi membuat mereka makin dekat.
"Kalian ngerjain apa?" tanya Renjun.
"Makalah," jawab Haechan dan Jaemin berbarengan karena merasa ditanyai.
Sudah diberitahu bukan, kalo Haechan-Jaemin satu kelas sedangkan Jeno dengan Renjun. Bukan pada kelas yang sama tidak membuat komunikasi mereka merenggang, tapi malah jadi alasan untuk saling bertemu karena kata Jaemin kalo belom kumpul kayak belum makan.
"Jenjen ngga nugas?" tanya Haechan saat melihat Jeno yang baru saja datang dari arah dapur.
Tidak usah heran. Sudah dikatakan bahwa Haechan dan Jeno kenal sejak mereka kecil, bahkan masih janin juga bestie-an. Maka dari itu, keduanya selalu menganggap rumah mereka adalah rumah sendiri.
"Nanti aja di rumah. Ngga ada ice cream, Sun?"
Nah kan, malah jadi tidak tau diri.
Haechan menggeleng, "Abang belum sempet beli, katanya mau weekend kemarin tapi belum ngga jadi."
Sedang Jaemin dan Renjun saling bertatapan, "Kenapa dipanggilnya Sun?"
Dengan santai Jeno membantingkan badannya sambil mengambil remot untuk mencari tontonan yang cocok dengan keripik singkong yang saat ini digenggamannya.
"Soalnya Haechan emang Sun banget. He's like the center of us, our universe lah pokoknya!"
"Berlebihan banget!" sungut Haechan.
Jaemin yang melihat interaksi itu terkekeh sambil mengelus belakang kepala Haechan.
"Kenapa?"
Jaemin menggeleng, "Kepala chocoball kecil banget. Coba lempar topi punya lu Njun."
Setelah mendapatkan topi adidas itu, Jaemin langsung memakaikannya pada kepala Haechan. Sedang sang korban diam-diam saja. Ia sudah sering dijadikan seperti manekin oleh abang-abangnya, jadi ini mah ngga ada apa-apanya.
"Noh kan sama kepala Renjun aja gedean punya dia," terang Jaemin ketika selesai membandingkan bekas ukuran topi pemuda Cina itu.
"Kepala Renjun gede soalnya emang kepala besar," tutur Jeno santai.
"MAKSUD LO APA YA?!"
Tenang guys. Ini adalah hal yang lumrah. Renjun memang terkenal dengan sumbu pendek. Meski begitu, dia yang paling perhatian.
"Lo belum makan ya, Chan?" tanya Renjun ketika mengingat sobatnya satu itu hanya beli batagor saja ketika istirahat tadi.
Emang koko satu ini ngga ada duanya kalo di adu siapa yang paling perhatian.
Haechan menggeleng, "Masih kenyang Njun."
Jeno yang sejak tadi menatap layar televisi mendadak menoleh ketika mendengar ucapan bungsu keluarga Lee. Ia lupa.
"Mau keluar ngga?"
Haechan kembali menggeleng, "Nanti aja, belum lapar."
Jaemin yang sejak tadi memperhatikan melengkungkan bibirnya ke bawah. Ia sedih chocoball nya sulit makan. Sudah ia perhatikan dua hari ke belakang bocahnya itu murung mulu.
"Chancan ngga papa?"
"Eh?"
Mendapat ekspresi terkejut dari Haechan membuat seulas senyum Jaemin terbit. Ia kembali mempukpuk kepala bocahnya dan menyimpan laptop ke atas meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Matahari Bila Tak Menyinari | Lee Haechan NCT 127
Fanfiction[LOCAL STORY] "Banyak yang bilang jadi bungsu itu enak, apa iya?" -Lee Haechan. Hanya berisi daily life seorang bungsu dan 7 saudara lainnya. #brothership #brotherhood #no_bxb