A Day with Mark Lee

475 57 0
                                    

Agak panjang, enjoy reading!

===

Sudah lama rasanya Haechan tidak jalan berdua dengan abangnya, Mark Lee. Padahal keduanya tidak sibuk-sibuk amat, tetapi mengapa frekuensi berduaannya jarang?

Sok sibuk sekali bungsu-bungsu ini.

Sesuai rencana yang sudah dirundingkan sebelumnya, kini keduanya menyusuri salah satu mall di kotanya. Tidak ada hal spesial apapun, ini murni karena mereka berdua merasa jarang hangout sejak Mark masuk dunia perkuliahan.

Sebagai ketua Himpunan di fakultasnya tentu menjadi alasan Mark sibuk. Sudah sering dijuluki oleh saudaranya bahwa pemuda kelahiran Agustus itu sangat-sangat workaholic. Jadi ya, ini mah baru permulaan aja. Tunggu sampai seorang Mark Lee masuk dunia kerja, mungkin menginjakkan kaki di rumah merupakan suatu keajaiban.

'Berlebihan sekali,' Mark Lee.

"Mau dondurma ya, abang?" mohon Haechan ketika matanya tak sengaja menangkap stand ice cream asal Turki yang suka bikin darah tinggi.

Karena Mark adalah abang yang baik, jadi langsung mengiyakan tanpa melepas gandengan tangannya pada si bungsu. Entahlah, ia merasa bahwa Haechan tetap menjadi anak kecil di matanya. Meski ia tak menampik bahwa si bungsu terlihat lebih manly sekarang.

Seperti yang sudah dijelaskan di awal bahwasannya penjual ice cream satu ini terkenal dengan atraksinya membuat sang pembeli kesal setengah mati.

Dan sejak tadi, Mark mati-matian menahan tawanya agar tidak meledak melihat adiknya dijahili oleh penjualnya karena tangan kecilnya hanya memegang cone tanpa berhasil menangkap ice creamnya.

Tidak butuh waktu lama sebenarnya. Tapi karena sang penjual merasa gemas sendiri melihat pembelinya yang terlihat seperti bocil hanya saja di kemas dalam sosok remaja. Sebagai permintaan maaf, ia memberi ekstra dondurma dengan rasa lain.

"Udah ah, mukanya jangan di tekuk gitu, dek," bujuk Mark saat melihat wajah adiknya yang muram. Padahal keduanya sudah berlalu dari stand dondurma.

"Adek itu kesel abangggg!!!" ucapnya dengan kaki yang dihentak-hentakkan.

Bukannya ikut kesal, Mark hanya terkekeh menanggapi dan menggiring adiknya untuk duduk di salah satu kursi yang memang disediakan disana. Dengan santai, ia mengambil tissue yang sudah Taeyong siapkan untuk mengusap bibir adiknya yang blepotan.

Nggak salah sih, dia nyangka adiknya ini masih bocil.

"Pokoknya habis ini adek ngga mau beli dondurma dondurma itu lagi!"

Lho, masih lanjut ternyata?

"Tapi enak, kan?" tanya Mark.

"Eung! Abang mau?"

Mark menggeleng, "Adek juga waktu dulu bilang ngga mau beli lagi setelah dijailin sama abang penjualnya pas di Ancol. Tapi sekarang beli lagi, kenapa?"

Haechan terdiam kemudian meringis ketika mengingat ucapannya tahun lalu ketika ia dan abang-abangnya menghabiskan liburan semesternya.

"Hehe, abisnya kesel tauuu abaangg!! Padahal kan tinggal kasih aja, ngga usah dijailin begitu!"

"Justru itu daya tariknya, dek."

Si kecil mengerutkan keningnya, iya juga ya. Kenapa otaknya tidak berpikir sampai sana?

Lagian juga siapa yang bisa menolak dondurma? Sudah ia nobatkan bahwa makanan kudapan itu sebagai surga duniawi.

Bukan Matahari Bila Tak Menyinari | Lee Haechan NCT 127Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang