***
"I think I have a bunch to talk to you," kata Haga, minta waktu ngomong ke Felix.
Felix melepaskan tangan mereka yang masih tertaut salaman, ganti menepuk punggung Haga singkat, bikin jarak berdiri mereka makin deket. "Sure, Ga. I have a bunch of time to talk," jawab Felix.
Haga berdehem, rautnya jadi kaku. Mereka emang harus berdiri lumayan deket karena suara di sekeliling berisik banget. "Makasih ... udah bantuin presensi gue hari ini, sama yang kemarin," kata Haga, pelan, serius.
Pembawaan Haga yang terlalu tegang bikin Felix tergelak.
"Itu ... doang?" Yang lebih pendek bertanya di sela tawanya.
Melihat Felix yang ketawa, Haga ngerutin kening, bingung. Tapi melihat gimana tawanya yang lepas tanpa beban, senyum lebar memperlihatkan susunan giginya yang rapi, dan oh—Felix punya taring kecil lucu! kaya kucing—dengan kepala mungilnya terlempar sedikit sebelum menunduk untuk mencoba berhenti; Haga nggak bisa tahan untuk nggak ketularan senyum lebar.
"Sorry, sorry," Felix atur napasnya biar tawanya berhenti dan lanjut ngomong. "Gue kira lo mau ngomongin sesuatu yang ... apaa ... gituu, soalnya muka lo kaya tegang banget," Felix masih terkikik, "ternyata cuma soal presensi."
Denger itu, senyum lebar Haga kini ditambah dengan tatapan tulus dan anggukan.
"Santai, Ga," Felix nepuk bahu Haga lagi riang. "Gue udah jadi ketua kelas sejak kelas 10, udah seriinggg banget anak-anak pada nitip permission letter. Nothing to worries yaaa Haga," jelas Felix sambil berkecak pinggang dengan gestur playful, bikin Haga ganti tertawa.
"Makasih banyak yaaa Felix," jawab Haga ngikutin ayunan nada Felix sebelumnya.
Felix tertawa kecil dan mengangguk.
Haga terlihat berpikir lagi sebelum ngomong, "Lix, tapi gue ngerasa masih harus ngejelasin ke elo personally. You know, tentang ribut-ribut sebelumnya, dan alesan dua kali lo harus bantuin gue skip kelas. Gue kaya punya utang penjelasan ke lo. But, now is not the right time yet. Gue bakal ceritain ke lo selengkap-lengkapnya, next time, is that fine?"
Pupil mata Felix melebar. Ceritain selengkap-lengkapnya, kata Haga.
Felix jadi inget perkataan Ale tadi siang di kantin.
Gue denger, Haga tidur sama ceweknya Don.
Katanya, Haga nidurin cewenya Don. Katanya, ceweknya Don selingkuh sama Haga.
Soal yang itu ... bakal termasuk hal yang mau Haga ceritain nggak ya?
Sial. Felix kepikiran terus sama itu. Soal itu juga yang bikin Felix bete seharian, sampe mutusin buat nyusul Changbin ke sini.
Felix nggak pinter nyembunyiin apa yang dia rasain, tapi masih nggak jago juga buat ngungkapin apa kemauannya dengan baik, tanpa demanding. Karena itu, dia sering straight-forward dan ceplas-ceplos kalo bener-bener udah nggak bisa nahan sesuatu di pikiran. Dia juga nggak ragu-ragu buat showing off what his heart feels apa adanya.
Felix sendiri nggak tau kenapa dia kepikiran banget sama apa yang diomongin Ale soal Haga, padahal masalah itu literally nggak ada hubungannya sama dia.
Tapi, sekarang, when the root problem is standing in front of his eyes, ada keinginan besar buat Felix langsung konfrontasi.
Felix berdehem, ngeliat mata Haga, terus ke seluruh permukaan wajahnya yang lagi ngasih raut muka berharap, nunggu respon Felix.
KAMU SEDANG MEMBACA
Strawberries and Cigarettes - Hyunlix
ФанфикFelix anak OSIS. Haga anak basket. Di kelas 12 ini, mereka sekelas. or cliche high school story when hj the bad boy meet flx the good boy and their dynamics