"Aku selalu melihatnya berdarah, membuat perasaanku sakit." - Rui
***
"Oh ya, gue juga penasaran gimana awalnya lo kenal Revel dan Rui?" Pertanyaan tak terduga dari Kai membuatku terperanjat.
Selang berpikir beberapa saat, aku perlahan menceritakannya. Dimana aku berkenalan dengan Revel saat Aldi muridku kembali membawa kabar bahwa dia di adopsi oleh Revel. Namun sebetulnya pertemuan pertama kami adalah saat Revel menyelamatkan Lian dari rumah tanteku. Sedangkan aku berkenalan dengan Rui karena tak sengaja dia membantuku dari bully-an teman sekolah. Kai sedikit terkejut aku adalah korban bullying. Padahal itu bukan hal yang paling berat dalam hidupku. Aku cukup tersiksa tinggal bersama tanteku dibanding di bully di sekolah.
Kai memberikan aku beberapa buku pelajaran dan baju-baju baru. Dia berempati pada kehidupanku yang sulit. Dia juga mengetahui bahwa aku bermimpi menjadi seoarang guru. Dia menyemangatiku dan mengulurkan tangan apabila di masa depan dia butuh bantuannya.
"Gue sangat berterima kasih, Kai. Kalian berdua sudah banyak bantu gue." Ujarku tulus.
"Kita sudah anggap lo kaya saudara. Lo juga udah banyak bantu kita, lo orang paling tulus yang kita kenal selain Sayu." Katanya membuatku tersanjung.
"Lo bagai obat yang bisa menghhibur kerinduan kita sama Sayu. Thanks banget." Sambungnya.
Aku tak berhenti tersenyum. Aku bersyukur bahwa Sayu mengenalkanku pada keempat sahabatnya yang sangat baik. Tak habis pikir, kehidupanku yang malang ini masih dikasihani Tuhan dengan diberikan sahabat-sahabat baru yang sangat setia kawan. Aku ingin membalas budi dengan menyatukan kembali persahabatan mereka.
***
Malam makin larut, aku berjalan pulang ke rumah. Saat langkah hampir sampai, aku menarik hoodie dan segera mengenakannya agar tak menarik perhatian orang-orang yang sedang berpesta di teras rumah. Aku merunduk dan berjalan ke pintu belakang. Saat membuka pintu, aku terkejut wajah bengis tante menjadi sambutan selamat datang. Apakah aku berbuat salah lagi?
"Selama ini bener lo yang ngancurin bisnis gua?!" Seketika dia berteriak saat mata kami bertemu.
"Apa maks-" ucapanku langsung terpotong.
"Gua udah tahu lo yang bikin pelacur-pelacur disini kabur! Dasar gak tahu diri lo!" Tamparan keras meluncur mulus di kepalaku. Saking kerasnya aku langsung merasa pening dan pandanganku kabur. Tak sampai disitu, diriku dibuat tersungkur dengan tendangan tante ke perutku. Aku dipukuli habis-habisan. Sudah tak tahu lagi berapa pukulannya mendarat ke wajahku. Rasanya malam ini aku akan mati di tangannya.
"Tan-" aku hendak meminta aksinya berhenti. Namun berucap pun aku tak mampu. Dia terus memukuliku tanpa henti.
"Udah udah, berhenti Mam," Eli menarik mundur tanteku yang kesetanan. Tenaganya lumayan kuat untuk menghentikan tanteku.
"Bisa-bisa dia mati. Udah cukup cukup, aku gak tega liatnya." Sambung Eli. Tante Lona mencoba mengatur napasnya dengan menghadap berbalik membelakangiku.
"Lo pergi dulu, jangan muncul dulu di depan Mami. Pagi-pagi lo pulang dan jelasin semuanya." Ucap Eli padaku. Dia benar-benar berempati, ucapannya lebih lembut dari biasanya.
Aku hanya mengangguk. Lalu mencoba bangkit dan pergi dari rumah. Aku berusaha terus berjalan walau sambil terpincang-pincang. Darah mengecap di sepanjang jalan, dan jika aku seorang buronan tentu aku mudah ditemukan anjing pelacak. Cahaya redup disepanjang jalan membantuku menyembunyikan tangisanku. Dalam kondisiku sekarang, aku sungguh berharap ibuku ada disini.
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Like a Eucalyptus [Segera Terbit]
RomanceDalam perjalanan pulang Rafin memergoki seorang gadis yang berencana bunuh diri. Pertemuan mereka yang tidak disengaja itu membuat mereka bersahabat. Gadis itu bernama Liliana Sayu. Sayu mengenal Rafin sebagai anak laki-laki. Tanpa ia tahu sebenarny...