9 - Merelakan Perasaan

51 29 11
                                    

"Demi kebahagiaannya, aku mengalah." – Rui.

______________

Rui's POV (satu tahun lalu)

Sejak kecil aku selalu bermain bersama Sayu, Revel, Kei dan Kai. Mereka adalah anak-anak dari kolega bisnis Papaku. Sampai besar kita selalu pergi dan berkumpul bersama. Tempat kumpul kami biasanya di rumah Sayu karena disanalah tempat paling tenang dan nyaman. Di tambah karena fisik Sayu yang lemah, mengharuskan dia tinggal di rumah. Bahkan sekolah pun home schooling.

Berbicara tentang Sayu, dia gadis yang kusukai sejak kecil. Aku terlalu malu mengakuinya. Namun semenjak aku masuk usia puber, aku makin tahu perasaan itu benar ada. Aku ingin selalu berada didekatnya dan melindunginya. Aku tak tahu apakah Sayu memiliki perasaan khusus di antara kami berempat. Aku juga sebenarnya sangat penasaran apakah selain aku ada yang menyukai Sayu.

Geng kami bernama Antartika. Melambangkan sifat umum kami berlima yang dingin dan tenang. Namun kalau dipikir-pikir mungkin hanya aku yang kurang pas berada di geng ini karena aku terkenal karena suka marah-marah dan berapi-api. Ya, aku sering kesulitan mengontrol emosiku. Seringkali Sayu lah yang menenangkanku.

Hari ini kami ada janji berkumpul di rumah Sayu seperti biasa. Aku datang paling pertama karena aku berniat mengutarakan perasaanku pada Sayu sebelum yang lain datang.

"Ru, mau minum apa? Biar aku bikin duluan." Tanya Sayu sembari tersenyum. Ditanya seperti itu malah membuatku makin gugup.

Aku menghampiri Sayu ke mini barnya. Aku belum menjawab minuman apa yang kuinginkan. Walaupun mata Sayu menyiratkan kebingungan dengan mode senyapku, namun bibirnya tak sedikitpun melunturkan senyumannya. Tak pikir lama, aku menariknya dalam pelukanku.

"Ru?" Sayu seperti menyelipkan pertanyaan 'ada apa denganku'.

"Sayu, gue suka sama lo. Dari kita kecil, gue udah punya perasaan ini." Akhirnya aku mengungkapnya.

"Kita sahabatan, Ru." Kata Sayu. Gadis ini masih dalam pelukanku. Kurasakan dia mencoba memahami perasaanku.

"Sorry, tapi gue juga gak bisa mengabaikan rasa ini yang makin dalam ke elo." Ucapku kemudian.

Sayu melepaskan pelukanku. Lalu menatapku lekat-lekat. Aku jadi makin gugup dan tak bisa menerka kata apa yang akan dia ucapkan setelah ini.

"Aku minta maaf Ru, tapi sebenarnya udah ada orang yang aku suka." Ungkap Sayu dengan suara pelan. Dia tetap berusaha untuk tak menyakiti hatiku. Namun aku tak bisa menyangkal, mendengar perkataan barusan seperti baru saja sebilah belati masuk ke dadaku. Rasanya sakit.

"Salah satu diantara kita?" Tanyaku penasaran.

"I-ya." Jawab Sayu.

"Siapa?" Aku ingin tahu siapa yang memenangkan hati Sayu selama ini.

"Re-vel." Jawabnya lagi sambil menutup matanya. Mungkin mengungkapnya adalah hal yang berat untuknnya. Aku juga paham dia tak enak hati padaku jadi menghindari kontak mata denganku.

"Dia tahu?" Kutanyakan pertanyaan terakhir yang dijawab dengan gelengan kepala.

Sesaat setelah itu si kembar datang yang membuat kami menyudahi obrolan ini. Dan hari ini untuk pertama kali aku tak minat berkumpul dengan mereka. Melihat Sayu dan Revel saja aku tak sanggup.

***

Aku mendapat kabar Sayu dilarikan ke rumah sakit karena sesak nafas. Setelah mendapat kabar itu aku buru-buru ke rumah sakit dan meninggalkan acara pemberian medali kompetisi lari yang sedang kuikuti untuk segera melihat langsung kondisi Sayu.

Aku orang pertama yang datang di rumah sakit. Saat kukabari Kei dan Kai, manager mereka yang menjawab. Mereka akan segera menyusul setelah agenda shooting selesai karena sekarang sedang giliran take.

Aku masuk ke kamar Sayu dan duduk di samping bangsal yang ditempatinya. Dia masih tertidur dengan pernapasan dibantu ventilator. Aku meraih tangan Sayu dan menggenggamnya erat.

"Aku disini." Kataku.

"Re-vel." Sayu tiba-tiba mengigau memanggil Revel.

Mendengar itu malah membuatku sesak. Namun aku tak bisa protes apapun. Hal yang paling penting adalah kesembuhannya. Sayu sudah cukup menderita sejak kecil dan tak pernah punya teman perempuan seumurannya. Hanya kami teman seumurannya yang bisa dia temui dan dia ajak bicara. Aku tidak sanggup menjadi egois dan memaksa Sayu harus menerima perasaanku. Dia berhak mendapat cinta dari lelaki yang dia sukai.

"Ru," orang yang dicari-cari Sayu akhirnya datang.

Aku pun kemudian berdiri dan menyuruhnya duduk di samping Sayu. Kulihat wajah Revel yang muram seperti sedang tak sehat.

"Dia nyari lo terus. Lo harus disini sampe dia sadar." Kataku pada Revel. Dia menggangguk setuju dan mengucapkan terima kasih. Padahal aku pun sebenarnya tak tega membuatnya begadang, Revel sepertinya sedang sakit.

Aku pergi keluar dari kamar. Berusaha tegar walaupun hati yang cemburu tak bisa kuabaikan. Aku juga tak mengerti kenapa aku sampai sefrustasi ini menyukai seorang gadis. Padahal aku tahu Sayu berada di tangan yang tepat, tapi aku tak juga merasa lega.

Sampai di lobi rumah sakit, aku berpapasan dengan Kei dan Kai. Mereka terlihat berlari agar cepat sampai kesini. Kuberi tahu nomor kamar tempat Sayu dirawat. Namun kusuruh mereka melihat situasi karena Revel sedang ada di dalam menemani Sayu. Mereka hanya membalas dengan anggukan. Kemudian aku pamit pergi untuk menenangkan pikiranku.

***

Keesokan harinya aku datang lagi ke rumah sakit untuk menjenguk Sayu. Dia sudah sadar dan terlihat jauh lebih baik. Aku melihat sarapannya belum tersentuh. Lalu aku menawarkan diri untuk membantunya makan. Sayu pun mengangguk sambil tersenyum sebagai jawaban.

"Kemarin lo bikin semua orang hawatir." Kataku mengawali obrolan.

"Iya, maaf ya udah bikin semua repot haha." Sayu berusaha ceria agar semuanya tak hawatir terus-menerus.

"Lah, malah ketawa. Udah sehat nih keliatannya." Godaku.

"Udah lah. Liat kan aku udah bisa makan banyak." Katanya. Lalu dia membuka mulutnya lagi untuk menerima suapan berikutnya dariku.

"Iya iya percaya." Responku. Melihatnya sudah banyak bicara membuatku senang.

Sayu juga menceritakan tentang semalam saat dia sadarkan diri, orang pertama yang dilihatnya adalah Revel. Dia bilang terkejut karena tak berekspektasi bahwa Revel yang akan menjaganya semalaman. Dia juga bilang lebih memungkinkan kalau aku yang pertama kali dia lihat.

Kemudian Sayu bilang saat dia melihat Revel pertama kali, lelaki itu terlihat sangat muram seperti tengah menangis. Aku pun makin tersadar, sepertinya memang Revel orang yang tepat di sampingnya karena dia yang paling menghawatirkan Sayu.

"Revel bilang, dia ingin jadi pacarku, Ru." Ucap Sayu.

Mendengar itu, aku berusaha merelakan mereka. Aku memang mencintainya, namun tak diizinkan memilikinya. Perasaanku pada Sayu akan kujaga selalu dalam diam. Aku tak mau merusaknya.

"Kalian udah jadian?" Tanyaku memastikan.

"I-ya, Ru." Jawab Sayu dibarengi senyumnya yang cantik merekah. Sedangkan hatiku teriris pedih, namun tak sanggup mengutarakannya.

"Tak apa, Ru?" Tanya Sayu yang menghawatirkanku.

"Santai aja. Tapi kalau Revel berani jahatin lo, gue gak segan-segan ilangin dia dari dunia." Kataku terkesan bercanda, namun 1000% aku serius dengan ucapanku. Dia tertawa mendengarnya. Harapanku cuma satu, Sayu bahagia itu sudah lebih dari cukup.

Rui's POV end

***

TBC

Halo readers!

Jangan lupa kasih feedback ya biar aku makin semangat. Makasih banyak udah mampir ^^

Yuk saling terkoneksi di sosmed

IG : triinfp_

Tiktok : triinfp

email : triafarizah@gmail.com

She's Like a Eucalyptus [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang