"Kerinduan yang paling pedih adalah merindukan seseorang yang sudah tak lagi di dunia." - Rafin
***
Saat pulang ke rumah, tante tak mendengarkan saran dokter. Aku tak diberi waktu untuk istirahat ataupun makan. Dia langsung memberikan satu set alat kebersihan dan memerintahku untuk bersih-bersih seluruh rumah. Dia bilang ini hukuman karena aku pergi berhari-hari dan melalaikan tugasku. Aku tak banyak protes dan memilih untuk segera menuruti perintahnya. Aku sedang malas berdebat.
Aku mencoba menyelesaikan semuanya lebih cepat agar aku bisa berbaring. Karena kepalaku sudah mulai pening. Eli mendatangiku untuk menanyakan kondisiku. Katanya wajahku sudah pucat seperti mayat hidup. Saat tugas terakhirku selesai, Eli mengambil alat kebersihan dariku dan menyuruhku kembali ke kamar untuk istirahat.
"Bawa nasi sama air ke kamar lo, gue udah siapin di meja." Bisik Eli agar tante tak mendengar.
"Makasih, Eli." Kataku singkat, aku menghargai bantuannya.
Aku memasuki kamar bersama bekal yang sudah di siapkan Eli. Ada nasi dan telur mata sapi. Terrmos kecil seukuran tumbler juga kubawa untuk memenuhi cairan tubuhku. Aku mulai makan dan minum obat. Lalu aku hendak menghubungi Revel, namun aku melupakan ponselku yang tertinggal di kamar rumah sakit. Aku harap Rui dapat menemukannya saat dia kembali. Aku mengatuk setelah mengonsumsi obat, mataku tertutup dan aku mulai tertidur.
(Illustrasi Kamar Rafin)
***
Suara-suara gaduh merasuk ke telingaku. Suaranya mendekat, namun aku masih belum waspada dan tetap memilih untuk tidur. Aku tak menyangka suara gaduh itu mendobrak kamarku. Aku terperanjat dalam tidurku. Melihat Tante Lona naik pitam dan aku tak mengerti mengapa dia sampai mendobrak kamarku. Seingatku aku sudah memenuhi tugasku.
Tante Lona mendekatiku dan menarik bajuku untuk membuatku mendekat. Aku menoleh ke arah Eli dan dia terlihat cemas dan berusaha melepaskan tangan tante dari bajuku. Aku masih tak paham situasi apa ini, aku masih belum sepenuhnya sadar.
"Lu bohongin gua ya selama ini!" Bentak Tante Lona sangat keras membuat nyawaku terkumpul sepenuhnya.
"Madam, jangan kaya gini. Kita bisa beresin setelah rumah sepi." Eli terus berusaha melepaskanku dari tawanan tante.
"Minggir!" Tante mendorong Eli menjauh dan membuat wanita tinggi itu terjatuh ke lantai.
"Ada tamu yang laporan ke gua, lu nyembunyiin identitas lo kan?! Pantes aja tadi dokter bilang begitu." Seru Tante Lona padaku dan menguatkan cengkramannya.
"Ap.." Belum juga aku membela diri, tante merobek kaosku dan memeriksanya sendiri.
Dia tercengang ternyata aku seorang anak perempuan. Tamu yang dia ungkapkan adalah seorang pria mabuk yang hampir melecehkanku dan dipukuli Revel saat datang kemari. Malam ini dia datang lagi dan mencariku katanya. Tante menamparku berkali-kali dan aku tak bisa melawan karena tenagaku pun sudah tak ada. Aku demam tinggi.
"Gua gak habis pikir lu nipu gua! Dasar anak gak tahu diri lu ya!" Tante membantingku ke tempat tidur. Eli langsung menghampiriku dan menutupi tubuhku dengan selimut.
"Udah Madam, udah berhenti. Dia lagi sakit." Ucap Eli.
"Diem lu!" Bentaknya pada asisten setianya itu.
"Karena lu udah nipu gua, besok malam lu harus kerja nemenin tamu gua buat nebus kesalahan lu!" Tambah tante. Dan benar perkiraan Ibuku, tante akan membuatku menjadi pelacur saat dia tahu aku adalah anak perempuan.
"Madam, dia lagi sakit. Kalau kita kasih ke tamu, mereka bisa ketularan sakit. Nanti pelayanan kita di komplain." Eli berpikir cepat untuk membelaku.
Tante mulai berpikir dan menerima ucapan asistennya. Tante Lona akhirnya urung membuatku bekerja untuk menemani tamunya besok malam. Dia mencecarku untuk segera sembuh agar mulai bekerja. Aku mulai dilarang pergi kemana-mana oleh Tante Lona. Pintu kamarku dipasang gembok dan yang boleh membukanya hanya tante. Termasuk melarangku pergi ke sekolah.
Apakah aku sudah tak bisa bertemu dengan teman-temanku lagi. Mereka pun pasti sudah terlancur kecewa atas apa yang sudah kusembuyikan tentang buku harian Sayu. Kini tak ada yang bisa melindungiku.
"Bu, tante tahu aku perempuan." Aku meringkuk di tempat tidur dan menangis. Aku berharap Ibu ada disini memelukku.
***
Rumah lokalisasi milik Tante Lona ini sudah berdiri sejak 25 tahun lalu. Tante Lona mendirikan tempat ini sejak dia masih muda. Ibu pernah sedikit menceritakan bahwa adik iparnya itu membangun usaha haram ini dibantu oleh pacarnya. Mereka tak sampai menikah karena sang pacar meninggal akibat overdosis narkoba. Dulu, tempat ini tak sebesar sekarang. Pada awalnya hanya rumah bordir biasa yang berkamuflase sebagai panti pijat plus plus. Kini bisnisnya makin besar dan melayani tamu-tamu VIP. Ayah Revel salah satu tamu istimewa Tante Lona.
Untuk diketahui, bisnis tante sempat dicurigai Pemerintah Provinsi dan hampir ditertibkan. Banyak ratusan bisnis serupa di area ini sudah dihancurkan. Pasalnya, banyak bangunan kafe yang ternyata cuma kedok semata. Rumah bordir milik Tante Lona cukup terkenal dan banyak dilindungi orang-orang yang punya kuasa di pemerintahan. Akhirnya usaha Tante kebal terhadap hukum.
Setiap malam di rumah Tante Lona, orang-orang duduk di kafe dengan kelap-kelip lampu disko. Kafe menyetel musik kencang dan lebih bisa dibilang seperti diskotik atau club malam. Disini menyajikan bir dan beberapa minuman keras lainnya. Setelah para tamu mabuk, pria hidung belang ini akan menyewa kamar dan memilih perempuan yang bisa menemani mereka semalaman. Dan jika aku sembuh nanti, aku harus melakukan perkerjaan itu.
Tok tok tok. Seseorang mengetuk dinding kamarku.
"Raf," Terdengar samar suara orang dibalik dinding.
"Raf, ini Revel. Aku bareng Rui."
"Vel, ini beneran kamu? Vel, aku gak bisa keluar. Tante ngurung aku disini." Jelasku.
"Raf, gimana kondisi lo sekarang?" Suara berganti, ini suara Rui.
"Ru! Rui, ini lo?" Tanyaku memastikan.
"Iya, ini gue. Revel udah cerita semuanya tentang lo. Gue juga udah tahu lo cewek, Raf. Revel juga udah cerita alasan lo pura-pura jadi cowok. Sorry gue udah ninggalin lo di rumah sakit. Kalau aja gue lebih bisa nahan emosi, lo gak bakal dibawa kesini." Jelas Rui sangat menyesal.
"Iya Ru, gapapa. Bukan salah lo. Gue udah mendingan kok. Tapi pas gue sembuh, gue bakal nemenin tamu. Gue gak mau."
"Kita bakal nyelametin lo, Raf. Tenang aja. Kita bakal bawa lo keluar dari sini." Kata Revel.
Rupanya mereka ketahuan oleh penjaga rumah tante. Suara gaduh mulai terdengar.
"Raf, gue pastiin besok lo keluar dari sini. Lo harus ngulur waktu biar lo gak jadi nemenin tamu-tamu itu." Tutup Rui.
"Kita pergi dulu, Raf." Sambung Revel.
Terdengar penjaga-penjaga itu berlarian mengejar Revel dan Rui. Penjaga-penjaga itu meneriaki mereka yang berhasil kabur. Semoga mereka bisa pulang dengan selamat. Aku juga menantikan mereka menyelamatkanku dari sini. Terima kasih Tuhan, aku masih punya harapan.
***
TBC
Halo readers!
Jangan lupa kasih feedback ya biar aku makin semangat. Makasih banyak udah mampir ^^
Yuk saling terkoneksi di sosmed
IG : triinfp_
Tiktok : triinfp
email : triafarizah@gmail.com
KAMU SEDANG MEMBACA
She's Like a Eucalyptus [Segera Terbit]
RomansDalam perjalanan pulang Rafin memergoki seorang gadis yang berencana bunuh diri. Pertemuan mereka yang tidak disengaja itu membuat mereka bersahabat. Gadis itu bernama Liliana Sayu. Sayu mengenal Rafin sebagai anak laki-laki. Tanpa ia tahu sebenarny...