19 - Hilang

19 9 6
                                    

Seharian ini Rui benar-benar mengurusku. Dia sangat telaten. Sebelum aku meminta bantuan, dia selalu tahu apa yang aku butuhkan. Bagaimana bisa aku menebus kebaikannya. Aku seperti merasakan bagaimana Sayu diperlakukan seperti putri yang selalu didahulukan oleh Rui yang memiliki bahasa cinta act of service yang sangat melekat ini. Sayu begitu beruntung.

"Heh, diem aja. Liatin apaan?" Kai membuyarkan lamunanku, karena sedari tadi aku memandangi Rui.

"Ah, gak. Gue lagi mikir aja." Jawabku asal.

"Mikirin apa?" Tanya Kei.

"Hm.. Apa tante gue kesini?" Tanyaku pada mereka, lalu pandanganku berakhir di Revel. Karena hanya dia yang tahu sosok tanteku. Aku berpikir jika aku bisa dirawat di rumah sakit, tentu harus ada wali yang mengurusnya. Sedangkan waliku hanya Tante Lona.

"Oh iya tante lo kesini. Revel yang jemput." Ungkap Rui.

Deg. Aku menatap Revel lagi. Aku merasa dalam situasi yang tidak aman sekarang.

"Gue bisa jelasin. Tante lo gak ikut masuk kesini kok. Dia belum liat lo." Revel menjelaskan.

"Ada apa nih?" Rui mencium adanya rahasia yang kututupi.

Jika sudah begini, aku akhirnya menceritakan sosok tanteku dan tempat tinggalku. Dialah waliku satu-satunya. Namun hubungan kami tidak dekat seperti keluarga pada umumnya. Revel juga menambahkan, bahwa aku sering kena pukul tanteku karena tak jarang menolak membantunya mengurusi rumah lokalisasi. Terlihat Rui, Kei dan Kai menunjukan kerutan di dahi mereka. Mereka bilang tak habis pikir dengan kisah malangku.

"Apa lo ngekos aja bareng gue biar lo gak dipukulin lagi?" Tanya Rui bersimpati.

"Atau di mess karyawan agensi kita aja?" Imbuh Kai ikut memberi saran.

"Gak usah. Tenang aja, gue bisa tahan sebentar lagi sampe gue lulus sekolah. Pas kuliah, gue bakal pindah dan bisa lepas dari perwaliannya." Jawabku agar mereka tak makin hawatir.

"Tapi kalau ada tanda-tanda yang gak beres, lo harus langsung bilang ke kita." Pungkas Kei dan kusambut perhatian mereka dengan senyum dan anggukan. Revel masih membantuku merahasiakan identitas genderku. Mereka masih menganggapku seorang anak laki-laki.

Namun setelah kupikir lagi, apa lebih baik aku mengaku saja ya kepada semuanya bahwa aku adalah seorang perempuan. Sepertinya mereka tidak masalah dengan latar belakang kehidupannku. Ditambah berkat kepedulian mereka yang sebesar ini membuatku merasa aman. Dan sebetulnya kebohongan tentang identitasku ini hanya untuk melindungiku dari Tante Lona.

"Eh, udah jam segini. Gue sama Kei ada agenda kerjaan. Kita pergi dulu ya, besok kita kumpul lagi." Pamit Kai dan Kei. Mereka pergi sangat terburu-buru karena merasa sudah terlambat.

"Gue juga harus ke Mama. Ru, gue pergi ya titip Rafin. Raf, aku pergi ya." Lanjut Revel juga menyadari sekarang waktunya merawat ibundanya.

"Iya, biar gue yang urus Rafin." Jawab Rui menyanggupi.

"Hati-hati ya." Ucapku sembari melambai pada mereka yang pergi.

***

Tinggallah aku hanya bersama Rui di ruangan. Aku jadi kikuk berduaan dengannya. Ini tidak biasanya. Aku melirik Rui lagi yang sedang mengambilkan air hangat dari dispenser. Dia berjalan ke arahku dengan visual rambutnya yang terbang akibat hembusan angin yang masuk melalui ventilasi kamar menimbulkan efek slow motion yang tertangkap indra penglihatanku. Tanpa sadar, dampaknya membuat jantungku jadi berdegup lebih cepat.

"Lo harus banyak minum." Rui menuntunku untuk meminum air. Aku yang merasakan dia terlalu dekat, membuatku merampas gelas yang dia pegang.

"Gue bisa sendiri, Ru. Thanks." Kataku, lalu meminum airnya pelan-pelan sembari menyembunyikan wajahku agar Rui tak melihat kegugupanku.

She's Like a Eucalyptus [Segera Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang