Marven mengeluarkan segepok uang dari dalam tasnya. Ia memberikan uang tersebut pada, Raya.
Ya, kekasihnya sendiri."Thanks, aktingnya bagus." Marven tersenyum, puas. Ia bekerjasama dengan Raya, agar bisa mendapatkan miliknya, kembali.
Jika kalian beranggapan Marven telah melupakan mantan cantiknya itu, dalam sekejap. Kalian salah, justru Marven kini berani melangkah supaya bisa menjadi pacar Jay. Gila? Tidak perlu ditanyakan.
Raya mendapat bayaran atas pekerjanya. Ia hanya perlu melakukan sandiwara, berpura-pura menjadi pacar Marven. Dan, sedikit menambahkan kegiatan mesra. Keduanya tidak benar benar menjadi sepasang kekasih.
"Sama sama, Mar. Semoga bisa dapetin Jay lagi. Gua pulang dulu." Raya berpamitan setelah menerima apa yang di inginkan. Raya meninggalkan Marven sendirian, di area belakang sekolah. Semua siswa-siswi telah pulang ke rumah masing-masing. Suasana amat sepi. Marven tak ingin beranjak, dan beristirahat dirumah.
Marven merogoh sebungkus roko yang ada disaku, pria itu menyalakan rokok tersebut. Menghimpit nya dengan kedua jari, menghisap dan mengepulkan asapnya ke atas.
"Cara ini bakaln berhasil, atau ngga?"
Marven bergelut dengan isi pikiran nya sendiri. Hati dan logika saling bertengkar, melontarkan opini nya masing masing. Marven di landa gundah. Bagaimana jika rancangan nya tidak berhasil? Marven tak bisa melepaskan Jay begitu saja.
"Gua harap berhasil. Kalau pun nggak. Ada cara kotor lain yang bisa gua coba."
"Kalau perlu, gua culik Jay." Katanya, dengan atensi yang fokus menatap hamparan rerumputan. Netra yang menyiratkan frustasi, lantaran kehilangan orang yang di cinta. Marven tak bisa terus begini.
Ia harus berusaha, meski pun cara nya sangat mustahil.
---
Jay termenung, sendirian. Ia niatnya ingin mengerjakan tugas. Tetapi, pikiran nya selalu saja memutar memori tentang Marven yang sedang asyik bersama pacar barunya itu. Jay mengusap wajahnya frustasi.
Keduanya saling teringkat, namun terlalu mengagungkan gengsi.
Entahlah, siapa yang salah disini.
"Ganggu aja. Lo bisa ngga berhenti puter tentang hal berbau Marven?" Tanya Jay pada otaknya. Sudah seperti orang gila, Jay terus berbicara pada diri sendiri. Ia mengungkapkan segala penyesalan nya.
Jay pula sempat bercerita pada Karin. Satu satunya teman yang Jay punya di organisasi osis, atau pun di luar organisasi. Jay tak punya banyak teman. Ia sulit berbaur. Makanya, temen Jay cuman sedikit.
Karin menyarankan Jay supaya berbaikan dengan Marven, dan kalau bisa. Ya, mereka balikan saja. Tetapi, setelah melihat peluang nya hanya berapa persen, bahkan tidak setengahnya. Jay mengurungkan niatnya. Ia di rundung kebingungan. Entah, sampai kapan ini akan terus berlanjut.
Mungkin, sampai Jay bisa mendapatkan Marven kembali?
°°°
"Apa kaba, Bi?" Tanya Javian, basa basi.
Fabian muncul setelah sekian lama menghilang tanpa jejak. Pria itu memberanikan diri datang ke rumah Javian, untuk menceritakan semua masalah yang terjadi. Antara dirinya dan Marven.
Javian mempersilahkan sang tamu masuk. Laki laki itu juga menyuguhkan berbagai macam makanan, dan minuman. Javian ini tipe tuan rumah idaman. Kalau bisa, sekalian suguhin sertifikat rumah.
"Kenapa, Bi? Lo sendiri aja nih? Anak anak mana?" Javian celingak-celinguk nyari temen temen nya yang lain. Tumben Fabian berani datang sendiri. Biasanya di temenin Arlan atau ngga Kelana.
"Gua mau jujur soal masalah gua dan Marven." Fabian langsung berbicara ke inti, ia tak punya waktu untuk berbasa basi.
Wajah Javian tampak terkejut, pupil matanya membulat sempurna. "Kalian ada masalah? Kok gua ngga tau? Cerita coba."
Fabian menceritakan rentetan masalanya dari awal hingga akhir. Dimulai tentang dirinya yang menyukai Jay, hingga ingin memperkosa laki laki cantik itu, dan berakhir di pukuli habis habisan oleh Marven karna niat busuknya ketahuan.
Javian tak bisa berkata-kata akan tingkah Fabian. Ia sangat terkejut. Pantas saja Fabian kadang suka pergi kalau Marven datang, ternyata mereka terjerat dua masalah karna satu orang yang sama.
"Lo minta maaf ke Jay. Pokoknya gua ngga mau tau, ya! Terus nanti lanjut baikan sama Marven." Titahnya.
"Iya, tapi gua suka Jay. Apa bisa gua dapetin dia?"
"Bisa. Nanti gua bantu. Lo ngga usah pesimis duluan. Anak anak pasti maklumin kalau orientasi seksual Lo beda. Lain kali, kalau ada masalah tuh cerita ke gua, atau Arlan. Jangan ke si Kelana. Mulutnya kaya ember bocor." Tutur Javian, memperingati.
Fabian mengangguk. Ia dapat bernafas dengan lega karna dirinya sudah berani bercerita. Respon Javian pun tak seburuk apa yang di bayangkan. Ia pikir Javian akan mengomelinya habis habisan, lalu tak menganggap nya teman lagi.
Ternyata, malah kebalikan nya.
Kini, Marven harus melawan Fabian, lagi. Tetapi, sekarang yang terseret akan permasalahan ini tak hanya mereka bertiga: Fabian, Marven, Jay.
Agaknya, Javian ke depan nya akan terbawa arusnya.
Bagaimana tindakan Marven selanjutnya untuk menghadapi ini?
To be continued.
![](https://img.wattpad.com/cover/376181697-288-k933173.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Favorite Rival. (END)
ФанфикNasib Jay yang malang akibat menerima taruhan dari rivalnya sendiri--Marven. Penuh percaya diri, jika dirinya yang akan menang. Namun kenyataannya justru sebaliknya. °°°° Lapak BXB! cr; pinterest, Twitter, Instagram, dll.