It all began with such sweet delight,
Cahaya pagi yang lembut menyelinap melalui tirai, memancarkan kilauan hangat di seluruh ruangan. QuanRui terbangun perlahan, dengan selimut yang nyaman membungkus tubuhnya. Matanya berkedip beberapa kali, menyesuaikan diri dengan cahaya redup. Ketika pandangannya mulai jelas, hal pertama yang dilihatnya adalah Gyuvin—tidur dengan damai di sampingnya, wajahnya hanya beberapa inci jauhnya.
QuanRui terbaring diam sejenak, hanya memandanginya. Wajah Gyuvin tampak semakin menawan dalam cahaya pagi yang lembut—alisnya yang tebal dan gelap, hidungnya yang tinggi dan bulat memberikan pesona khas pada wajahnya, dan bibirnya, sedikit terbuka saat dia bernapas pelan dalam tidurnya. Wajahnya, meskipun kecil, menyimpan keseimbangan sempurna antara kelembutan dan kekuatan. Perasaan hangat muncul di dada QuanRui, hatinya membesar saat dia mengagumi pria yang ada di sampingnya.
Sudah dua minggu sejak mereka kembali dari bulan madu. Yang juga berarti sudah dua minggu sejak mereka berdua sepakat untuk 'take things slowly.' Siapa sangka sejak saat itu, their flirting game justru menjadi semakin intens? Sesuatu yang tak pernah mereka duga atau harapkan. Tapi ya, itu nyata. Terlalu nyata untuk disebut sebagai khayalan.
Kembali ke QuanRui, dia sekarang masih terus menatap Gyuvin yang masih tertidur. Tidak bisa menahan diri, QuanRui perlahan mengangkat tangannya, jarinya sedikit gemetar saat melayang di atas wajah Gyuvin. Dia ragu sejenak, sebelum dengan lembut menelusuri dahi Gyuvin dengan ujung jarinya. Dia bergerak perlahan, meluncurkan jarinya sepanjang lengkungan alis Gyuvin, kagum pada betapa tegas dan tampannya. Sentuhannya sangat lembut, hati-hati agar tidak membangunkan si Alpha, saat dia melanjutkan menelusuri hidung Gyuvin, kulit di bawah jarinya terasa hangat dan halus.
QuanRui tersenyum sendiri, pandangannya turun ke bibir Gyuvin. Bibir itu begitu penuh, begitu menggoda, dan dia tak bisa menahan diri untuk tidak mengusapnya, mengikuti bentuknya. Namun begitu ujung jarinya menyentuh bibir Gyuvin, dia merasakan sedikit gerakan di bawah tangannya.
Tiba-tiba, mata Gyuvin terbuka, gelap dan nakal, langsung menatap mata QuanRui yang terbelalak kaget.
"Aku tampan ya?" Suara Gyuvin lembut tapi menggoda, dengan seringai bermain di bibirnya.
QuanRui membeku, jantungnya berdebar kencang. Mulutnya sedikit terbuka, dan untuk sesaat, dia terdiam. Tapi kemudian, alih-alih menyangkal atau menarik diri dengan gugup, dia hanya tersenyum, sebuah senyum lembut dan penuh arti tersungging di wajahnya. "Mungkin," katanya, nada suaranya ringan dan menggoda, seolah dia tertangkap basah tapi tak peduli.
Gyuvin tertawa pelan, suaranya bergema dalam dadanya, saat dia memandangi QuanRui yang mulai bergerak, seolah siap untuk sepenuhnya bangun. Tapi sebelum QuanRui bisa keluar dari kehangatan tempat tidur, tangan Gyuvin melesat, meraih pergelangan tangannya dengan lembut tapi kuat. Dalam satu gerakan cepat, Gyuvin menariknya lebih dekat, membuat QuanRui kehilangan keseimbangan hingga sebagian tubuhnya jatuh di atas Gyuvin. QuanRui mengeluarkan suara kecil, dadanya menghantam Gyuvin saat dia mendarat dalam posisi setengah terjatuh.
Lengan Gyuvin segera melingkari pinggang QuanRui, menahannya di tempat, mencegahnya untuk bangkit. Senyum Gyuvin kini penuh kenakalan saat dia menatap QuanRui, wajah mereka hanya beberapa inci jauhnya.
"Mau pergi sekarang?" tanya Gyuvin, suaranya rendah dan menggoda.
QuanRui merasakan panas menjalar di pipinya, tapi dia tak bisa menahan senyum yang merayap di bibirnya. "Mungkin," dia mengulang, kali ini dengan suara lebih lembut, namun matanya bersinar penuh kesenangan.
Gyuvin menarik QuanRui sedikit lebih dekat, tangannya nyaman berada di pinggangnya, jarinya dengan lembut menyentuh kain tipis baju tidurnya. "Hmm... Sebelum kamu pergi," bisiknya dengan tatapan nakal di matanya, "bagaimana kalau beri aku ciuman pagi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Crownbound [GYUICKY]
FanfictionQuanRui selalu menjadi pangeran termuda yang paling ambisius di istananya, namun disaat yang bersamaan dia merasa seperti anak yang paling tidak berguna. Terlalu tidak berguna sampai dia menyetujui pernikahan politik, berharap itu akan membuatnya se...