Sudah seminggu sejak QuanRui kembali ke Yunzhou, tetapi baginya, waktu terasa berhenti. Setiap hari seperti sama saja, menyatu satu sama lain dalam kesedihan.
Adegan saat dia tiba masih segar dalam ingatannya, hari yang penuh air mata. Dia turun dari kendaraan kerajaan, mencoba menutupi mata bengkaknya yang memerah dengan kacamata hitam, berharap menyembunyikan bukti bahwa dia menangis semalaman. Namun penampilannya berbicara banyak. Bahunya terkulai, auranya yang biasanya cerah memudar menjadi bayangan. Ia tampak benar-benar lelah, baik fisik maupun emosional.
Park Gunwook dan para pengawal lainnya yang mendampinginya pulang saat itu segera dihadapkan dengan pertanyaan dari staf istana Yunzhou, yang ingin tahu mengapa QuanRui dikembalikan dalam keadaan seperti itu. Dan yang paling penting, tanpa suaminya. Dylan hampir saja meledak kepada para pengawal itu, melontarkan pertanyaan dengan amarah yang tertahan. Baba, meski diam, menunjukkan sorot mata tajam dan ketidaksukaannya terhadap hal tersebut. Hanya karena permohonan QuanRui yang putus asa—memohon mereka untuk tidak membuat keributan—yang akhirnya mencegah insiden internasional antara Yunzhou dan Jinmu.
Sejak hari itu, QuanRui hampir tidak pernah keluar dari kamarnya. Ia tetap bersembunyi di balik selimut, patah hatinya menahan dirinya. Xiaoting membawa makanan ke sisi tempat tidurnya, kadang membujuknya untuk makan beberapa suap, tetapi dia tau bahwa jika dia meninggalkannya sendirian, makanan itu akan tetap tidak tersentuh. Satu-satunya cara dia mau makan adalah jika Xiaoting duduk di sampingnya, dengan lembut mendesaknya untuk mengambil satu gigitan, kadang-kadang bahkan menyuapkannya hingga dia mau menuruti.
Istana menjadi sunyi. Semua orang berjalan dengan hati-hati di sekitarnya, suara mereka meredam. Seolah-olah seluruh bangunan menahan napas, tidak ingin menghancurkan keheningan rapuh yang mengelilinginya. Xiaoting memeriksanya setiap hari, berhati-hati agar tidak terlalu memaksa, tetapi setiap kali melihat tatapan kosong adiknya, hatinya terasa lebih sakit. Dia tahu tanda-tanda itu dengan baik—bagaimana QuanRui semakin menenggelamkan diri di balik selimut, menghindari cahaya matahari yang sedikit pun menyelinap melalui tirainya. Dan yang paling parah, ketika Xiaoting tanpa sengaja menyebut nama Gyuvin, QuanRui langsung menangis tersedu-sedu hingga seluruh tubuhnya bergetar.
Namun, hari ini, Xiaoting memutuskan cukup sudah. Melihat adiknya merana, hari demi hari, terlalu berat baginya. Dia tidak sendirian dalam tekadnya—Hao, sepupu mereka, juga menyadari itu dan menawarkan untuk membantunya.
Mereka mendekati pintu kamar QuanRui, Xiaoting berhenti sejenak untuk mengumpulkan kekuatannya sebelum mengangguk pada Hao. Bersama-sama, mereka memasuki kamarnya yang remang, di mana QuanRui berbaring meringkuk di bawah selimut tebal seolah-olah itu bisa melindunginya dari dunia.
Xiaoting bergerak ke sisi tempat tidurnya dan, tanpa peringatan, menarik selimutnya, mengeksposnya pada cahaya dingin yang menembus melalui tirai. QuanRui mendengus, membenamkan wajahnya lebih dalam ke bantal, alisnya berkerut. "Jiejie... hentikan," gumamnya, suaranya serak dan lelah.
Namun Xiaoting tidak berniat berhenti. "Tidak," katanya tegas, menarik selimut lebih keras. "Sudah seminggu, Rui. Kamu tidak bisa terus bersembunyi di sini selamanya."
Hao bergabung di sampingnya, menyilangkan tangan dengan tatapan tegas. "Dia benar. Cukup sudah. Kami tidak akan membiarkanmu terus terpuruk."
Mata QuanRui terbuka sedikit, menatap keduanya dengan campuran kejengkelan dan kelelahan. "Aku hanya... ingin sendirian," bisiknya, suaranya sedikit bergetar saat ia mencoba berpaling lagi.
Tapi Xiaoting tak membiarkannya. Dia mengambil bantal dan memukulnya pelan di punggung, membuatnya terkejut. QuanRui menatapnya dengan tatapan tajam, tapi Xiaoting hanya mengangkat alis, tak gentar. "Cukup," ulangnya, suaranya teguh. "Kami di sini karena kami peduli padamu, dan kamu perlu bangun dari tempat tidur ini."
![](https://img.wattpad.com/cover/373239644-288-k951617.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Crownbound [GYUICKY]
FanficQuanRui selalu menjadi pangeran termuda yang paling ambisius di istananya, namun disaat yang bersamaan dia merasa seperti anak yang paling tidak berguna. Terlalu tidak berguna sampai dia menyetujui pernikahan politik, berharap itu akan membuatnya se...