"Rogomu bakalan abadi tanpo iso ngrasakno mati. Loromu mung cukup tekok loro di tinggal wong sing mbok tresnani. Iku sumpahku gae kowe seng mari nglarani (ragamu akan abadi tanpa bisa merasakan mati, rasa sakitmu cukup dari rasa sakit di tinggal orang yang kamu cintai. Itu sumpahku untukmu yang sudah melukai)"
Seseorang itu terlihat menatap kosong ke arah aliran sungai di depannya. Rahang tegasnya tampak mengetat menahan rasa marah yang membumbung tinggi memenuhi relung hatinya.
"Wektune sampun dugi, kanjeng"
Pria itu mengangguk, dan kembali dalam diamnya.
*****
"Tam...?"
"Tama.."
Tama mengerjapkan matanya ketika merasakan tepukan ringan di pipinya.
Butuh beberapa detik untuknya mengumpulkan nyawanya.Srekk
Ia langsung terbangun ketika mengingat kejadian tadi malam.
"Ada apa?" Tanya seseorang di sebelah kanannya, Bagas.
Tama hanya diam, matanya memandang kesekeliling ruangan. Terdapat meja rias dengan ukiran naga di sebrang tempat tidur. Ternyata dia sudah berada di kamar Bagas.
"Kamu yang memindahkanku mas?" Tanyanya yang di balas raut kebingungan oleh lawan bicaranya.
"Maksudnya?"
Tama pun mulai menceritakan apa yang kemaren malam dialaminya.
Bagas terdiam, "kamu mimpi Tam, ndak papa, mimpi itu hanya bunga tidur"
Tama mengangguk, walau sebenarnya ia sedikit tidak percaya jika apa yang dialaminya adalah mimpi. Ia bisa merasakan sakit ketika ia jatuh kelantai, bagaimana bisa hanya mimpi. Namun ia lebih memilih diam, tidak mau memperpanjang masalah.
Bagas tersenyum, tangannya mengelus rambut Tama lembut, "siang ini ikut mas ke kota ya, mas mau mencari bahan bangunan"
"Baik mas"
"Ya sudah, kamu mandi dulu gih, setelah ini mas antar pulang ke posko" perintahnya yang diangguki oleh Tama.
Tama pun berjalan lesu ke arah kamar mandi.
Raut wajah yang selalu menampilkan kesan ramah itu, kini berubah datar. Mata tajamnya mendongak, menatap lurus ke depan, ke arah warung pojok berada.
"Hurung wayahe, ojo metu, ojo nggarai wedi wong-wongku (belum waktunya, jangan keluar, jangan membuat takut orang-orangku).
.....
"Wes ya rek, tak mulai rapatnya"
Semua mengangguk setuju mendengar ucapan Banu.
"Proker kita kan ada 5 se ya, yang sudah kita mulai ada 2 proker, irigasi sama menghidupkan balai pengobatan. Masih ada 3 yang belum di eksekusi. Sebutno Dan, 3 proker itu apa saja?" Banu sengaja menembak Danu yang sedari tadi asik menggoda Tama.
"Kok aku se mas..!!" (Kok aku sih mas)
"Makane ojo rame ae, fokus. Aku lek wes kesel tak balang pulpen lo yo" (makanya jangan rame, fokus. Aku kalau udah kesal ku balang bolpoint loh ya)
Danu hanya menyengir, ia menunduk ke arah laptopnya, dan membaca catatan proker mereka, "Pembangunan perpustakaan desa digital, pengembangan wisata desa berbasis budaya, pembelajaran IT untuk pemuda desa"
"Dari ke 3 proker terakhir, yang memungkinkan untuk kita lakukan hanyalah proker ke 2, sisanya mustahil untuk kita eksekusi" ungkap Lingga memberi argumen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulang Wangi, Neng Kene Wae Karo Aku
Horror"Mas bagus, neng kene wae, kancani aku" Kakinya bergetar hebat mendengar bisikan bernada lirih itu, Tama terus berlari mencoba mencari jalan keluar, dari desa terkutuk itu. Jantungnya berpacu cepat, pandangannya mulai kehilangan fokus. Ia tidak meng...