Suasana ramai tampak terlihat ketika seluruh mahasiswa diharuskan berkumpul ditengah lapangan, terdengar bisik-bisik antusiasme dari mereka, ada yang berdiskusi dengan kelompoknya, ada pula yang hanya diam memerhatikan sekitarnya. Di atas panggung rektor berpidato menyampaikan hal-hal yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan. Cuaca tampak mendung dengan langit bewarna kelabu yang akan menemani perjalanan mereka. Teriakan riuh seluruh mahasiswa yang akan melakukan KKN selama 45 hari timbul ketika sang rektor dengan resmi membuka kegiatan KKN tahun ini.
Tama menoleh, ke arah kelompoknya, "baiklah, mari kita berangkat sekarang" ucapnya yang dibalas anggukan semangat oleh Danu, Lingga, Kevin, dan juga Banu.
"Kalian sudah mau berangkat?"
Mereka menoleh ke arah sumber suara, disana pak Rama berdiri dengan senyum anehnya, menyapa mereka.
"Nggeh pak" -Banu menjawab sopan sapaan dosen mudanya itu.
"Ati-ati yo le, wetan pancen nggen e srengenge muncul, tapi ililingo, sak hurunge isuk, sek ono bengi seng kudu mbok liwati. (Hati-hati ya nak, timur memang tempatnya matahari terbit. Tapi ingatlah, sebelum pagi masih ada malam yang harus kamu lewati).
Tama menyerngitkan alisnya ketika mendengar perkataan itu, matanya menatap ke arah Banu yang terdiam. Sebenarnya ia ingin bertanya apa arti dari perkataan dosen mudanya itu. Namun, semua itu urung ketika Banu mengajak mereka untuk memasuki mobil.
"Apa yang kalian bicarakan tadi mas?" Tanyanya ketika mereka semua sudah duduk nyaman didalam mobil.
Banu menggeleng, Tama pun mengatupkan mulutnya erat. Ia tahu katingnya itu enggan membicarakan hal itu. Ia menatap ke arah sang sahabat, Danu yang juga terdiam, tumben sekali pikirnya. Biasanya temannya itu sangat berisik.
Perjalanan mereka cukup jauh, membutuhkan waktu 5 sampai 6 jam perjalanan. Bahkan, saat ini mereka baru saja sampai di perbatasan kota tempat dimana universitas mereka berada.
"Mas kita lewat hutan itu ya?"
Tama menoleh ke arah Lingga yang bertanya.
Banu mengangguk, "iya Ling, itu jalan tercepat untuk sampai kesana"
"Hutan apa Ling?"
"Nenekku bilang, hutan itu adalah salah satu hutang terangker di Jawa Timur, banyak cerita yang beredar tentang hutan itu, terakhir kali ada.."
"Sttt"
Lingga diam setelah mendapat kode dari Banu, lelaki itu hanya tidak ingin teman-temannya menjadi takut akan cerita yang belum pasti kebenarannya.
"Sebaiknya kalian tidur saja. Perjalanan masih cukup jauh"
____________
Ting... Tang...
Ting... Tang...
Ting... Tang...
Ting... Dung... Ting... Tang... Ting...Tama mengerjapkan matanya pelan, tidurnya sedikit terganggu tatkala telinganya menangkap suara sorak ramai orang-orang yang sepertinya tengah berpesta, jangan lupakan suara tapak kaki diiringi dengan musik gamelan yang cukup mampu membuat bulu kuduknya merinding.
Ia menoleh ke arah teman-temannya yang masih tertidur lelap, tidak sedikitpun terganggu akan suara itu.
"Mas" panggilnya ke arah Banu yang tengah fokus menyetir.
"Ya?"
"Mau gantian ta?" Tanyanya yang dibalas gelengan oleh lelaki itu.
Tama mengangguk, ia membuang pandangannya ke arah jendela, sejauh pemandangan yang ia lihat hanyalah, hutan sepi berhiaskan langit yang mulai berubah menjadi gelap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tulang Wangi, Neng Kene Wae Karo Aku
Terror"Mas bagus, neng kene wae, kancani aku" Kakinya bergetar hebat mendengar bisikan bernada lirih itu, Tama terus berlari mencoba mencari jalan keluar, dari desa terkutuk itu. Jantungnya berpacu cepat, pandangannya mulai kehilangan fokus. Ia tidak meng...