Ritual

128 15 3
                                    

Tama menatap ke sekelilingnya dengan bingung, hutan tadi, kini berubah menjadi perkampungan jaman dulu yang tampak ramai. Dia serasa sedang ikut dalam drama kolosal yang sering di tonton oleh Danu.

'Ini dimana?' batinnya bingung.

Tak lelo lelo lelo ledung

Cup menenga aja pijer nangis

Anakku sing ayu rupane

Yen nangis ndak ilang ayune

Tak gadang bisa urip mulyo

Dadiyo priyo kang utomo

Ngluhurke asmane wong tuwa

Dadiyo pandekaring bangsa

Wis cup menenga anakku

Kae mbulane ndadari

Kaya butho nggegilani

Lagi nggoleki cah nangis

Tak lelo lelo lelo ledung

Enggal menenga ya cah ayu

Tak emban slendang batik kawung

Yen nangis mundak ibu bingung.

Tama menoleh ke kanan dan ke kiri, ketika mendengar tembang jawa yang terdengar sangat merdu. Tanpa sadar, kakinya bergerak mengikuti asal suara itu. Dia terus melangkah menuju sebuah rumah joglo yang terletak di ujung sebelah timur tempatnya berdiri.

Dia menghentikan kakinya, ketika melihat seorang ibu, yang tengah menimang anaknya di depan rumah. Jantungnya berdetak kencang, dilingkupi dengan perasaan sesak, yang memenuhi rongga dadanya.

"Anak e awak dewe iku lanang tho buk, tak rungok-rungokno kok samean elem ayu wae kaet mau, (anak kita itu laki-laki bu, kudengar kok kamu puji cantik saja sedari tadi)"

Tama dapat melihat seorang pria yang berjalan mendekati perempuan itu, sepertinya dia adalah suaminya. Walaupun dia tidak mengerti apa yang mereka bicarakan, namun dia dapat melihat tatapan penuh cinta dari pria itu pada istrinya.

"Bestarine awae dewe kan pancene ayu pak, masano lanang, tapi wajahe ayu, ngalah-ngalahi ndoro putri, (Bestari kita kan memang cantik pak, walaupun lelaki, tapi wajahnya cantik, mengalahkan tuan putri)"

"Hustt, buk, ojo ngmong ngno, mengko lek adipati krungu, awak dewe iso di hukum. Laurungo buk, jenengen Bestara, guduk Bestari. Bestari iku dinggo cah wedok, (husst bu, jangan berbicara seperti itu, nanti kalau adipati dengar, kita bisa di hukum. Lagian bu, namanya Bestara, bukan Bestari. Bestari itu digunakan untuk anak perempuan)"

Tama menatap pasangan suami-istri di depannya bingung, diapun berjalan menghampiri mereka untuk bertanya.

"Permisi..?!!"

Hening..

Tidak ada jawaban dari pasangan di depannya, mereka tetap melanjutkan kegiatannya tanpa mengindahkan keberadaannya. Seolah-olah, kehadirannya tidak terlihat di mata mereka.

Tulang Wangi, Neng Kene Wae Karo AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang