Alas Sukma

112 13 19
                                    

"Aku ojo di ulihno, jek seneng dolanan, (aku jangan di pulangkan, masih suka bermain)"

Danu sedikit memundurkan kepalanya ketika merasakan hembusan nafas panas Tama, setelah pria itu berbisik di telinganya.

Ia saat ini di tugaskan untuk menemani Tama diruang tamu, sementara Bagas dan yang lain, mempersiapkan keperluan upacara, "Ling.." panggilnya ketika melihat Lingga dan Kavin yang baru saja memasuki posko mereka.

"Ada apa Dan, yang lain kemana?" Tanya Lingga ketika tidak melihat keberadaan orang-orang, hanya Danu dan Tama yang ada di sini.

"Mas Bagus sama mbah Kasun sedang menyiapkan keperluan upacara. Kalau mas Banu, dia disuruh mas Bagas mengambil kain kafan di rumah pak mudin".

Kevin menaikkan sebelah alisnya bingung, "kain kafan?, buat apa?"

"Buat nyembuhin Tama, demitnya ndak mau keluar, jadi harus ngadain ritual buat pengusiran"

Lingga mengangguk, matanya melirik Tama yang ternyata juga sedang melihat ke arahnya.

"Halo cah bagus, ngganteng tenan talah (halo anak baik, ganteng sekali)"

Lingga menoleh bertanya ke arah Danu, "apa katanya Dan?"

"Dia muji kamu itu"

Lingga menoleh ke arah Tama, "Ahh, terimakasih" ucapnya yang di balas anggukan malu-malu oleh pemuda itu.

Danu terkekeh, demit yang merasuki Tama ini, genit sekali.

"Tam, agak geseran, sempit ini" tegurnya, sedari tadi, demit itu selalu menempel padanya, kebetulan kursi ruang tamu mereka saat ini telah berganti sofa, yang dibelikan mas Bagas.

Demit itu hanya menyeringai dan terus melihat ke arahnya.

"Terserah wes" pasrahnya.

Kevin terus menatap ke arah Tama, dia bukan tipikal orang yang percaya dengan hal ghaib, oleh karena itulah, sedari tadi dia terus memerhatikan temannya itu dengan curiga.

demit yang merasuki Tama, menoleh ke arah Kevin, sepertinya makhluk itu sadar  jika sedang diperhatikan, "Aku guduk koncomu ngger, koncomu saiki sek ndek alas sukmo, lek kepingin koncomu mbalek, mulihno aku.. hihihihi (aku bukan temanmu nak, temanmu sekarang sedang berada di alas sukma, jika ingin temanmu kembali, pulangkan aku)" ucapnya sembari tertawa cekikikan.

......

Hah

Hah

Hah

Tama terus berlari tak tentu arah menyusuri hutan yang dikelilingi semak belukar. Ia tidak peduli jika ada hewan liar di balik semak-semak yang dilewatinya. Baginya, sekarang yang terpenting adalah berlari kencang, menghindari sesosok perempuan yang terus mengejarnya sembari melantunkan tembang, yang ia sendiri tidak faham apa maksudnya.

"Tuhan... tolong aku, kumohon"

Tama berhenti, nafasnya menderu dengan jantung berdebar kencang. Kakinya terasa lemas setelah sekian lama berlari, belum lagi, fakta bahwa ia terus berputar di tempat yang sama.

"Aku harus bagaimana?" gumamnya frustasi.

"Neng kene wae karo aku!!!" (Disini saja bersamaku)

Tama reflek berbalik ketika mendengar bisikan itu. Tubuhnya terjatuh, karena kakinya tak lagi mampu untuk menopang tubuhnya.

Sosok penari itu berdiri didepannya dengan ditemani oleh 5 sosok lain, dengan kostum yang sama. Mereka terlihat begitu cantik dan juga menyeramkan disaat yang bersamaan. Diantara semua itu, Tama baru sadar jika mereka adalah pria yang memakai baju penari wanita.

Tulang Wangi, Neng Kene Wae Karo AkuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang